Perjalanan Berkesan Menuju Baduy Dalam

Fathurrohman
Analis Kejahatan Narkotika, Penulis Cerita Perjalanan, ASN di BNN.
Konten dari Pengguna
4 Desember 2023 10:32 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fathurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Rombongan Perjalanan ke Baduy Dalam. Foto: koleksi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Rombongan Perjalanan ke Baduy Dalam. Foto: koleksi pribadi
ADVERTISEMENT
Setelah beberapa kali berwacana melakukan perjalanan ke Baduy, tibalah saatnya kami benar-benar melakukan perjalanan tersebut. Selama ini melihat keterwakilan etnik Baduy di seputaran Jakarta adalah dari mereka yang ke mana-mana berjalan kaki, berbaju khas Baduy, sambil membawa-bawa madu.
ADVERTISEMENT
Pagi hari kami bertiga bergegas menuju stasiun kereta dari arah Bekasi ke Tanah Abang. Di stasiun Tanah Abang, kami pindah jalur untuk menggapai kereta jurusan Rangkasbitung. Kereta telah menunggu saat kami masuk ke peron 5.
Sementara rombongan yang lainnya tepat menumpang kereta di depan kami. Sebagaimana khasnya kereta KRL, dia akan berhenti di setiap kesempatan.
Perjalanan dapat memakan waktu hampir dua jam. Bersyukur kereta tampak lengang sehingga saya, istri, dan anak yang berusia sepuluh tahun bisa duduk dengan nyaman.
Wisatawan Baduy tiba di Stasiun Rangkasbitung. Foto: koleksi pribadi
Kereta pun dengan riang masuk ke stasiun Rangkas. Sekitar tiga orang rombongan yang mendahului menghubungi saya untuk meminta segera ke arah mobil elf diparkir. Mereka tidak sabar untuk memberangkatkan dua elf tersebut lantaran panasnya mobil tak ber-AC yang berlebihan.
ADVERTISEMENT
Kami berlarian di pasar yang berada di samping stasiun dan terminal Rangkas. Pasar, terminal, dan stasiun adalah pusat pertemuan beragam aktivitas. Pemerintah setempat tampak belum mampu membuatnya ideal, kesemrawutan masih terlihat di sana sini.
Pedagang, pembeli, mobil angkutan umum, beragam kendaraan, dan beragam orang yang harus melewati area yang sama saling bertemu di titik yang sama. Elf tua yang kami tumpangi tidak mudah menembus kesemrawutan tersebut.
Sekitar dua jam perjalanan elf sampai di Cijahe. Salah satu akses menuju Baduy Dalam. Di sana, kami disambut hujan rintik. Setelah sedikit berkemas, kami mulai perjalanan dengan pendampingan rombongan porter.
Rombongan memasuki area Baduy Luar di pos Cijahe. Foto: koleksi pribadi
Porter kami adalah warga Baduy Dalam itu sendiri. Mereka mengenakan pakaian hitam putih khas Baduy Dalam. Tidak lupa mengenakan ikat kepala atau penutup kepala berkain putih. Sementara mereka sendiri anti alas kaki. Wajarlah jika kaki mereka tampak lebih lebar dari kaki kami yang berasal dari “kota”.
ADVERTISEMENT
Perjalanan dimulai dengan menyebrangi jembatan yang terbuat dari batang pohon bambu. Tampak tua dan kurang meyakinkan.
Tanpa informasi yang memadai, sebagian dari rombongan tampaknya salah kostum. Terutama alas kaki yang kami kenakan. Trek demi trek yang kami lalui tampak tidak bersahabat, apalagi di musim penghujan.
Senarai informasi yang disebutkan di WA Grup ekspedisi ke Baduy tidak mempertegas situasi perjalanan yang akan kami tempuh. Treknya ternyata cukup ekstrim. Lembah, gunung, dan sungai silih ganti kami lalui.
Jalanan berbatu, tanah lumpur, tanah pasir batu berair, jembatan bambu yang bergoyang, dan rupa bentuk lainnya adalah menu utama sepanjang kaki melangkah.
Cuaca bulan November semakin membuat kami tersiksa. Terpaksa sebagian dari kami tidak beralas kaki seperti para porter dari suku Baduy Dalam. Bedanya, kaki mereka telah beradaptasi dengan sempurna, sementara telapak kaki kami tampak berseberangan dengan bagian bumi yang kami injak.
Seorang wisatawan melewati salah satu jembatan yang disusun dengan batang bambu. Foto: koleksi pribadi
Beberapa kali di antara kami terpleset. Tanjakan tajam, turunan tajam, dan jembatan bambu goyang adalah kengerian lain yang membuat jantung berdebar. Siraman air hujan membuat suasana mendung lebih kelam.
ADVERTISEMENT
Wajah muram, desahan nafas tersengal, langkah kaki lunglai, motivasi jatuh sejatuh-jatuhnya. Sebagian berfikir kembali sebanarnya apa yang ingin dicari dari semua kerepotan ini. Tapi kaki kami tetap melangkah.
Dengan kondisi perjalanan seperti itu seharusnya kami menggunakan sepatu yang layak sebagaimana para pendaki gunung pada umumnya. Bukan sepatu lari, sandal slop, atau sandal jepit seperti yang saya kenakan.
Anda akan melewati rumah-rumah warga Baduy Luar. Mereka adalah penghubung antara warga luar dan Baduy Dalam. Sebagian dari warga Baduy Luar memiliki pertalian kekerabatan dengan Baduy Dalam.
Secara sederhana, pembeda Baduy Dalam dan Baduy Luar adalah soal wilayah tempat tinggal berikut dengan tata aturan adat yang berlaku.
Mereka yang tinggal di Baduy Dalam hanya boleh bagi mereka yang benar-benar bermuasal dari keturunan murni Baduy Dalam dari jalur ibu dan ayah. Sekali melanggar garis keturunan tersebut, maka selamanya orang tersebut dan keturunannya dianggap orang Baduy Luar atau bahkan orang luar.
Salah satu warga Baduy Luar sedang menenun kain khas Suku Baduy. Foto: koleksi pribadi.
Jika seseorang sudah tidak dianggap sebagai orang Baduy Dalam, maka orang tersebut akan diperlakukan sebagai tamu ketika berkunjung ke Baduy Dalam. Sebagai pengunjung, orang tersebut hanya boleh menginap satu malam saja di area Baduy Dalam.
ADVERTISEMENT
Suku Baduy secara etnis sebenarnya memiliki bahasa yang sama dengan orang-orang Banten dan Jawa Barat, yaitu Bahasa Sunda. Namun, secara tradisi, orang Baduy Dalam memiliki sistem kebudayaan yang khas.
Benang merah nilai yang mereka anut adalah menyatu dengan alam. Mereka menjadi bagian dari alam di mana mereka tinggal. Tidak ada perabotan rumah tangga yang terbuat dari plastik atau bahan yang terlarang lainnya, tidak ada kasur, tidak ada AC atau kulkas. Begitu juga elektronik, listrik, handphone, semuanya dilarang digunakan di area Baduy Dalam.
Jenis dan tata cara berpakaian, model tempat tinggal, perabotan, perjodohan, sistem pengelolaan ladang, sistem kepemilikan atas aset, sistem usaha, sistem sanitasi, struktur desa, sanksi adat, dan semua aktivitas hidup diatur dengan ketat.
ADVERTISEMENT
Di Baduy Dalam, Anda jangan bayangkan buar air, mandi, cuci pakaian, dan seterusnya dilakukan di tempat tertutup, semuanya dilakukan di sungai. Satu lagi, Anda juga dilarang menggunakan deterjen karena dianggap merusak alam.
Perjalanan singkat ini, bagi kami, menuai kesan mendalam. Orang-orang Baduy tipe menerima keadaan apapun di dalamnya, taat aturan, dan tidak serakah. Sebagai orang luar, tentu ada ketidakcocokan atas apa yang mereka anut misalnya soal tidak adanya kamar mandi tertutup.
Tentu saja akan ada banyak ketidakcocokan. Namun, bukan orang beriman jika kita tidak mampu mengambil hikmah kebaikan atas apa yang mereka lakukan.
Pertunjukan sikap yang penuh kesponanan, ketulusan, dan apa adanya adalah kesan mendalam bagi kami, orang-orang kota yang hidupnya penuh dengan kepura-puraan. Di titik ini, kami perlu belajar dari orang Baduy Dalam.
Dua orang wisatawan sedang asik menikmati air sungai jernih di area Baduy Luar. Foto: koleksi pribadi.