Undang-undang Narkotika yang 'Jahat'

Fathurrohman
Analis Kejahatan Narkotika, Penulis Cerita Perjalanan, ASN di BNN.
Konten dari Pengguna
18 Juni 2021 13:28 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fathurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kejahatan narkotika. Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kejahatan narkotika. Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
ADVERTISEMENT
Unsur-unsur pidana dalam undang-undang tentang narkotika yang saat ini berlaku di Indonesia begitu lengkap dan dapat menjerat seseorang tanpa ampun. Perlu kehati-hatian bagi penyidik untuk tidak asal menjerat orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkotika. Juga perlu kehati-hatian segenap masyarakat agar tidak tertipu oleh sindikat jahat pengedar narkotika.
ADVERTISEMENT
Sekitar satu bulan lalu, saat saya berkunjung ke salah satu ruangan penyidik di BNNP DKI Jakarta, saya bertemu seseorang, sebut saja Karim, supir bajai asal Pemalang. Karim duduk diam di pojokan ruang penyidik BNNP DKI Jakarta. Nasibnya malang karena seseorang meminta dia mengantar dua karung besar yang ternyata isinya adalah 110 kg ganja.
Pria paruh baya ini diberitahu oleh pelanggannya bahwa karung tersebut berisi kain sebagaimana lazimnya karung-karung lain di kawasan pasar Tanah Abang. Karim memang kerap mangkal di kawasan Tanah Abang.
Penyidik BNNP DKI Jakarta mengamankan Karim dan seseorang yang memesan ganja tersebut dari Medan. Setelah dilakukan pemeriksaan selama tiga hari, Karim dibebaskan. Statusnya hanya sebagai saksi.
Orang seperti Karim adalah salah satu orang yang nasibnya sial sekaligus beruntung. Nasibnya sial karena dia harus mendekam tiga hari untuk menjelaskan duduk perkara agar penyidik yakin bahwa dia tidak bersalah.
ADVERTISEMENT
Selama tiga hari otomatis dia tidak mendapatkan pendapatan sepeser pun. Padahal istri dan anaknya menunggu setoran harian sekitar 100 ribu rupiah per hari. Karim juga harus siap menjadi saksi saat di pengadilan nantinya.
Namun, Karim termasuk beruntung karena dia dibebaskan tanpa syarat. Penyidik cukup berhati-hati untuk menetapkan statusnya. Karim berhasil menunjukkan dan membuktikan kepada penyidik bahwa dia benar-benar seorang sopir bajaj yang tidak tahu apa-apa. Karim juga tidak mengenal orang yang mengordernya untuk mengantarkan dua karung besar berisi ganja.
Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika adalah tipe undang-undang yang “jahat.” Undang-undang ini menganut strict liability (tanggung jawab mutlak). Pertanggungjawaban seseorang secara mutlak jika orang tersebut memenuhi suatu unsur pidana dalam undang-undang.
ADVERTISEMENT
Karena menganut model strict liability, maka orang seperti Karim sebenarnya dapat dijerat karena memenuhi unsur tindak pidana narkotika, ganja 110 kg ada padanya. Penyidik sudah cukup alat bukti untuk menjeratnya karena Karim memenuhi unsur pidana ‘menguasai’ ganja tersebut.
Karim tidak dapat begitu saja mengelak bahwa dia tidak tahu atau dia tidak mengenal orang yang mengordernya karena penyidik secara subjektif berhak menilai jika Karim hanya mengelak. Unsur mens rea (maksud perbuatan jahat) dalam kasus Karim sulit dibuktikan ada atau tidak adanya.
Begitu juga dengan orang yang menerima paket narkotika seperti Ningsih, warga Pademangan, Jakarta Utara. Dia menerima paket yang diantar petugas jasa pengiriman.
Saat ditangkap petugas, Ningsih mengaku bahwa paket tersebut adalah milik saudara sepupunya. Ningsih kemudian menunjukkan di mana saudaranya tersebut berada. Petugas dengan sigap menangkap saudaranya tersebut di tempatnya bekerja.
ADVERTISEMENT
Seperti Karim, Ningsih juga bernasib serupa. Dia mendekam di kantor petugas selama dua malam untuk diperiksa secara intensif.
Lagi-lagi, jika mengacu pada undang-undang narkotika, Ningsih dapat dijerat karena memenuhi unsur pidana sebagaimana yang ada dalam pasal undang-undang tersebut. Nama dan alamat penerima adalah Ningsih. Ningsih juga orang yang menerima paket tersebut secara langsung.
Beruntungnya, orang yang menyuruh Ningsih ditangkap dan menjelaskan bahwa Ningsih tidak tahu bahwa paket tersebut adalah narkotika. Komunikasi di ponsel genggamnya juga menunjukkan jika Ningsih hanya disuruh mengambil tanpa tahu isi dari paket tersebut. Cerita akan berbeda jika saudaranya tidak mengakui kepemilikan atas paket narkotika tersebut dan malah menjerumuskan Ningsih.
Pelajaran moral dari cerita Karim dan Ningsih adalah jangan bermain-main dengan paket yang bukan milik Anda. Bukan hanya isinya dapat berupa racun seperti paket ojol sate sianida di Sleman pada beberapa waktu lalu, tapi bisa juga isinya adalah narkotika.
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun yang lalu saya pernah bertemu dengan seorang wanita, sebut saja Mutia, di Kota Medan yang alamatnya menjadi tujuan pengiriman mesin air yang berisi narkotika dari Pakistan. Jawabannya begitu lugu dan bodoh, menolong teman facebook yang mau pindah ke Medan namun belum mendapatkan tempat tinggal yang cocok.
Mutia adalah salah satu dari sekian banyak wanita lugu yang mau saja diperalat oleh orang lain. Bermula dari kenalan di facebook, lalu berpacaran virtual, terpesona dipanggil honey, dan bersedia dititipi barang dengan alasan yang tidak masuk akal.
Beruntung petugas mendapatkan informasi yang utuh sehingga tahu bahwa wanita muda ini hanya diperdaya. Jika tidak, mungkin hukumannya adalah belasan tahun penjara atau bahkan hukuman mati karena barang bukti berupa narkotika golongan satu berjumlah puluhan kilogram.
ADVERTISEMENT
Karim, Ningsih, atau Mutia adalah gambaran orang-orang yang sial karena berurusan dengan narkotika. Mereka bertiga nyaris mendekam di penjara jika saja petugas tidak mendapatkan data pendukung bahwa mereka bukan bagian dari jaringan peredaran gelap narkotika.
Di negara yang warganya takut atau malas berurusan dengan petugas berwajib ini memang harus lebih banyak belajar hukum. Tujuannya adalah agar dapat percaya diri dan siap ketika berhadapan pada situasi seperti yang dialami oleh Karim, Ningsih, dan Mutia.
Tujuan lainnya adalah agar Tidak takut dan tetap percaya diri ketika menghadapi pemeriksaan petugas. Kepercayaan diri juga dapat menjauhkan oknum petugas dari upaya penyalahgunaan wewenang yang mungkin terjadi.