Konten dari Pengguna

Dinamika Koalisi Partai Di Jepang: Refleksi Untuk Demokrasi Indonesia

Fatihurrasyad
Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Program Studi S1 Ilmu Komunikasi
22 November 2024 17:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fatihurrasyad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dibuat dengan AI Chat GPT
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dibuat dengan AI Chat GPT
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita ketahui, Jepang merupakan salah satu negara pelopor di kawasan Asia Timur pada bidang Industri bersama negara-negara lainnya seperti Taiwan, Hongkong, Singapura dan Korea Selatan. Sehingga, negara Jepang dapat dikatakan sebagai negara non-Barat pertama yang melakukan industrialisasi yang pada akhirnya menjadi negara modern, bahkan melampaui negara-negara di benua Eropa yang sudah lebih dulu melakukannya.
ADVERTISEMENT
Namun, dalam bidang politik, Jepang pada awalnya menjadi salah satu yang tertinggal. Karena Jepang pada awalnya masih sangat terikat dengan tradisi budaya nya yang kuat. Hingga pada akhirnya setelah Jepang mengalami kekalahan saat Perang Dunia II, Jepang mengalami manuver politik yang drastis mengikuti sistem politik modern.
Sistem politik Jepang berfokus pada koalisi partai yang efektif, sehingga memberikan banyak pelajaran bagi demokrasi di negara lain, termasuk Indonesia. Meskipun memiliki dinamika partai politik yang kompleks, Jepang dikenal dengan stabilitas politiknya yang dapat dikatakan menjadi salah satu kelebihan dalam kekurangannya. Salah satu elemen kunci dari stabilitas ini adalah kemampuannya dalam membangun dan mengelola koalisi partai yang strategis, khususnya di bawah Partai Demokrat Liberal (LDP) atau disebut juga dengan Jiyū-Minshutō, yang merupakan partai yang mendominasi panggung politik selama beberapa dekade di Jepang.
ADVERTISEMENT
Koalisi partai di Jepang sering kali dibangun atas dasar kesepahaman terhadap visi bersama, meski terdapat perbedaan ideologi di antara anggotanya. Contoh yang menonjol adalah kemitraan antara LDP dan partai-partai kecil seperti Komeito, yang menjembatani isu-isu sensitif seperti kebijakan pertahanan dan kesejahteraan sosial. Konsensus ini memungkinkan pemerintah untuk bergerak maju tanpa tersandera oleh perpecahan internal.
Di Indonesia, pembelajaran dari model ini dapat diterapkan dengan mendorong partai-partai politik untuk fokus pada isu-isu strategis jangka panjang daripada kepentingan sempit jangka pendek. Penguatan komunikasi lintas partai juga dapat mengurangi risiko "politik transaksional" yang sering kali menghambat pengambilan keputusan.
Koalisi di Jepang bukan semata-mata alat untuk merebut kekuasaan, melainkan cara untuk memastikan bahwa berbagai kelompok kepentingan di masyarakat terwakili dengan baik. Misalnya, Komeito, yang memiliki akar di organisasi keagamaan Soka Gakkai, memainkan peran dalam membawa isu-isu kemanusiaan ke dalam agenda kebijakan.
ADVERTISEMENT
Indonesia dapat belajar dari pendekatan ini dengan mengarahkan koalisi pada penguatan representasi rakyat. Aliansi antarpartai seharusnya lebih didasarkan pada kesamaan nilai dan visi kebangsaan, seperti pengentasan kemiskinan, pendidikan, dan pembangunan berkelanjutan, bukan sekadar strategi elektoral.
Keberhasilan koalisi di Jepang juga bergantung pada kedisiplinan partai yang tinggi. Partai-partai dalam koalisi jarang menunjukkan perpecahan secara publik, karena mereka memiliki mekanisme internal yang ketat untuk menyelesaikan perselisihan. Sehingga, Hal ini menciptakan citra pemerintahan yang kuat di mata publik.
Sebaliknya, Indonesia sering dihadapkan pada tantangan akibat
internal yang berlarut-larut dalam koalisi. Dengan memperkuat tata kelola partai dan membangun mekanisme resolusi konflik yang lebih baik, koalisi di Indonesia dapat menjadi lebih solid dan efektif.
ADVERTISEMENT
Dapat disimpulkan bahwasannya, Koalisi partai di Jepang memberikan contoh bagaimana stabilitas politik dapat tercapai tanpa mengorbankan pluralitas. Indonesia dapat mengambil inspirasi dari Jepang untuk membangun budaya politik yang lebih inklusif, disiplin, dan berbasis nilai. Dengan demikian, demokrasi kita tidak hanya akan menjadi kompetitif, tetapi juga produktif dalam menghasilkan kebijakan yang berdampak positif bagi masyarakat luas.
Penulis adalah Mahasiswa Pengantar Ilmu Politik, Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik, Univ. Sultan Ageng Tirtayasa