Konten dari Pengguna

Gempa Bumi di Jepang: Sejarah, Dampak, dan Langkah Mitigasi

Fatimah Hanunah
Mahasiswa S1 Bahasa dan Sastra Jepang Universitas Airlangga
13 Oktober 2024 11:31 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fatimah Hanunah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Borys Zaitsev on pexels.com (https://www.pexels.com/photo/photo-of-destroyed-building-12444964/)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Borys Zaitsev on pexels.com (https://www.pexels.com/photo/photo-of-destroyed-building-12444964/)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gempa bumi merupakan salah satu bencana alam paling dahsyat dan mematikan yang mengancam umat manusia. Fenomena geologis ini terjadi ketika energi yang tersimpan di dalam bumi tiba-tiba dilepaskan, menyebabkan getaran hebat di permukaan yang dapat menghancurkan bangunan, infrastruktur, dan mengambil nyawa dalam hitungan detik. Jepang, yang terletak di wilayah Cincin Api Pasifik, merupakan negara yang sangat rentan terhadap gempa bumi dan tsunami. Posisi geografis ini menempatkan Jepang di atas pertemuan beberapa lempeng tektonik besar, termasuk Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia, Lempeng Amerika Utara, dan Lempeng Filipina, yang terus-menerus bergerak dan bergesekan satu sama lain.
ADVERTISEMENT
Jepang memiliki sejarah panjang dan kompleks dalam menghadapi gempa bumi, yang telah membentuk budaya, arsitektur, dan kebijakan negara ini selama berabad-abad. Catatan seismik tertua di Jepang berasal dari abad ke-6, menunjukkan bahwa masyarakat Jepang telah lama menyadari dan beradaptasi dengan lingkungan geologis yang tidak stabil ini.
Salah satu gempa bumi terbesar dan paling menghancurkan yang pernah terjadi di Jepang adalah Gempa Bumi Kanto pada tanggal 1 September 1923. Gempa berkekuatan 7,9 magnitudo ini mengguncang wilayah Kanto, termasuk Tokyo dan Yokohama, menewaskan lebih dari 140.000 orang (Kanamori, 1977). Bencana ini tidak hanya disebabkan oleh guncangan gempa, tetapi juga oleh kebakaran besar yang menyusul, yang dipicu oleh tungku masak yang terbalik dan kabel listrik yang putus. Kebakaran ini menghancurkan sebagian besar Tokyo dan Yokohama, meninggalkan jutaan orang tanpa tempat tinggal. Gempa Kanto juga menyebabkan kerusakan besar pada infrastruktur, menghancurkan jembatan, rel kereta api, dan bangunan-bangunan penting.
ADVERTISEMENT
Dampak Gempa Kanto begitu besar sehingga mengubah cara Jepang memandang pembangunan perkotaan dan kesiapsiagaan bencana. Ini menjadi titik balik dalam sejarah penanganan bencana di Jepang, mendorong pemerintah untuk mengembangkan kode bangunan yang lebih ketat dan sistem peringatan dini yang lebih baik.
Hampir sembilan dekade kemudian, pada 11 Maret 2011, Jepang kembali dilanda bencana besar yang dikenal sebagai Gempa Bumi dan Tsunami Tohoku. Gempa berkekuatan 9,0 magnitudo ini adalah yang terkuat yang pernah tercatat di Jepang dan salah satu dari lima gempa terkuat di dunia sejak pencatatan modern dimulai pada tahun 1900. Gempa ini memicu tsunami dahsyat dengan ketinggian gelombang mencapai 40 meter di beberapa tempat, yang melanda pesisir timur laut negara itu.
ADVERTISEMENT
Bencana ini, yang juga dikenal sebagai "Gempa Bumi Jepang Timur Raya", menewaskan hampir 18.000 orang, sebagian besar karena tenggelam akibat tsunami. Lebih dari 450.000 orang terpaksa mengungsi, dan puluhan ribu di antaranya masih tinggal di perumahan sementara bertahun-tahun setelah bencana (Mori et al., 2012). Kerusakan infrastruktur sangat luas, dengan lebih dari satu juta bangunan rusak atau hancur, termasuk ratusan ribu rumah yang tersapu tsunami.
Kedua peristiwa ini - Gempa Kanto 1923 dan Gempa Tohoku 2011 - menjadi tonggak penting dalam sejarah Jepang dalam menghadapi gempa bumi. Mereka telah membentuk kebijakan manajemen bencana, standar bangunan, dan kesadaran publik tentang risiko seismik. Pengalaman ini juga telah mendorong Jepang menjadi salah satu negara terdepan dalam penelitian seismologi dan teknologi mitigasi gempa bumi.
Foto: OpenAI Image Generator
Gempa bumi di Jepang memiliki dampak yang sangat luas dan mendalam pada berbagai aspek kehidupan masyarakat dan infrastruktur negara. Konsekuensi dari bencana alam ini tidak hanya terbatas pada kerusakan fisik, tetapi juga mempengaruhi struktur sosial, ekonomi, dan psikologis masyarakat Jepang. Gempa bumi besar seperti Gempa Kanto 1923 dan Gempa Tohoku 2011 telah menewaskan ribuan orang, terutama akibat runtuhnya bangunan dan tsunami yang mengikuti gempa di wilayah pesisir. Selain itu, gempa juga merusak infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan sistem utilitas, yang mengganggu kehidupan sehari-hari dan memicu bencana sekunder seperti kebakaran. Misalnya, kebakaran pasca-Gempa Kanto 1923 menyebabkan kerusakan yang lebih parah daripada gempa itu sendiri. Kerusakan ini tidak hanya mengakibatkan biaya perbaikan besar, tetapi juga memperlambat bantuan darurat.
ADVERTISEMENT
Gempa bumi juga membawa dampak jangka panjang pada ekonomi, psikologis, dan lingkungan. Gempa Tohoku 2011, misalnya, menimbulkan kerugian ekonomi sekitar 200 miliar dolar AS dan memicu krisis nuklir di Fukushima. Selain itu, korban gempa sering mengalami trauma psikologis seperti depresi dan PTSD. Efek lingkungan akibat gempa, seperti kerusakan ekosistem dan dampak kebocoran nuklir, juga menimbulkan ancaman jangka panjang bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan.Meskipun Jepang telah mengembangkan sistem mitigasi dan respons bencana yang canggih, dampak gempa bumi tetap menjadi tantangan besar bagi negara ini. Pengalaman menghadapi bencana-bencana besar telah mendorong Jepang untuk terus meningkatkan ketahanan infrastrukturnya dan kesiapsiagaan masyarakatnya dalam menghadapi ancaman seismik yang terus-menerus.
Pemerintah Jepang telah berinvestasi besar untuk membangun infrastruktur dan masyarakat yang tangguh untuk menghadapi gempa bumi. Jepang pun berinvestasi besar untuk membangun infrastruktur dan masyarakat yang tangguh untuk menghadapi gempa bumi. Jaringan seismometer mencatat kejadian serupa terjadi setiap rata-rata lima menit (Japan Meteorological Agency, 2020). Jepang pun berinvestasi besar untuk membangun infrastruktur dan masyarakat yang tangguh untuk menghadapi gempa bumi.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Jepang telah belajar dari pengalaman gempa bumi yang terjadi di masa lalu. Mereka telah membangun rumah yang tahan gempa dan memiliki sistem peringatan dini yang sangat efektif. Mereka juga telah dilatih dengan baik dalam merespons guncangan tanah (Kawashima et al., 2017).
Jepang, dengan sejarah panjang menghadapi gempa bumi, telah menjadi contoh global dalam mitigasi dan ketahanan terhadap bencana seismik. Melalui pengalaman pahit dari bencana-bencana besar seperti Gempa Kanto 1923 dan Gempa Tohoku 2011, negara ini telah mengembangkan sistem penanggulangan bencana yang canggih, infrastruktur yang tangguh, dan budaya kesiapsiagaan yang kuat di kalangan masyarakatnya. Meskipun gempa bumi tetap menjadi ancaman serius, komitmen Jepang terhadap inovasi teknologi, perencanaan yang cermat, dan edukasi publik yang berkelanjutan telah secara signifikan meningkatkan kemampuannya untuk meminimalkan kerugian dan memulihkan diri dari bencana. Pengalaman Jepang menawarkan pelajaran berharga bagi negara-negara lain yang menghadapi risiko seismik serupa, menunjukkan bahwa dengan persiapan yang tepat dan ketahanan masyarakat, bahkan ancaman alam yang paling dahsyat pun dapat dihadapi dengan lebih efektif.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Kanamori, H. (1977). The energy release in great earthquakes. Journal of Geophysical Research, 82(20), 2981-2987. https://doi.org/10.1029/JB082i020p02981
Iwata, K., Ito, Y., & Managi, S. (2014). Public and private mitigation for natural disasters in Japan. International journal of disaster risk reduction, 7, 39-50. https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2013.12.005
Widiandari, A. (2021). Penanaman Edukasi Mitigasi Bencana pada Masyarakat Jepang. Kiryoku: Jurnal Studi Kejepangan, 5(1), 26-32 https://doi.org/10.14710/kiryoku.v5i1.26-33
Mori, N., Takahashi, T., & Yasuda, T. (2012). The 2011 Tohoku earthquake tsunami: A review of the disaster and its impact. Coastal Engineering Journal, 54(1), 1-23. https://doi.org/10.1142/S0578563412500015