Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Baginya, Indonesia Selalu Menjadi Rumah
19 November 2023 18:53 WIB
Tulisan dari Fatimah Marilyn tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemikiran saya (kala itu) menjadi WNI (Warga Negara Indonesia) yang tinggal lama dan bekerja di luar negeri akan membuat siapapun akan lupa dengan tanah airnya. Bagaimana tidak? Seringkali saya lihat di media sosial banyak diaspora bercerita tentang pengalaman hidup dan tinggal nyaman di luar negeri lalu memutuskan untuk berpindah kewarganegaraan menjadi WNA (Warga Negara Asing). Bagi sebagian dari mereka, Indonesia hanya lokasi tempat lahir dan tinggal. Namun, betapa salahnya saya setelah bertemu dengan sosok istimewa yakni Ibu Isti Diyati, sosok diaspora yang telah puluhan tahun tinggal di Australia, namun ke-Indonesia-annya tidak pernah luntur sedikitpun.
ADVERTISEMENT
Kesempatan saya berkenalan dengan Ibu Isti dimulai ketika saya bertugas di perwakilan RI di Canberra, Australia. Kebetulan saya ditugaskan pada Fungsi Penerangan, Sosial, dan Budaya. Penugasan saya inilah yang membuka kesempatan untuk bertemu dengan banyak sosok diaspora insipiratif, salah satunya Ibu Isti.
Sebagai perwakilan Indonesia di Australia, tentunya KBRI Canberra banyak melakukan kegiatan promosi dan pengenalan seni dan budaya Indonesia kepada publik. Pada suatu kesempatan di tahun 2019, saya bertugas untuk membuat kegiatan workshop batik dalam program Indonesian Cultural Circle (ICC) bagi anggota Women International Club of Canberra (WIC). Disitulah kemudian pertama kalinya saya bertemu dengan Ibu Isti yang menjadi salah satu sesepuh yang diundang sebagai tamu kehormatan dalam kegiatan workshop batik. Koleksinya yang tidak terhingga nilai seni dan budayanya bahkan kerap dipinjami kepada KBRI untuk ditempatkan untuk display acara.
ADVERTISEMENT
Bu Isti sendiri sudah lebih dari lima puluh tahun tinggal di Australia. Awal ketibaan beliau di Australia mengikuti suaminya yang kala itu diplomat berkebangsaan Australia. Bu Isti sempat didaulat sebagai Duta Budaya Indonesia di Australia berkat kecintaannya terhadap seni dan budaya Indonesia. Selain memiliki studio batik, Bu Isti rupanya juga sudah puluhan tahun mengajar berbagai tarian tradisional dari berbagai daerah di Indonesia kepada masyarakat di Canberra. Menurut penuturan beliau banyak anak-anak yang dahulu pernah belajar menari dengannya masih ingat dengan gerakan tarian bahkan hingga sudah dewasa. Kesaksian ini turut diamini oleh kedua putri Duta Besar Indonesia untuk Australia saat itu. Didi dan Alba menyampaikan testimoni bagaimana ketika mereka kecil mengikuti penugasan ayahanda yang diplomat belajar tari dengan Ibu Isti hingga kemudian, ketika sang Ayah kembali ke Australia sebagai Duta Besar, memori belajar tari dengan Ibu isti masih sangat membekas.
Selain mengajar tarian dan membatik, sebagai seoriang pegiat seni yang juga pengajar, banyak hal lain yang bisa dipelajari dari Bu Isti. Dalam berbagai kesempatan kegiatan kemasyarakatan KBRI, Bu Isti selalu menyempatkan diri untuk hadir. Alasannya, tinggal jauh dari Indonesia membuatnya selalu kangen dengan Indonesia. Dengan hadir pada berbagai kegiatan kemasyarakatan, beliau bisa mengobati rasa kangennya dengan berbincang dengan sesama WNI dan menikmati masakan Indonesia.
Berbincang dengan Bu Isti pasti tak pernah bisa sebentar. Ada saja hal baru yang bisa saya pelajari saat ngobrol dengan beliau. Satu hal yang pasti, bagi Ibu Isti kecintaannya terhadap Indonesia dan seni budayanya tidak mengenal lokasi. Beliau akan tetap mencintai Indonesia seumur hidupnya meskipun tinggal jauh dari tanah air. Baginya, Indonesia akan selalu jadi rumah hingga akhir hayatnya.
ADVERTISEMENT
Sehat selalu, Bu Isti. Semoga di kemudian hari kita bisa berjumpa dan ngobrol seru soal batik lagi.