Gugurnya Tenaga Kerja dan Himpitan Resesi di Tengah Pandemi

Fatkur Huda
Penyedu dan Penikmat Kopi
Konten dari Pengguna
4 Desember 2020 14:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fatkur Huda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Prediksi akan sebuah ancaman dalam pandemi semakin dirasakan oleh semua lapisan, baik masyarakat sipil maupun pemerintahan. Berlanjutnya pandemi hingga memasuki masa akhir tahun 2020, mengancam sektor-sektor strategis dalam penguatan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa resesi telah menyentuh nadi ekonomi di negara ini, tepatnya pada kuartal III-2020 ekonomi Indonesia minus 3,49 persen, melanjutkan laju ekonomi di kuartal II-2020 yang tercatat minus 5,32 persen.
Pada penghujung tahun ini terjadi banyak guncangan ekonomi yang secara tiba-tiba, baik pada sector mikro maupun makro. Berguguranya para pekerja disektor industry semakin menambah catatan kegagalan dalam melawan pandemi covid-19.
Bahkan pada bulan desember, pandemi seakan memasuki gelombang baru, semakin banyaknya para pejabat public yang tercatat positif Covid 19. Meraka yang rutin melakukan tes swab dan senantiasa terkontrol dalam melaksanakan protocol Kesehatan, masih dapat tersentuh oleh virus covid 19, lantas bagaimana mereka yang mengabaikan protocol kesehatan. Berkerumun, tanpa masker dan bahkan melakukan kontak fisik.
ADVERTISEMENT
Berhentinya dayung ekonomi
Ruang-ruang karya untuk mengais rejeki bagi angkatan kerja Indonesia semakin berguguguran, baik industry kecil, menengah maupun yang berskala besar. UMKM adalah salah satu yang pada awal pandemi terdampak, tutupnya gerai PKL maupun gerai-gerai modern menjadi gambaran bahwa semakin melemahnya daya beli masyarakat di tengah pandemi ini.
Angka pengangguran yang semakin meningkat akibat PHK yang dilakukan oleh industry padat karya menjadi alasan akan menurunya daya beli masyarakat. Masyarakat melakukan penahanan akan kebutuhan konsumsi yang sifatnya sekunder dan hanya memenuhi kebutuhan primer yang mendasar seperti bahan pokok untuk makan.
Hal tersebut kini berdapak pada pusat-pusat perbelanjaan yang menjual kebutuhan gaya hidup semata. Menurunnya pendapatan dan daya beli masayarakat memberikan efek domino bagi seluruh industry di negara ini. Pusat perbelanjaan (Mall) kini menyusul menjadi salah satu sector yang melemah dan akhirnya menutup oprasional.
ADVERTISEMENT
Persoalan itu tidak hanya berdampak pada berhentinya oprasional semata, melainkan menimbulkan diberhentinya para karyawan pada mall tersebut yang menambah catatan data pengangguran di Indonesia. Mengutip data yang dirilis BPS pada 5 November 2020 bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2020 sebesar 7,07 persen, terjadi peningkatan 1,84 persen poin dibandingkan dengan agustus 2019.
BPS juga menyampaikan bahwa terdapat 29,12 juta orang (14,28 persen) penduduk usia kerja yang terdapat Covid-19, terdiri dari pengangguran karena Covid-19 (2,56 juta orang), Bukan Angkatan Kerja (BAK) karena Covid-19 (0,76 juta orang), sementara meraka yang tidak bekerja karena Covid-19 (1,77 juta orang) dan penduduk bekerja yang mengalami pengangguran jam kerja karena Covid-19 (24,03 juta orang). Angka-angka tersebut adalah dayung ekonomi sebuah negara yang akhirnya harus diletakkan dan tidak dapat menjadi penggerak.
ADVERTISEMENT
Kebijakan dan strategi yang solutif
Pemerintah menjadi bagian utama dalam proses penyelesaain persoalan yang dihadapi oleh rakyatnya. Menjadi penanggung jawab utama akan pencegahan sebaran covid-19 serta memberikan ruang karya yang mampu diambil oleh mayarakat untuk tetap mampu menjaga stabilitas ekonomi dalam menjalani kehidupan.
Instrumen-instrimen yang telah dilakukan dalam rangka menyelesaikan persoalan tersebut hingga saat ini belum menunjukkan sebuah keberhasilan yang signifikan. Diberikanya stimulus berupa bantuan social bagi masyarakat terdampak hanya mampu menyelesaikan persoalan yang sangat individual/ sesaat. Bahkan masih terjadi persoalan pemerataan yang tersendat.
Masyarakat nyatanya hanya menerima bantuan tanpa melakukan perputaran uang tersebut untuk memenuhi kebutuhan dasar. Justru yang terjadi adalah mereka memilih menahan konsumsi dan atau memanfaatkan dana tersebut untuk kebutuhan yang justru tidak memeberikan dampak secara signifikan pada perputaran uang secara merata.
ADVERTISEMENT
Berikutnya adalah stimulus ekonomi yang dianggarankan triliunan dari anggaran negara masih belum cukup mampu memberikan pengamanan pada ruang usaha kecil menengah. Kondisi ini menjadi bagian yang tidak dapat menyelesaikan peningkatan putaran ekonomi pada setiap periodenya.
Pemerintah, melalui presiden telah menyampaikan akan ancaman angka pengangaruan dan serapan tenaga kerja yang sangat minim. Sehingga memerlukan restruktur regulasi dan birokasi yang ia anggap rumit. Maka pemerintah perlu menciptakan akan iklim usaha yang kondusif ditengah pandemic. Membuat undang-undang tidak lantas mengabaikan kepentingan masyarakat, melainkan mampu mengakomodasi aspirasi dari akar rumput.
Masyarakat membutuhkan ruang karya yang dapat digunakan untuk mengais rejeki agar supaya tetap mampu menjaga dapur agar tetap mengepul dan memberikan kekuatan daya beli. Menjaga stabilitas ekonomi adalah bagian terpenting namun menjaga Kesehatan ada pada posisi utama sehingga masyarakat mampu menemukan ketenangan dalam menghadapi pandemic, tanpa merisaukan persoalan ekonomi yang kurvanya semakin berjalan kekiri.
ADVERTISEMENT