Konten dari Pengguna

Hari Pangan Dunia dan Kemiskinan di Indonesia

Fatkur Huda
lecturer at Muhammadiyah University Surabaya
17 Oktober 2020 5:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fatkur Huda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi makanan 4 sehat 5 sempurna. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi makanan 4 sehat 5 sempurna. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Menjadi bagian dalam keseharian manusia, pangan merupakan kebutuhan primer yang tidak dapat digantikan. Maka manusia dalam mempertahankan ketahanan pangan perlu melakukan sebuah upaya-upaya produktif serta inovatif.
ADVERTISEMENT
Dalam peringatan Hari Pangan Dunia pada 16 Oktober 2020, menjadi sangat penting merefleksikan kembali bagaimana ketahanan pangan khususnya di Indonesia. Negara yang seharusnya memiliki kemampuan secara mandiri dalam menjamin ketersediaan pangan bagi masyarakatnya. Namun hingga saat ini kemiskinan masih menjadi hantu dalam dimensi kemandirian negara.
Indonesia mencanangkan program Food estate atau lumbung pangan yang berada di Kalimantan Tengah (Kalteng). Negara menyiapkan lahan seluas 30.000 hektare yang nantinya akan dikelola oleh Kementan dan Kemenhan dalam rangka menyiapkan kesediaan pangan dari hilir hingga ke hulu.
Ketahanan pangan menjadi isu yang sangat penting dan ramai dibahas diberbagai kalangan, baik pemerintahan, akademisi, aktivis lingkungan, dan masyarakat sipil lainnya. Semua diskusi itu mengarahkan bagaimana supaya negara mampu memberikan jaminan akan ketahanan pangan dengan mengoptimalkan sumberdaya alam dan tentunya didukung oleh sumberdaya manusia local.
ADVERTISEMENT
Pengelolaan pangan yang sejatinya setiap individu mampu menjamin ketersediaannya, namun menjadi masalah bagi masyarakat yang tidak memiliki keterampilan dan akses lahan. Sebagaimana masyarakat Indonesia yang masih terjerat dalam lingkaran kemiskinan dan bahkan tidak memiliki akses akan ketersediaan sumberdaya alam pada ruang adat masing-masing daerah.
Kemiskinan di Indonesia
Kemiskinan sebagai realitas sosial yang tumbuh lestari secara natural dalam peradaban manusia. Di tengah kondisi pandemi seperti saat ini, yang tidak mampu memberikan kepastian ekonomi, menjadikan situasi semakin tumbuh subur bermunculan masyarakat yang memasuki garis kemiskinan. Pada kesadaran etik manusia menempatkan kemiskinan sebagai musuh bersama yang harus dihapuskan, atau setidaknya diminimalisir (Hilman Latief, 2010).
Badan Pusat Statistik (BPS) per september 2019 menunjukkan data jumlah penduduk miskin di Indonesia adalah 24,97 juta orang atau 9,22 persen dari jumlah penduduk. Sedangkan pada masa pandemi Covid-19 diprediksi akan menaikkan angka pengangguran sampai dengan 12,49 persen atau sekitar 30,02 juta orang. Sehingga akan ada lonjakan kenaikan sekitar 3,27 persen.
ADVERTISEMENT
Hal ini akan memberikan dampak penambahan jumlah kemiskinan dan pengangguran pada scenario sangat berat yaitu bertambah 4,86 juta orang miskin dan penambahan 5,23 juta orang pengangguran yang akan masuk pada kelompok rentan miskin bahkan jika pandemi ini tidak segera membaik maka mereka terancam akan masuk pada kelompok orang miskin.
Ketahanan Pangan dalam Penguatan Ekonomi
Ketahanam pangan memiliki dimensi ruang yang cukup luas, mencangkup dimensi waktu, tujuan, dan bahkan dimensi social ekonomi masyarakat. Ketersediaan pangan harus menjadi bagian dari seluruh lapisan social ekonomi masyarakat hingga pada tingkat individu.
Pangan merupakan konsumsi utama manusia, sehingga pangan menjadi indicator dalam menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Tingginya konsumsi masyarakat Indonesia menjadikan pangan dalam rumah tangga memberikan kontribusi besar dalam perekonomian. Sehingga kebutuhan pangan masih tercatat sebagai komponen yang meningkat dibandingkan komponen lain.
ADVERTISEMENT
Dalam mempertahankan keberlangsungan konsumsi masyarakat maka negara harus mampu mempertahankan dan bahkan meningkatkan daya beli masyarakat baik dengan memberikan peluang dalam keterlibatan mengelola sumberdaya alam maupun dalam proses pembangunan suatu daerah.
Peet dan Hartwick (2009) mengatakan bahwa pembangunan pada prinsipnya menyimpan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dalam arti yang luas. Pendekatannya pun sangat varian mulai dari paradigma pertumbuhan, pemenuhan kebutuhan dasar hingga pemberdayaan masyarakat dengan menempatkan masyarakat sebagai sentral pembangunan.
Masyarakat dapat diposisikan sebagai objek atau menjadi orientasi sebuah pembangunan dan di posisi yang lain masyarakat diperankan sebagai subyek pembangunan. Semua ini tidak serta merta, melainkan dengan mempertimbangkan sumber daya manusia, sumber daya alam dan dibersamai dengan upaya kreativitas dan inovasi yang berbasis teknologi.
ADVERTISEMENT
Upaya negara dalam menjamin keberlangsungan ketahanan pangan dengan membuat lumbung pangan haruslah memperhatikan berbagai aspek, khususnya terkait dengan bagaiman ruang kelestarian alam dan nilai kearifan local suatu daerah. Jangan sampai pembangunan dalam rangka menciptakan ruang ketahanan pangan justru merebut kearifan local dan meninggalkan sumberdaya manusia di suatu daerah tersebut.