Petani dan Ekonomi Digital

Fatkur Huda
lecturer at Muhammadiyah University Surabaya
Konten dari Pengguna
30 September 2021 14:04 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fatkur Huda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.istockphoto.com/
zoom-in-whitePerbesar
https://www.istockphoto.com/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Akhir-akhir ini kita sering menyaksikan sebuah kondisi dilematis yang dialami oleh para petani di pedesaan, kurangnya tenaga kerja muda
ADVERTISEMENT
untuk terlibat pada sector pertanian, terbatasnya akses kebutuhan pupuk, saat adapun harga yang ditawarkan sangat mahal, disisi lain pada masa panen petani tersandra oleh tengkulak yang cenderung memainkan harga.
Kondisi di atas menjadi persoalan yang sangat pelik bagi masyarakat pedesaan yang mayoritas mata pencaharian sebagai seorang petani. Tanpa pilihan dan bahkan cenderung menjadi ruang produksi yang tidak mendapat tempat terbaik sebagai bagian tulang punggung penduduk suatu negara.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pertanian memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Baik dalam aspek serapan tenaga kerja maupun pada kontribusi pendapatannya.
Perubahan kondisi dengan kecepatan akses digital yang semestinya mampu memberikan dampak positif pada perkembangan pertanian di pedesaan justru berbanding terbalik. Akses digital dan teknologi yang semakin membaik menjadi pilihan para muda-mudi dalam memilih pekerjaan yang dianggap lebih menjanjikan.
ADVERTISEMENT
Tentu ini menjadi ruang yang tidak dapat disalahkan. Bahwa keinginan pemerintah dalam mendukung pertanian tidak diimbangi dengan kebijakan yang mampu mensejahterakan para petani dengan memutus rantai distribusi hasil produksi. Petani masih harus berhadapan dengan para tengkulak yang tentu memiliki peran dalam rantai distribusi.
Pertanian sebagai ruang yang memiliki kontribusi cukup besar untuk ketersediaan pangan, penyedia bahan mentah bagi industry, serta menghasilkan devisa negara melalui ekspor non migas. Bahkan sector pertanian mampu menjadi katup pengaman perekonomian nasional negara dalam menghadapi krisis ekonomi yang melanda Indonesia dalam menghadapi wabah.

Ekonomi Digital

Istilah ekonomi digital telah digunakan sejak tahun 1990-an, di mana sebagian besar definisi ekonomi digital berkembang melampaui ekonomi internet (nilai ekonomi yang berasal dari internet) untuk memasukkan kegiatan ekonomi dan sosial yang dihasilkan dari teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
ADVERTISEMENT
Konsep “ekonomi digital” adalah ekonomi yang didasarkan pada teknologi digital, konsep ini awalnya deperkenalkan oleh Don Tapscott yang ditulis dalam buku edisi pertamanya yang diberikan judul “The Digital Economy: Promise and Peril in the Age of Networked Intelligence” dan diterbitkan pada tahun 1996.
Tapscoott (1996) menyebut bahwa “ ekonomi digital”, juga disebut sebagai “ekonomi baru”, hal tersebut ditemukan dengan adanya penggunaan informasi digital secara eksklusif, tetapi ekonomi digital tidak hanya merujuk pada teknologi informasi dan komunikasi saja.
Peran informasi digital yang secara eksklusif telah memimpin selama dua dekade terakhir dan terjadi perubahan yang sangat signifikan sehingga menciptakan revolusi sosial dengan terbentuknya pasar-pasar digital yang mewarnai ruang public dan dengan mudah diakses oleh semua kalangan tanpa terbatas ruang dan waktu.
ADVERTISEMENT

Petani Harus Sejahtera

Berangkat dari dunia pertanian kita mengenal berbagai aspek sektor kehidupan, dari budaya hingga sebuah harga. Ada tradisi yang terjaga meski zaman telah bergeser pada teknologi. Semua itu menjadi bagian yang tidak akan terpisahkan oleh petani di pedesaan yang akan selalu merawat tanah kelahiran dengan nilai-nilai luhur.
Perhatian terhadap masalah pertanian, khususnya pangan telah lama menjadi perhatian para ahli. Perhatian itu muncul dengan sangat menonjol ketika hadir sebuah karta R.T Malthus pada akhir abad ke 18 (Rusli, 1989). Yang dilihat oleh Malthus bahwa pangan sebagai pengekang hakiki dari perkembangan penduduk, di samping pengekang-pengekang lainnya yang berbentuk pengekang segera.
Malthus memandang apabila tidak ada pengekang maka perkembangan penduduk akan berlangsung jauh lebih cepat daripada perkembangan produksi pangan (subsisten). Hal tersebut karena perkembangan penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan perkembangan pangan mengikuti deret hitung.
ADVERTISEMENT
Kondisi yang mendesak untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduk sebuah negara yang terus berkembang telah menyadarkan berbagai negara untuk selalu berusaha meningkatkan produksi pangan. Oleh karenanya, teknologi pertanian harus terus dikembangkan serta adanya regulasi yang adil dalam memberikan ruang yang luas bagi para petani untuk mengiringi peningkatan produksi pangan.
Petani harus diberikan ruang penyuluhan tentang teknologi dengan baik, sebagai ruang yang dapat didefinisikan sebagai suatu system pendidikan diluar sekolah (non formal) untuk para petani dan keluarganya dengan tujuan agar meraka tahu, mau, mampu dan berswadaya mengatasi masalahnya secara baik dan memuaskan dan tentunya berimplikasi untuk meningkatkan kesejahteraan (Wiriatmadja, 1990)
Petani yang memiliki kemampuan teknologi yang baik tentunya akan membawa kepada arah yang terbuka, bahkan akan semakin terbukanya ruang ekonomi digital sebagai pasar yang dapat diakses oleh para petani di pedesaan. Ketergantungan dan permainan harga oleh tengkulak akan semakin mampu diminimalisir, sehingga petani akan turut andil dalam membentuk pasar dan harga yang sempurna.
ADVERTISEMENT