Konten dari Pengguna

Hidup dari Usapan Kaca: Ketika Dua Ribu Rupiah Jadi Penopang Harapan

Fatkur Rahman Fauzy
Saya mahasiswa S1 Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret
1 Desember 2024 11:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fatkur Rahman Fauzy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pixabay.com/id/photos/search/gelandangan/
zoom-in-whitePerbesar
https://pixabay.com/id/photos/search/gelandangan/
ADVERTISEMENT
Di perempatan jalan, lampu merah jadi panggung untuk berbagai “atraksi.” Ada penjual koran yang siap lari kalau lampu hijau, ada abang tahu bulat yang kadang ikut nimbrung jualan, dan tentu, ada tukang lap kaca mobil sosok heroik yang berjuang menghidupi diri dari satu usapan kaca ke usapan berikutnya. Mereka hadir dengan selembar kain lap yang sudah lebih cocok jadi sejarah daripada alat, plus botol semprotan kecil yang isinya sering diragukan pengemudi.
ADVERTISEMENT
Sekilas, jasa lap kaca ini memang sederhana: sekali usap, dua ribu rupiah meluncur. Tapi, sebelum berpikir "alah, cuma dua ribu," coba cek angka berikut. Berdasarkan data dari BPS tahun 2022, biaya hidup minimum di Jakarta untuk kebutuhan dasar itu sekitar Rp1.984.000 per bulan. Artinya, kalau si tukang lap ini cuma mengandalkan upah lap-melap, dia perlu ngelap minimal 33 mobil per hari dan itu kalau semua pengemudi nggak pura-pura buta, dan benar-benar mau bayar.
Faktanya? Nah, ini masalahnya. Banyak pengemudi lebih pilih kasih tatapan kosong ke arah jalan, atau pura-pura angkat telepon saat tukang lap kaca mulai mendekat. Padahal, dua ribu per mobil itu untuk mereka adalah "upah standar." Nggak ada THR, nggak ada kenaikan gaji, apalagi bonus. Satu mobil dua ribu, dan kalau sudah puas melap kaca dari pagi sampai sore, paling mereka pulang bawa Rp40.000-Rp50.000 dan itu kalau hari sedang "baik."
ADVERTISEMENT
Angka ini mungkin buat kita kelihatan kecil, tapi buat mereka ya cuma itu pilihannya. Masalahnya, hidup di Jakarta makin mahal. Data dari Urban Poverty Project tahun lalu bilang, biaya hidup naik sekitar 4,5 persen per tahun di ibu kota, terutama buat barang-barang pokok. Harga tahu bulat aja naik, masak tukang lap kaca harus tetap dengan dua ribu per usap?
Di sisi lain, kerjaan mereka ini kan berisiko. Panas-panasan, ngisep asap knalpot, belum lagi kadang ketemu pengemudi yang tiba-tiba main gas saat mereka sedang asyik-asyiknya ngelap. Sering kali mereka dipandang sebelah mata, dianggap mengganggu, padahal sebenarnya mereka cuma cari cara untuk hidup.
Jadi, waktu lampu merah di perempatan, mungkin ada baiknya kasih mereka dua ribu rupiah yang bisa kita anggap sekadar kembalian parkir. Karena buat mereka, dua ribu itu lebih dari sekadar upah; itu adalah bagian dari perjuangan. Lagipula, mobil yang kita bawa harganya puluhan sampai ratusan juta, masa ngasih dua ribu aja pakai perhitungan? Mari sedikit lebih berempati, sedikit lebih menghargai, karena hidup kadang sebercanda itu. Mereka bertahan dengan upah usapan kaca, sementara kita bertahan dengan alasan untuk nggak ngeluarin uang kecil.
ADVERTISEMENT
Fatkur Rohman Fauzy, S1 Pendidikan Kimia UNS