Bermaaf-Maafan Saat Lebaran: Tradisi Atau Kewajiban?

Fatma Eka Safira
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Jakarta
Konten dari Pengguna
3 Juni 2020 15:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fatma Eka Safira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber gambar: faktualnews.co
zoom-in-whitePerbesar
sumber gambar: faktualnews.co
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setelah satu bulan melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadan, hari raya idulfitri atau lebaran memang sangat ditunggu oleh semua umat Muslim di dunia sebagai hari kemenangan. Idulfitri yang mengandung makna fitrah atau kembali suci yang berarti keadaan suci tanpa dosa dan kesalahan. Bagi umat Muslim di Indonesia, idulfitri dijadikan hari raya utama karena idulfitri sebagai momen berkumpulnya sanak keluarga. Banyak tradisi di Indonesia yang dilakukan turun-temurun yang sudah menjadi hal wajib untuk dilakukan.
ADVERTISEMENT
Tradisi Saat Lebaran
Tradisi perayaan idulfitri atau lebaran dilakukan di mana sebagian besar masyarakat Indonesia mudik. Mudik menjadi agenda wajib masyarakat rantau dengan tujuan untuk berkumpul dan merayakan lebaran bersama keluarga. Tentunya pada saat lebaran berbagai hidangan populer saat lebaran pun disajikan seperti makan ketupat dan opor ayam yang memang akrab di tengah masyarakat Muslim saat perayaan lebaran. Tak hanya itu, di setiap rumah biasanya mempunyai kue khas lebaran yang berbeda dari rumah lainnya.
Selain itu, tradisi memberikan uang thr atau angpao, tradisi tersebut biasanya para orangtua atau sanak saudara memberikannya ke anak-anak. Saat perayaan lebaran tradisi memakai baju baru masih melekat di tengah masyarakat walaupun hanya sebagai simbol, tetapi tradisi baju baru selalu identik dengan perayaan lebaran dengan memakai pakaian terbaik. Menjelang hari lebaran, tradisi menabuh bedug dan mengumandangkan takbir keliling juga selalu disambut oleh masyarakat sebagai tanda kemenangan setelah melewati sebulan berpuasa. Biasanya tradisi tersebut dilakukan oleh anak-anak dengan pawai keliling kampung.
ADVERTISEMENT
Sebagai momentum untuk menyambung tali persaudaraan sesama umat, selama perayaan idulfitri juga dapat ditemukan berbagai keragaman dalam hal meminta maaf. Ada yang dikenal sebagai budaya sungkem, yaitu budaya meminta maaf kepada orangtua dengan cara duduk di lantai, sedangkan orang tua duduk di atas kursi. Budaya sungkem biasanya disaksikan dalam budaya Jawa dengan maksud sebagai wujud permohonan maaf dan rasa hormat kepada orang tua.
Pada suasana lebaran, tradisi bermaaf-maafan juga dilakukan dengan suasana yang lebih formal yaitu dengan mengadakan halalbihalal. Budaya halalbihalal sudah menjadi budaya bermaaf-maafan khas bangsa Indonesia. Dalam KBBI, halalbihalal adalah kegiatan maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, yang biasanya diadakan di sebuah tempat. Halal-bihalal dimaksudkan sebagai kegiatan silaturahmi dan bermaaf-maafan.
ADVERTISEMENT
Maaf-Maafan Tradisi Atau Kewajiban?
Pada momen hari raya lebaran memang sudah tidak asing lagi dengan budaya maaf-maafan. Seperti yang diketahui ada tradisi bermaaf-maafan dengan sungkem dan halalbihalal. Menjadi manusia pemurah dengan memaafkan sesama umat adalah amal saleh yang dianjurkan dalam Islam. Seperti dalam surat Al-A’raf ayat 199 yang artinya “jadilah engkau pemaaf dan serulah orang-orang mengerjakan yang makruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh”.
Jika sekarang orang mengidentikkan momen hari raya lebaran sebagai waktu untuk minta maaf tidak ada salahnya. Sebenarnya tidak ada waktu atau momen khusus untuk manusia saling bermaaf-maafaan, karena semua waktu itu baik dimanfaatkan untuk meminta maaf. Pada dasarnya memaaf-mafaan adalah soal keikhlasan hati untuk meminta dan memberi maaf. Masyarakat Indonesia memang mengidentikkan momen idulfitri sebagai momen yang paling baik untuk bersilaturahmi dengan meminta maaf. Hal tersebut tidak ada tuntutannya dalam agama, melainkan hanya tradisi.
ADVERTISEMENT
Tradisi bermaaf-maafan pada saat lebaran sangat positif, masyarakat sepakat bahwa hari raya lebaran adalah waktu yang paling baik untuk saling meminta maaf, karena sebagai hari kemenangan dengan subtasnsi kembali ke fitri atau suci. Proses untuk menjadi suci, seluruh kesombongan manusia dipendam agar menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Secara metafor, kembali ke suci berarti lahirnya kembali seorang Muslim selama beribadah sebulan harus mampu menguatkan keislamannya tanpa hati benci, iri, dengki dan bersih dari dosa dan kemaksiatannya.
Rasulullah bersabda, “dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya), kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat)”, (HR. Muslim, no.2588). Arti kemuliaan orang yang pemaaf yaitu dengan seseorang yang dimuliakan hatinya karena sifat yang mudah memaafkan orang lain. Oleh karena itu, baiknya untuk tidak mengkhususkan hari untuk bermaaf-maafan, karena hal tersebut adalah kewajiban umat yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul untuk diterapkan di setiap waktu kehidupan kita.
ADVERTISEMENT
Lebaran tahun ini mungkin terasa beda, Sekertaris Jendral MUI Anwar Abbas mengimbau agar umat Islam tidak melakukan tradisi lebaran berupa bersalaman untuk saling memaafkan secara langsung di tengah pandemik covid-19. Meskipun pemerintah dan MUI mengimbau physical distancing di tengah pandemik, tradisi dan kewabijan silaturahmi bermaaf-maafan tetap harus dilakukan secara virtual melalui aplikasi online tanpa bertatap muka langsung. Dengan begitu kegiatan silaturahmi tetap berjalan sesuai anjuran pemerintah.