Konten dari Pengguna

Menilik Perkembangan Bahasa Indonesia dalam Manuskrip Oendang-Oendang Atjeh

Fatma Eka Safira
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Jakarta
9 Desember 2020 13:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fatma Eka Safira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sumber: khastara.perpusnas.go.id
zoom-in-whitePerbesar
sumber: khastara.perpusnas.go.id
Jika kita bernostalgia dengan sejarah Bahasa Indonesia, ejaan Van Ophuijsen dikenal sebagai ejaan yang pertama kali diberlakukan di Indonesia pada masa jajahan Belanda. Ejaan Van Ophuijsen merupakan sistem ejaan latin untuk Bahasa Melayu di Indonesia. Pencetus sistem ejaan tersebut adalah Charles Adriaan van Ophuijsen, seorang sarjana Bahasa Melayu yang berkebangsaan Belanda, ia lahir di Solok, Sumatera Barat, pada tahun 1856 dan pernah menulis mengenai Bahasa Batak dan Minangkabau. Charles Adriaan van Ophuijsen dibantu dengan Engku Nawawi Soetan Makmoer dan Moh. Taib Sultan Ibrahim, diberi tugas oleh pemerinah Belanda untuk menetapkan aksara Latin untuk Bahasa Melayu. Hasil pembakuan tersebut dikenal dengan Kitab Logat Melajoe yang dipakai pada tahun 1901 sampai tahun 1947. Beberapa tahun berikutnya, pada tahun 1904 pemerintah Belanda mengangkatnya menjadi guru besar ilmu bahasa dan kesusastraan Melayu di Universitas Leiden. Karya besarnya sebagai ahli linguistik turut memengaruhi perkembangan bahasa dan sastra di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Penggunaan aksara Latin di Nusantara dapat dilihat dari manuskrip-manuskrip Melayu yang tersebar di Nusantara. Manuskrip menurut KBBI adalah naskah tulis tangan yang menjadi kajian filologi; atau naskah tulisan tangan (dengan pena, pensil) maupun ketikan (bukan cetakan). Pemakaian aksara Latin salah satunya terdapat dalam manuskrip yang berjudul Oendang-Oendang Atjeh en Nasihat yang ditemukan di laman Khastara Perpustakaan Nasional yaitu web yang menyediakan 8324 koleksi judul naskah kuno dengan mudah yang dapat diakses oleh seluruh dunia. Manuskrip Oendang-Oendang Atjeh en Nasihat door L.B.T Leohd Noerdin ditulis di Weltevreden, pada 23 Februari 1927. Weltevreden adalah daerah tempat tinggal utama pinggiran Batavia, tepatnya Weltevreden mengarah hampir seluruh bagian daerah Jakarta Pusat sekarang.
ADVERTISEMENT
Manuskrip tersebut digitalisasi dan diterbitkan oleh Perpustakaan Nasional Indonesia pada 23 Juni 2009 dengan nomor panggil ML 533, nomor katalog 635934. Manuskrip Oendang-Oendang Atjeh en Nasihat beraksara Latin dan berbahasa Melayu dengan ejaan Van Ophuijsen, berjumlah 32 halaman; 22 x 34 cm; Ukuran Sampul 22 x 34 cm. Ukuran Blok Teks 19 x 30 cm; 39 baris/halaman yang disalin ulang oleh Jumsari Jusuf di Jakarta, pada 4 Juni 1969.
Oendang-Oendang Atjeh en Nasihat berisi 105 pasal dalam 5 bab, berisi hukum yang mana seluruh rakyat Aceh dan orang pendatang yang berkunjung ke Aceh harus menaati aturan dalam undang-undang yang tertulis. Pada manuskrip tersebut pasal-pasal yang tertulis salah satunya sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Pasal jang ke’ampat: 4
Dibawa Hoeloebalang itoe kepada Doeli Hadlarat pedoeka Sri Soelthan jang berdoedoek sematjam di atas Baley Baitoer-Rahman; disamboetkan Hoeloebalang itoe serta dengan diberi hormat sebagaimana atoeran adat jang sediakala, jang telah dilazimkan di dalam negeri Atjeh Bandar Daroessalam, sebegimana kadarnja masing-masing hak disamboet dengan Kehormatan meriam.

pasal keempat Oendang-Oendang Atjeh en Nasihat. sumber: khastara.go.id
Pada manuskrip Oendang-Oendang Atjeh en Nasihat menggunakan ejaan Van Ophuijsen yang memiliki ciri dengan penggunaan bunyi [u] ditulis oe, bunyi [y] ditulis j, bunyi [j] ditulis dj, dan bunyi [c] ditulis tj. Melalui manuskrip Oendang-Oendang Atjeh en Nasihat yang telah digitalasasi, dapat kita temukan dan pelajari perkembangan khazanah bahasa Indonesia yang memiliki unsur ejaan Van Ophuijsen. Selain itu, manfaatnya bukan hanya untuk ilmu pengetahuan dan bahasa saja, tetapi juga menyelamatkan dan melestarikan budaya yang ada di Indonesia.
ADVERTISEMENT