Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
PLTS vs PLTU, Siapakah Juaranya?
19 Februari 2022 21:11 WIB
Tulisan dari Fatur Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat ini pasokan energi terbesar di Indonesia masih didominasi oleh sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan bahan bakar fosil. Dengan porsi energi gas bumi sebesar 19,3 %, minyak bumi sebesar 31,2 %, batubara sebesar 38,0 %, dan sisanya Energi Baru Terbarukan (EBT) hanya sebesar 11,5 % di tahun 2021.
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) menjadi bagian dari Energi Baru Terbarukan (EBT) yang memanfaatkan energi matahari sebagai sumber untuk menghasilkan listrik. Sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) memanfaatkan bahan bakar fosil, dalam hal ini batubara, untuk menghasilkan listrik.
ADVERTISEMENT
Kedua jenis pembangkit ini sama-sama memberikan manfaat bagi masyarakat dalam hal memberi pasokan listrik. Lantas siapakah yang mampu bertahan dengan tantangan dunia kedepannya?
Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2019-2028, porsi penyediaan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 30% dan 70% energi fosil, sedangkan untuk tahun 2021-2030 sebesar 48% untuk EBT dan 52% untuk fosil. Porsi EBT dinaikkan sebesar 18% sedangkan porsi energi fosil diturunkan hingga menjadi 52%.
Peningkatan target EBT dan penurunan energi dengan bahan bakar fosil bukan semata-mata tanpa sebab. Pemerintah telah melakukan kajian serta menimbang dari berbagai keadaan dan tantangan yang akan dihadapi negara kedepannya. Dari segi lingkungan, EBT lebih ramah lingkungan dan diyakini mampu menghasilkan energi bersih tanpa harus memberikan dampak polusi dan emisi yang berlebih kepada lingkungan sekitar pembangkit.
ADVERTISEMENT
Jika kita mengingat kembali hasil Paris Agreement 2015, Indonesia telah berkomitmen kepada dunia untuk melakukan upaya menurunkan emisi gas rumah kaca dan bergerak aktif mencegah terjadinya perubahan iklim. Salah satu upaya untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) tahun 2060 adalah dengan meningkatkan kapasitas EBT serta menurunkan kapasitas pembangkit dengan bahan bakar fosil seperti PLTU.
President Director dari PT Radiant Utama Interinsco Tbk, Sofwan Farisyi, menyampaikan bahwa “Seiring dengan berjalannya waktu kita memperbaiki visi misi kita, dari oil and gas company menjadi energy company”, ujarnya saat memberikan materi kepada 57 mahasiswa program Gerilya Kementerian ESDM batch 2, Kamis (17/2/2022).
Memang bukanlah hal yang mudah bagi pelaku industri untuk memutar haluan ke sektor yang berbeda. Tetapi mau tidak mau industri harus mengikut perkembangan yang terjadi di dunia saat ini, salah satunya sektor EBT yang telah menjadi salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan poin ke-7 tentang energi bersih dan terjangkau untuk semua negara di dunia.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari itu semua, Koordinator Komunikasi dan Layanan Informasi Publik Kementerian ESDM, Ariana Soemanto, menjelaskan bahwa “Di tahun 2020, Indonesia masih memiliki porsi cadangan energi fosil yang terbukti dan potensial untuk kedepannya. Untuk minyak bumi sebanyak 4,2 milliar Barel, gas bumi 62,4 trilliun cubic feet, dan batubara 38,8 milliar ton. Dengan masing-masing umur cadangan terbukti selama 9 tahun untuk minyak bumi, 18 tahun untuk gas bumi, dan 69 tahun untuk batubara dengan asumsi tidak ada penemuan cadangan terbukti baru.” ujarnya saat memberikan materi kepada 57 mahasiswa program Gerilya Kementerian ESDM batch 2, Kamis (17/2/2022).
Namun pada faktanya, demi terwujudnya Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060, ada beberapa rencana program pemerintah menuju NZE tersebut, salah satunya yaitu upaya pengembangan pembangkit EBT yang dimana diprioritaskan untuk PLTS serta Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang sudah habis masa kontraknya tidak akan lagi diperpanjang.
ADVERTISEMENT
PLTU merupakan salah satu penyumbang utama emisi gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya perubahan kondisi iklim di Indonesia dan dinilai kurang baik jika tetap dipertahankan mengingat target dan komitmen Indonesia terkait Gas Rumah Kaca (GRK) di tahun 2060.
Maka dari itu, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) hadir sebagai solusi energi bersih guna mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan poin ke-7 tentang energi bersih dan terjangkau, juga solusi memenuhi target NZE di tahun 2060.
Dengan meningkatnya kapasitas energi di sektor EBT khususnya PLTS diharapakan mampu memberikan dampak baik bagi pemerintah dan masyarakat khususnya agar lebih bisa menikmati udara yang bersih secara merata.