Konten dari Pengguna

Potensi Kekayaan Energi Baru Terbarukan di Indonesia, Sudahkah di Manfaatkan?

Fatur Rahman
Electrical Engineering of Lampung University
27 Februari 2022 19:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fatur Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : penulis
zoom-in-whitePerbesar
sumber : penulis
ADVERTISEMENT
Dilansir dari kemlu.go.id, menyatakan bahwa “Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau yang dihuni lebih dari 360 suku bangsa. Hal ini membuat Indonesia kaya akan keragaman budaya dan tradisi serta memiliki pemandangan alam yang sangat indah”. Selain dijuluki sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia juga dijuluki sebagai Heaven of Earth karena Indonesia dinilai memiliki kekayaan alam yang melimpah.
ADVERTISEMENT
Berbicara tentang kekayaan alam, tentu tidak lepas dengan pembahasan terkait energi. Kekayaan alam batubara yang dimiliki Indonesia mayoritas dialokasikan sebagai bahan baku untuk menghasilkan energi listrik melalui Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) misalnya. Pemanfaatan PLTU sebagai penghasil energi listrik saat ini memang tidak diragukan lagi kinerjanya. Sudah banyak kontribusi PLTU dan pembangkit konvensional lainnya dalam penyediaan pasokan listrik bagi rakyat Indonesia hingga saat ini.
Disisi lain, Indonesia perlu mengamati lebih jauh terkait akibat dan dampak buruk yang dihasilkan dari pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau pembangkit konvensional lainnya terhadap lingkungan dan efek jangka panjang yang akan terjadi jika pembangkit-pembangkit ini terus dipertahankan. Bagaimana pandangan pemerintah terkait hal ini? Simak penjelasannya dibawah ini!
ADVERTISEMENT
Tenaga Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Ketenagalistrikan, Dr. Sripeni Inten Cahyani, menyampaikan bahwa “Pemerintah sudah benar untuk memberhentikan pembangunan PLTU batubara. Sekarang kita alihkan pembangunannya ke renewable energy. Mari bertransformasi dan bertransisi ke Energi Baru Terbarukan (EBT) yang telah dikaruniai Tuhan untuk kita yang belum tentu dimiliki oleh negara lain”, ujarnya saat penyampaian materi kepada 57 gerilyawan batch 2 dari 29 kampus, Kamis (24/2/22).
Paparan oleh Tenaga Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Ketenagalistrikan, Dr. Sripeni Inten Cahyani saat penyampaian materi kepada 57 gerilyawan batch 2 dari 29 kampus, Kamis (24/2/22).
Jika kita melihat gambar diatas, menunjukkan bahwa negara-negara diluar Indonesia sudah menggunakan seluruh potensi energi yang dipakai untuk memproduksi listrik. Misalnya, negara tetangga terdekat kita, Malaysia, dengan luasan wilayah sekitar 1/6 kali wilayah Indonesia sudah mampu menghasilkan konsumsi listrik per kapita sebesar 5097 kwH sedangkan Indonesia masih di kisaran 1039 kwH.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan gambar diatas, Indonesia dengan luas wilayah terluas ke-5 dengan luasan 1.811.570 km² baru hanya memanfaatkan energi solar <0,01 TWh (Terra Watt). Dibanding dengan Malaysia dan Vietnam yang telah memanfaatkan solar masing-masing sebesar 0,8 TWh dan 5,9 TWh. Padahal Malaysia hanya memiliki luas wilayah sebesar 328.550 km². Dan Vietnam hanya memiliki luas wilayah 310.070 km² kurang lebih 1/6 luas wilayah Indonesia. Sekarang kita lihat negara Filipina yang sudah memanfaatkan energi solarnya sebesar 11,2 TWh. Sebelas kali lipat sudah lebih maju dalam hal energi solar dibanding Indonesia. Padahal, Indonesia sendiri lebih memiliki letak geografis yang sangat mendukung. Kita baru membandingkan dengan negara yang berada di Asia Tenggara, belum ke Negara Eropa, Timur Tengah, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Jika diamati kembali, Indonesia masih sangatlah jauh dalam pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) ini. Dan pemanfaatan terbesar Indonesia masih di sektor batubara. Pemerintah telah berkomitmen untuk mencapai target bauran 23% EBT di tahun 2025. Berbagai upaya terus dilakukan untuk mencapai target tersebut, mulai dari pemanfaatan air, udara, hingga cahaya matahari untuk menghasilkan energi listrik.
Dibanding PLTS, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) harus tangan besi dari pemerintah karena aspek sosial yang dirasakan masyarakat sangat tinggi. Untuk membangun PLTA harus dimulai dari sekarang karena ia membutuhkan waktu lebih dari 5 tahun dibanding PLTS yang bisa dikerjakan paling cepat kisaran 1,5 tahun sudah bisa beroperasi, tutur Bu Sripeni saat penyampaian materi zoom bersama 57 mahasiswa magang kampus merdeka di Kementerian ESDM.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari suara.com, Indonesia juga mendapat julukan sebagai Zamrud Khatulistiwa. Julukan ini disematkan karena Indonesia tepat berada di garis khatulistiwa (ekuator). Dan ini merupakan sebuah keuntungan bagi Indonesia untuk mengoptimalkan energi surya yang memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber utama untuk menghasilkan listrik.
Beberapa jenis Energi Baru Terbarukan (EBT) yang bisa dimanfaatkan oleh Indonesia antara lain, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu, Surya, Bioenergi, Panas Bumi, Air, dan PLTS Atap. Adapun tambahan kapasitas pembangkit listrik EBT di Indonesia tahun 2021 sebesar 654,76 MW, terdiri dari 260 MW PLTA Poso Peaker, 90 MW PLTA Malea, 146,2 MW dari 3 unit PLTP, 16,5 MW PLT Bioenergi, 111,25 MW dari 18 unit PLTM, dan 30,81 MW dari 7 unit PLTS & PLTS Atap.
ADVERTISEMENT
Konsekuensi pemerintah untuk membangun renewable energy adalah konsekuensi yang sangat tepat karena memanfaatkan energi lokal yang logistics cost nya tidak ada.
Maka dari itu, potensi untuk meningkatkan jumlah konsumsi listrik per kapita masih terbuka lebar. Untuk memanfaatkan lahan-lahan sebagai tempat untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) juga masih terbuka lebar. Tinggal kita mau memanfaatkannya atau tidak.