Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Episode Baru Perang Iran dan Israel
15 April 2024 10:37 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Faujan Aminullah, S,Hub Int tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bumi Israel kembali bergetar kencang dalam ketegangan yang mencekam. Serangan udara oleh Iran menghujani langit Israel, serangan ini dilakukan hanya berselang empat belas haris setelah Israel melakukan serangan terhadap Kedutaan Besar Iran yang berada di Suriah yang menelan sejumlah penasehat militer Iran. Tak ayal, serangan Iran ke Israel itu, memulihkan duka dan reputasi politik Iran yang semula dipermalukan oleh Israel terhadap serangannya yg belum lama. Dengan serangan Iran ke Israel, banyak yang beranggapan Israel mendapat lewan sebanding. Dengan meluasnya perang melibatkan Iran, membawa angin segar bagi Palastina dan rival politik AS memasuki babak baru peperangan. Bagaimana lanskap kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam babak baru perang Iran dan Israel?
ADVERTISEMENT
Setidaknya, ada dua negara adidaya yang paling berkepentingan dalam perang ini, yakni Rusia dan AS. Pada titik ini terlihat, Iran dan Rusia disatu pihak serta AS dan Israel dipihak lain memainkan peran dengan kepentingan strategi geopolitik masing-masing, yakni membangun daya gentar kepada lawan dengan meningkatkan kekuatan militer. Dalam konteks ini, tampaknya Iran lebih percaya diri ketimbang Israel. Sekutu Israel sejauh ini masih belum solid. Adapun AS masih gamang, setidaknya disebabkan tiga hal. Pertama, Amerika tampaknya masih neghitung, takut kalah kalkulasi. Wajar saja, jika kebijakannya salah dikhawatirka, justru akan merugikan kepentingannya, tidak saja Israel melainkan juga dikawasan Timur Tengah. Perlu diingat bahwa kawasan tersebut memegang peranan krusial dalam agenda kepentingan Barat.
ADVERTISEMENT
Kemampuan Iran dalam senjata nuklir tidak bisa dianggap sepele, bahkan AS sendiri mengakuinya. Dalam konteks eskalasi konflik ini, keberpihakan terhadap Israel bisa menghambat upaya AS dalam mengendalikan Iran. Ancaman yang ditimbulkan oleh senjata nuklir Iran tidak hanya sebatas dalam konteks pembatasan kemampuan produksi senjata nuklir, tetapi juga memiliki implikasi serius dalam strategi geopolitik di Timur Tengah. Hal ini menjadi momok yang mengkhawatirkan bagi keamanan AS dan Israel. Penting untuk dicatat bahwa kekhawatiran AS terhadap Iran sudah termanifestasikan sejak lama, terutama terungkap dalam diplomasi AS di PBB New York pada tahun 2018. Keputusan AS untuk meninggalkan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) diharapkan dapat menerapkan kembali (snapback) embargo senjata atas Iran berdasarakan resolusi-resolusi sebelumnya. Namun jauh panggang dari api, keluarnya AS justru membuka ruang bagi peningkatan stok uranium dan kapasitas pengayaan uranium oleh Iran. Hal ini menciptakan realitas politik baru yang menghawatirkan bagi Israel.
ADVERTISEMENT
Namun disisi lain, Israel menjadi bagian penting untuk AS dalam mempertahankan pengaruh dikawasan tersebut. Alasan itu yang menarik AS harus tetap melibatkan diri dalam perang eskalasi ini. Sejalan dengan hal itu, sesaat setelah serangan Iran, Joe Biden secara terang-terangan menyatakan rencananya untuk mengirimkan kekuatan militer guna mendukung pertahanan Israel. Dalam pakem diplomatik, bahwa sikap yang menunjukkan keberpihakan dapat diartikan sebagai bentuk dukungan yang tegas, itu diberikan Amerika Serikat terhadap Israel.
Sekalipun AS mendukung penuh Israel dalam ekskalasi itu, kekuatan Iran dan dibantu sekutunya Rusia tidak dapat diremehkan. Dalam catatannya Fred Zakaria menguraiakan bahwa, di dunia saat ini terjadi pergeseran kekuatan, dan tidak didominasi lagi oleh AS. Kutub kekuatan baru sudah menampakan kemampuannya, termasuk Rusia dan Cina. Rasa percaya diri dua negara ini bangkit lagi sehingga berkeras menanam pengaruhnya di Arab Timur Tengah dan Iran, lebih-lebih Rusia dengan terbuka melakukan kerja sama dengan Iran.
ADVERTISEMENT
Jika perang ini terus berlanjut, dan terutama jika terjadi gangguan terhadap kepentingan militer strategis dan politik energi di wilayah tersebut, pertanyaan yang muncul adalah apakah kita akan menyaksikan munculnya sebuah konflik berkepanjangan di Iran dan Israel dengan ciri-ciri perang dingin seperti masa lalu.
Perang dingin, sebagai periode yang ditandai oleh ketegangan antara dua blok ideologis yang bersaing, mungkin tidak lagi relevan dalam konteks saat ini. Namun, ada kemungkinan bahwa konflik ini akan mengalami transformasi menjadi sesuatu yang serupa dengan perang dingin, tetapi dengan fokus yang lebih terkait dengan pertimbangan geopolitik dan politik energi.
Pertama, dalam hal geopolitik, rivalitas antara Amerika Serikat dan Rusia dapat memainkan peran penting dalam membentuk dinamika konflik di Timur Tengah, terutama melalui dukungan yang mereka berikan kepada pihak yang saling bertentangan, yaitu Israel dan Iran. Jika persaingan ini terus berlanjut, kemungkinan besar akan terjadi peningkatan eskalasi konflik di wilayah tersebut. Kedua, aspek politik energi juga merupakan faktor yang sangat penting. Timur Tengah memiliki cadangan minyak dan gas alam yang sangat besar, yang membuatnya menjadi pusat perhatian bagi negara-negara dengan kepentingan ekonomi yang kuat. Gangguan terhadap pasokan energi dari wilayah ini dapat memiliki dampak serius pada ekonomi global, sehingga negara-negara dengan kepentingan di sana akan berusaha untuk menjaga stabilitas dan kontrol atas sumber daya tersebut. Dalam konteks ini, kemungkinan terjadinya metamorfosis konflik menjadi sesuatu yang menyerupai perang dingin adalah sangat mungkin. Jika Iran dan Israel tidak dapat menyelesaikan konflik mereka secara damai, maka pertarungan di bidang politik, ekonomi, dan militer kemungkinan akan terus berlanjut dalam bentuk yang lebih terstruktur dan terorganisir, mirip dengan dinamika perang dingin masa lalu.
ADVERTISEMENT