news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Menyoal Pembatalan Calon Kepala Daerah

Fauzi Heri
Advokat, Pemerhati Pemilu dan Demokrasi
Konten dari Pengguna
13 Januari 2021 11:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fauzi Heri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Fauzi Heri (Advokat, Pemerhati Pemilu dan Demokrasi)

ADVERTISEMENT
Putusan Bawaslu Lampung Nomor 02/Reg/L/TSM-PW/08.00/XII/2020 yang membatalkan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilkada) Bandar Lampung terpilih membuat masyakarat dan pemerhati Pemilu gempar. Pasalnya, putusan itu ditetapkan pada saat proses penyelenggaraan Pilkada telah hampir selesai.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data KPU Kota Bandar Lampung, prosentase perolehan suara masing-masing Pasangan Calon (Paslon) yaitu, Eva-Dedy 57,30 %, Yusuf-Tulus 21,45 %, dan Rycko-Johan 21,21 %. Paslon Eva-Dedy dilaporkan oleh kuasa hukum Paslon Yusuf-Tulus ke Bawaslu Provinsi Lampung atas dugaan pelanggaran TSM sekaligus juga dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi.
Vox Populi Vox Dei
Pasal 135A ayat (10) UU 10 Tahun 2016 mengamanatkan kepada Bawaslu membuat Peraturan Bawaslu untuk mengatur penanganan pelanggaran administrasi pemilihan. Amanat UU Pilkada tersebut sekaligus menjadi sumber wewenang Bawaslu dalam menerbitkan Peraturan Bawaslu Nomor 9 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penanganan Secara Pelanggaran Administrasi Pilkada yang terjadi Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM). Pasal 13 ayat (2) Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2020 tersebut mensyaratkan laporan pelanggaran administrasi pemilihan TSM disampaikan sejak tahapan penetapan peserta pemilihan sampai dengan hari pemungutan suara.
ADVERTISEMENT
Frase kata batas waktu penyerahan laporan pelanggaran administrasi pemilihan TSM “disampaikan sampai dengan hari pemungutan suara” inilah yang kemudian menimbulkan banyak tafsir. Hal itu menyusul adanya ketentuan yang diatur UU Pilkada bahwa batas waktu pemungutan suara di TPS adalah hingga pukul 13.00 hari pemungutan suara. Setelah batas waktu pukul 13.00 tersebut, maka tahapan pemungutan suara di TPS dinyatakan selesai dan selanjutnya dilakukan penghitungan suara.
Selanjutnya Pasal 157 ayat (4) UU Nomor 10 Tahun 2016 mengatur bahwa peserta pemilihan dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota kepada Mahkamah Konstitusi. Ketentuan ini membatasi kewenangan penyelesaian pelanggaran oleh Bawaslu, yaitu sampai dengan pemungutan suara atau dikenal dengan sebutan sengketa proses. Sedangkan sengketa terkait hasil pemilihan merupakan kewenangan hakim di Mahkamah Konstitusi.
ADVERTISEMENT
Konsep ini sesuai dengan postulat hanya hakim yang merupakan wakil Tuhan di dunia yang boleh membatalkan suara rakyat karena suara rakyat adalah suara Tuhan (vox populi vox dei). Dengan demikian, maka kewenangan Bawaslu dalam membuat putusan berisi sanksi bagi Paslon yang terbukti melanggar TSM adalah sampai dengan batas waktu pemungutan suara.
Sedangkan tafsir lain yang digunakan Bawaslu Provinsi Lampung dalam menerima laporan dugaan pelanggaran TSM adalah hari pemungutan suara yaitu hari Rabu, tanggal 9 Desember 2020 yang berakhir pada pukul 00.00 WIB. Dugaan Pelanggaran TSM Eva-Dedy dilaporkan pada pukul 23.00 WIB atau menjelang pergantian hari.
Bawaslu Lampung kemudian menyatakan laporan memenuhi syarat untuk disidangkan pada tanggal 15 Desember Tahun 2020. Pada saat itu, seluruh PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) di Kota Bandar Lampung telah menyelesaikan rapat pleno rekapitulasi perolehan suara. Bahkan KPU Kota Bandar Lampung pada keesokan harinya juga menggelar rapat pleno dan menetapkan hasil perolehan suara dalam sebuah Surat Keputusan (SK) tentang Rekapitulasi dan Penetapan Perolehan Suara Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Bandar Lampung Tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan adagium suara rakyat adalah suara Tuhan, maka kedudukan Majelis Pemeriksa Bawaslu Provinsi bukanlah hakim yang menjalankan kekuasaan yudikatif. Desain kelembagaan Bawaslu adalah menjalankan kekuasaan eksekutif di bidang pengawasan Pemilu. Oleh karena itu, Bawaslu tidak berhak membatalkan suara rakyat.
Sehubungan dengan norma ini, maka putusan Bawaslu Lampung 02/TSM yang isinya membatalkan pasangan calon pada saat perolehan hasil suara telah ditetapkan, dapat dinilai telah melampaui kewenangan sehingga menimbulkan persoalan hukum.
Pasangan Calon dan Pasangan Calon Terpilih
Norma yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 dan diubah terakhir dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada), memposisikan dua status seseorang yang menjadi pasangan calon dalam pelaksanaan Pilkada. Di dalam UU Pilkada tersebut terdapat dua norma yaitu Pasangan Calon dan Pasangan Calon Terpilih.
ADVERTISEMENT
Pasangan calon terdefinisi sebagai orang yang ditetapkan telah memenuhi syarat sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. Dasar hukum pengesahan sebagai pasangan calon adalah ketetapan (beschickking) yang ditetapkan dalam ketetapan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. Sedangkan pasangan calon terpilih adalah calon yang memperoleh suara terbanyak dalam Pilkada sesuai ketentuan yang ada.
Calon yang memperoleh suara terbanyak itu kemudian ditetapkan sebagai calon terpilih oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. Pasal 105 ayat (8) UU 8 Tahun 2015 mengatur bahwa setelah membuat Berita Acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara, KPU Kabupaten/Kota menetapkan pasangan calon terpilih dalam Pleno KPU Kabupaten/Kota dalam waktu paling lama 1 (satu) hari.
ADVERTISEMENT
Dosen hukum Universitas Andalas Khairul Fahmi dalam diskusi yang diselenggarakan Perludem, Senin (11/01/2021) menjelaskan Pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak dalam proses penghitungan suara, secara otomatis telah memperoleh SK Penetapan sebagai Calon dan SK Penetapan Pasangan calon terpilih yang berisi penetapan perolehan suara masing-masing pasangan calon peserta Pilkada.
Jika pelanggaran TSM itu dinyatakan terbukti oleh Bawaslu Provinsi, lalu muncul pertanyaan apakah Bawaslu Provinsi tetap memiliki kewenangan membatalkan calon jika KPU Kabupaten/Kota hasil Pilkada telah ditetapkan?
Kewenangan yang diberikan oleh UU Pilkada kepada Bawaslu hanya terbatas membatalkan pasangan calon sebagai peserta pemilihan. Konsekuensi hukum administrasinya adalah Bawaslu Provinsi hanya memiliki wewenang membatalkan SK penetapan pasangan calon sebagai peserta pemilihan, tetapi tidak memiliki wewenang untuk membatalkan SK penetapan pasangan calon terpilih.
ADVERTISEMENT
Pilkada Tanpa Pemenang
Sekali lagi Khairul Fahmi berpendapat bahwa putusan Bawaslu Provinsi Lampung yang memerintahkan KPU Kota Bandar Lampung untuk memdiskualifikasi Eva-Dedy sebagai peserta pemilihan tanpa mempertimbangkan adanya SK penetapan calon terpilih adalah perbuatan yang tidak cermat. Seharusnya Bawaslu Lampung hanya memutuskan bahwa laporan pelanggaran TSM terbukti dan selanjutnya menyerahkan persoalan tersebut kepada Mahkamah Konstitusi.
Persolan hukum kembali menjadi rumit, ketika Pemohon mencabut permohonan yang telah diregistrasi oleh MK. Pemohon beralasan putusan Bawaslu Lampung 02/TSM yang membatalkan Paslon Eva-Dedy meskipun masih dilakukan upaya hukum ke Mahkamah Agung, bukan merupakan sengketa hasil pemilihan.
Seandainya kita boleh berandai-andai, jika pembatalan Paslon Eva-Dedy diperkuat oleh Mahkamah Agung, namun SK penetapan hasil Pilkada Kota Bandar Lampung yang menempatkan Paslon Eva-Dedy sebagai pemenang Pilkada tidak dibatalkan, maka penyelenggaran Pilkada Kota Bandar Lampung tidak memiliki pemenang untuk diusulkan pengesahan pelantikannya kepada Presiden. Akibatnya, perlu diselenggarakan Pilkada ulang. ****
ADVERTISEMENT
Fauzi Heri (Advokat, Pemerhati Pemilu dan Demokrasi)