Konten dari Pengguna

Indonesia Krisis Peran Ayah: Bagaimana Dampak Psikologis pada Anak?

fauziah zanishar
Mahasiswa - Universitas Airlangga, Faculty of Fisheries and Marine - Fishery Product Technology
14 Juni 2023 10:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari fauziah zanishar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi keluarga bercerai. Foto: koleksi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi keluarga bercerai. Foto: koleksi pribadi
ADVERTISEMENT
Indonesia menjadi negara ‘fatherless’ peringkat tiga di dunia sedang menjadi perbincangan hangat di dunia maya. Lalu apakah fatherless itu? Fatherless atau father absence, father loss, father hunger, father deficit dan fatherlessness, dipahami di Indonesia sebagai ketidakhadiran sosok ayah.
ADVERTISEMENT
Fatherless merupakan hilangnya sosok ayah dalam masa tumbuh kembang anak. Hilang yang dimaksud bukanlah hilang kehadirannya secara fisik namun juga secara psikologis. Hal ini terjadi pada anak-anak yatim atau anak-anak yang dalam kehidupan sehari-harinya tidak dekat dengan ayahnya.
Penyebab anak tidak memiliki hubungan yang dekat dengan ayahnya bisa jadi karena perceraian atau permasalahan pernikahan orang tua, dan bisa jadi sang ayah yang tidak ikut andil dalam mengurus anak. Salah satu faktor utama dari kondisi ‘fatherless’ pada anak di Indonesia adalah perceraian orang tua.
Hal ini dibuktikan dengan jumlah kasus perceraian yang terjadi di Indonesia mencapai 516.244 kasus pada tahun 2022. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah tersebut meningkat sebanyak 15,3% dibandingkan tahun 2021 dengan jumlah kasus yakni 447.743.
Ilustrasi anak dan ayah. Foto: Shutter Stock
Faktor lainnya adalah kurangnya andil seorang ayah dalam merawat anak. Hal ini bisa terjadi karena ayah merasa telah sibuk bekerja, sehingga berpikiran bahwa merawat anak adalah tugas ibu.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Zwitsal, faktanya hanya ada 21% ayah Indonesia yang mau merawat bayinya dan hanya 9% Ayah Indonesia yang mau memandikan bayinya. Padahal keterlibatan ayah dalam mengurus bayi berperan penting dalam aspek psikologis dan emosional anak.
Seorang anak tidak mampu menyadari sepenuhnya bahwa ia tengah mengalami kondisi fatherless, sampai ia merasakan sendiri dampak dari kondisi tersebut pada dirinya. Data penelitian dalam Journal of Marriage and the Family menyebutkan bahwa kehilangan peran ayah dapat membuat anak memiliki masalah dengan gangguan kecemasan dan depresi hingga menjadi pasien psikiatri.
Disebutkan dalam Journal of the American Academy of Child & Adolescent Psychiatry ketiadaan peran-peran penting ayah dapat berdampak pada perilaku anak, seperti terlibat aktivitas seksual dini, penyalahgunaan obat-obatan, gangguan mood, terlibat kenakalan yang serius bahkan tindak kriminal.
ADVERTISEMENT
Masalah perilaku-perilaku tersebut muncul dipengaruhi oleh ketidakhadiran ayah dalam kehidupan anak untuk memberikan batasan yang tegas atas tingkah laku yang baik. Sehingga anak tidak memiliki patokan dalam berperilaku.

Bagaimana Dampak Absennya Sosok Ayah pada Psikologis Anak?

Ilustrasi anak dan ayah mencuci mobil. Foto: Shutter Stock
Disebutkan dalam Prosiding Seminar Nasional Psikologi UMS ketiadaan peran-peran penting ayah dapat berdampak pada rendahnya harga diri (self esteem) anak ketika dewasa, juga perasaan kesepian (loneliness), kecemburuan (envy) dan kedukaan (grief) serta rasa kehilangan (lost) yang amat sangat pada anak.
Kehilangan peran ayah juga berpengaruh dalam rendahnya kontrol diri (self control) anak, bahkan anak dapat memiliki inisiatif yang rendah dan kurangnya keberanian dalam mengambil risiko. Selain itu juga berpengaruh dalam psychology well being anak dan kecenderungan memiliki neurotik pada anak perempuan.
ADVERTISEMENT
Akibat-akibat psikologis yang telah disebutkan dapat berdampak pada penyimpangan perilaku dan ketidakbermaknaan hidup anak. Maka dari itu peran ayah sangatlah penting pada masa tumbuh kembang anak.