Konten dari Pengguna

Pola Pikir Cetek Para Perundung Pemain Naturalisasi Timnas Indonesia

Fauzil Azhim
Mahasiwa Informatika Angkatan 2024 Universitas Sebelas Maret, Surakarta
3 Desember 2024 14:52 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fauzil Azhim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi media sosial yang digunakan untuk perundungan/ https://www.pexels.com/id-id/foto/foto-tangan-memegang-smartphone-hitam-2818118/
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi media sosial yang digunakan untuk perundungan/ https://www.pexels.com/id-id/foto/foto-tangan-memegang-smartphone-hitam-2818118/
ADVERTISEMENT
Perundungan terhadap pemain naturalisasi yang memperkuat timnas Indonesia telah menjadi fenomena yang memprihatinkan di dunia sepak bola Indonesia. Kritik terhadap pemain naturalisasi ini sering kali muncul dari pola pikir yang cetek dan kurang berwawasan. Pemain naturalisasi yang seharusnya memberikan kontribusi positif justru kerap menjadi sasaran perundungan, baik di media sosial maupun di ruang-ruang publik lainnya. Fenomena ini tidak hanya merugikan para pemain itu sendiri, tetapi juga merusak moral dan semangat tim serta penggemar sepak bola nasional. Artikel ini akan mengulas pola pikir cetek di balik perundungan tersebut, fakta-fakta yang mendasarinya, serta kritik dari berbagai tokoh publik yang baru-baru ini mengemuka terkait isu ini.
ADVERTISEMENT
Perundungan- Perundungan pun banyak dilakukan melalui media sosial terhadap para pemain naturalisasi timnas sepak bola Indonesia. Hal ini tentunya sangat tidak patut mengingat bahwa ini sudah termasuk ke dalam cyber bullying. Beberapa tokoh publik dan politik yang baru baru ini melontarkan kritiknya adalah Peter Gontha, Mantan Duta Besar Indonesia untuk Polandia ini mengungkapkan kekhawatirannya melalui media sosial mengenai status kewarganegaraan pemain naturalisasi. Ia berpendapat bahwa pemain tersebut mungkin hanya menggunakan status WNI sementara dan akan meninggalkan kewarganegaraan Indonesia setelah karier mereka selesai. Pernyataan ini memicu banyak reaksi negatif dan perdebatan di media sosial, yang dianggap sebagai bentuk perundungan terhadap pemain naturalisasi. Selain itu ada Rocky Gerung, Akademikus dan filsuf Indonesia, Menurutnya, hal tersebut (naturalisasi pemain timnas Indonesia) menciptakan euforia semu karena mayoritas pemain bukan hasil dari pembibitan pemain muda lokal. Menurutnya juga lebih baik kita kembali ke masa sepak bola kita yang biasa saja dengan mayoritas pemain lokal daripada saat ini dengan pemain naturalisasi. Serta yang masih hangat hangatnya adalah komentar Nuroji, Anggota Komisi X DPR RI, Nuroji mengaku tidak terlalu bangga atas pencapaian timnas Indonesia saat ini, karena skuad timnas Indonesia tidak banyak diisi oleh pemain-pemain asli Indonesia. Bahkan disekitar kita juga banyak orang orang seperti mereka yang berpendapat bahwa pemain naturalisasi merupakan penjajahan terhadap pemain lokal. Pengalaman pribadi pernah saya mendapati ketika sedang diadakan nobar atau nonton bareng di suatu tempat itu ketika ada pemain lokal yang mencetak gol sementara pemain naturalisasi tidak melakukan sedemikian rupa mereka mengatakan tentang “lokal pride” yang dimana maksudnya adalah menyudutkan bahwa pemain lokal aslinya lebih bagus daripada para pemain naturalisasi. Banyak juga ketika pemain naturalisasi membuat kesalahan mereka seakan akan lupa bahwa pemain lokal pun banyak melakukan hal yang sama. Mereka seakan dibutakan dengan ego mereka sehingga memilih menaruh semua kesalahan kepada para pemain naturalisasi.
ADVERTISEMENT
Perundungan terhadap pemain naturalisasi tidak hanya berdampak buruk pada individu yang bersangkutan, tetapi juga pada tim secara keseluruhan. Perundungan ini dapat mengakibatkan penurunan motivasi dan performa pemain. Dalam beberapa kasus, tekanan dari publik dan media sosial dapat membuat pemain merasa tidak nyaman atau tidak diterima, sehingga mempengaruhi kepercayaan diri mereka di lapangan. Lebih jauh lagi, perundungan ini juga dapat merusak citra sepak bola Indonesia di mata internasional. Negara-negara lain mungkin akan melihat Indonesia sebagai negara yang tidak inklusif dan tidak menghargai kontribusi dari berbagai latar belakang. Hal ini tentu merugikan dalam Upaya membangun hubungan baik dengan pemain asing yang mungkin tertarik untuk menjadi bagian dari timnas di masa depan.
Berkat adanya pemain naturalisasi level timnas Indonesia kini dapat bersaing di Asia. “Level kita saat ini bukan di Asia Tenggara. Level kita Asia kita harus tau itu” ujar Justinus Lhaksana salah satu pundit tanah air. Kedatangan beberapa pemain seperti Jay Idzes, Tom Haye, Ragnar Oratmangoen, Justin Hubner, Calvin Verdonk membuat permainan timnas kita diluar ekspektasi kita. Mungkin permainan timnas yang sekarang dulunya hanya ada di mimpi kita saja namun kita harus sadar bahwa timnas sepak bola kita sudah berkembang. Defense yang solid berkat adanya Jay Idzes dan Calvin Verdonk. Lini Tengah yang jalan karena sentuhan manis Thom Haye. Serta Serangan yang tajam dari Ragnar dan Rafael Struick tentunya membuat kita punya harapan untuk bersaing di Putaran Ketiga Piala Dunia 2026 Zona Asia.
ADVERTISEMENT
Melihat keadaan seperti ini tentunya kita berkewajiban untuk memberi energi positif bagi timnas kita. Tentunya dengan selalu mendukung dan memberi kritik yang membangun kita sudah termasuk berkontribusi dalam perkembangan timnas sepak bola Indonesia. Dari sini tentunya kita harus senantiasa menjadi pagar atau tembok benteng pertahanan terhadap komentar negatif kepada para pemain timnas Indonesia. Semua pemain adalah sama yaitu warga Indonesia mereka sudah melakukan sumpah dan bersedia berjuang dengan sepenuh hati bagi timnas kita. Kita tentunya akan turut bangga jika timnas kita berhasil masuk ke piala dunia tahun mendatang itu merupakan cita cita bangsa ini yang mayoritas cinta dengan sepak bola.