Usia Minimum Hakim MK Naik, Langkah Mundur bagi Indonesia?

Fayez Ghazi Mutasim Adesta
Saya Fayez Ghazi Mutasim Adesta, lulusan Bachelor of Laws dari International Islamic University Malaysia. Saat ini saya sedang menempuh studi Magister saya di bidang Kajian Terorisme di SKSG, Universitas Indonesia.
Konten dari Pengguna
21 September 2020 13:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fayez Ghazi Mutasim Adesta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang baru saja disahkan DPR telah menyebabkan polemik di tanah air. Banyak yang tidak setuju dengan revisi ini, salah satunya ialah Lembaga Riset Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) yang menilai bahwa Revisi kepada UU MK ini berpotensi cacat formil dan inkonstitusional. Alasan atas pendapat ini adalah dikarenakan proses revisi UU yang berlangsung secara tidak terbuka dan juga terkesan seperti tergesa-gesa.
ADVERTISEMENT
Salah satu perubahan yang menurut saya sangat menarik untuk didiskusikan adalah perubahan usia minimum untuk Hakim Mahkamah Konstitusi yang sebelumya 47 tahun menjadi 55 tahun. Dapat diasumsikan bahwa alasan kenapa DPR merubah usia minimum menjadi 55 tahun adalah karena banyak yang berpendapat semakin tua usia, semakin bijaksana individu tersebut.
Menurut saya hal ini tidaklah benar dikarenakan tidak adanya korelasi secara ilmiah antara usia dan kebijaksanaan seseorang. Merujuk kepada penelitian yang dilakukan beberapa waktu lalu, puncak tingkat produktivitas seseorang adalah diantara usia 30 sampai 40 tahun.
Disamping itu, Indonesia adalah salah satu dari sedikit negara di dunia yang memberikan hak memilih kepada warganegara yang baru menginjak usia 17 tahun, ini secara tidak langsung membuktikan bahwa usia dewasa di Indonesia jauh lebih cepat dibanding negara-negara lain. Maka sangat tidak beralasan jika di negara dimana pemuda diberikan hak untuk bersuara di pemilihan umum sejak usia dini tetapi untuk menjadi seorang Hakim Konstitusi, seseorang harus menunggu sampai usia 55 tahun. Menurut pendapat saya, Indonesia harus lebih open terhadap pemuda dalam aspek manapun, legislatif, eksekutif maupun yudikatif.
ADVERTISEMENT
Naiknya usia minimum ini juga akan meningkatkan perbedaan usia minimum untuk menjadi Presiden dengan usia minimum untuk menjadi Hakim MK. Merujuk kepada Pasal 169 Huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, usia minimum untuk seseorang menjadi Presiden/Wakil Presiden adalah 40 tahun. Ini berarti ada perbedaan 15 tahun antara usia minimum Presiden/Wakil Presiden dan usia minimum Hakim MK. Perbedaan yang sangat jauh ini tidak wajar dan beralasan karena meskipun tugas kedua jabatan ini tidak sama, beban keduanya samalah berat.
Akhir sekali, saat ini, 3 dari 9 Hakim MK yaitu, Yang Mulia Prof. Saldi Isra, Yang Mulia Dr. Daniel Yusmic dan Yang Mulia Prof. Aswanto dilantik pada saat mereka belum berusia 55 tahun dan mereka sangatlah berhak untuk menduduki posisi sebagai Hakim MK. Ini membuktikan bahwa naiknya usia minimum Hakim MK adalah satu revisi yang tidak beralasan dan bisa dianggap sebagai langkah mundur bagi Indonesia.
ADVERTISEMENT