Kebiasaan Ngaret yang Membudaya

Caesar Fayyadh
Mahasiswa jurnalistik di Politeknik Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
18 Juni 2022 16:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Caesar Fayyadh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Jam Tangan: Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Jam Tangan: Pexels.com
ADVERTISEMENT
Jika pada saat ini anda tinggal di Indonesia, tentu sudah tidak asing lagi dengan kata ngaret. Kata tersebut bagaikan makanan sehari-hari dalam kehidupan kita. Kebiasaan datang terlambat yang dilakukan oleh banyak orang, membuat ngaret bagaikan kebiasaan yang sudah membudaya dalam kehidupan warga Indonesia.
ADVERTISEMENT
Bagaikan hal yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari, tak jarang, dalam berbagai kegiatan ada saja hal yang membuat pelaksanaan sebuah acara tidak sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Tentu kebiasaan diatas membuat banyak orang merasa dirugikan, terlebih apabila telah berusaha untuk datang tepat waktu.
Mulai dari telat melaksanakan kelas karena banyak mahasiswa yang terlambat, telat datang saat janjian dengan teman, hingga jadwal rapat yang molor akibat para karyawan yang telambat. Mulai dari perencanaan yang sederhana hingga krusial sering menerima dampak buruk dari kebiasaan mengulur-ulur waktu satu ini.
Maka, bisa dibilang bahwa hampir semua orang di negara ini pernah terlambat atau ngaret. Lantas, yang menjadi pertanyaan, apakah kebiasaan ini sudah menjadi budaya warga Indonesia, atau hanya sebuah kebiasaan yang dapat berubah pada akhirnya. Jika melihat dari segi sosiologi dan budaya, kebiasaan ngaret sangat dipengaruhi oleh pola pikir warga Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pola pikir warga Indonesia yang gemar menunda pekerjaan ditengarai menjadi faktor utama dari budaya ngaret ini. Pertimbangan lain dalam kemunculan kebiasaan ini adalah rendahnya nilai menghargai waktu yang dimiliki kebanyakan warga Indonesia. Kedua hal diatas diperparah dengan rasa tidak bersalah yang dimiliki oleh orang-orang yang sering datang terlambat dan membuat orang lain menunggu lama.
Faktor lain yang membuat warga Indonesia menjadikan ngaret sebagai budaya adalah adanya pemakluman terhadap kebiasaan negatif tersebut. Pemakluman yang dilakukan membuat ngaret menjadi sebuah kebiasaan dan budaya baru yang hadir dalam kehidupan bermasyarakat di negeri ini.
Dengan beberapa pemahaman diatas, kita tentu dapat mengartikan bahwa kebiasaan ngaret akan membuat budaya negatif baru yang memberikan efek buruk bagi kehidupan sosial masyarakat. Dampak buruk yang diberikan tidak hanya kepada orang lain namun juga terhadap seseorang yang sering ngaret tersebut. Misalnya, mengalami kegagalan dalam bidang akademis akibat sering telat mengumpulkan tugas kuliah.
ADVERTISEMENT
Berkaca dengan kebiasaan dan pola pikir masyarakat Indonesia yang suka ngaret, tentu hal tersebut dapat memengaruhi kualitas masyarakat. Hal tersebut dikarenakan ketika melakukan sesuatu yang sederhana seperti datang tepat waktu saja tidak dapat dilakukan.
Memang, keterlambatan dapat dimaklumi apabila dikarenakan sesuatu yang mendesak. Namun, apabila keterlambatan yang terjadi dilakukan dengan sadar dan sengaja, kita dapat menilai bahwa orang tersebut tidak bisa menghargai waktu dan kewajibannya.
Keterlambatan seperti diatas jika dimaklumi dapat membuat kebiasaan buruk yang dapat membudaya bagi masyarakat Indonesia.
Lantas, bagaimana cara mengatasi kebiasaan ngaret yang seolah menjadi budaya ini? Sebenarnya, kebaiasaan ini dapat diubah dengan mengembangkan kesadaran yang ada dalam diri kita.
Dalam hal ini, kesadaran tiap orang di uji, apakah mereka memiliki rasa kemanusiaan tinggi dan menghargai waktu orang lain atau malah menganggap keterlambatan sebagai masalah sepele yang tidak usah diperdulikan.
ADVERTISEMENT
Maka, dalam mengatasi permasalahan ini, kita juga harus melakuakn introspeksi terhadap diri kita sendiri. Kita harus menanyakan kepada diri kita, apakah kita sudah menghargai waktu dan orang lain.
Hal diatas memang terlihat sederhana, namun dengan membangun kebiasaan untuk menghargai kedua hal tersebut dapat memberikan perubahan, karena perubahan besar dapat dimulai dengan sesuatu yang sederhana.