Efektifkah Dana Desa.

Faza Alfansuri
Jurnalis, Content Creator, dan Novelis
Konten dari Pengguna
10 Desember 2019 10:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faza Alfansuri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dana desa sering kali di salah gunakan oleh aparat desa, terlebih ada isu desa hantu/siluman.
http://banten.co/
Secara umum, daerah Pedesaan atau Perdesaan merupakan wilayah geografis yang berada diluar kota dan kota. Pedesaan mencakup semua populasi, perumahan, dan wilayah yang tidak termasuk kedalam daerah perkotaan apapun yang tidak termasuk Urban (bersifat kekotaan) dianggap pedesaan. Daerah pedesaan biasanya memiliki kepadatan penduduk rendah dan permukiman kecil. Area pertanian umumnya pedesaan, seperti juga jenis kawasan lainnya yaitu hutan, Definisi ini menurut Departemen Kesehatan dan Layanan Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Tentu setiap Negara memiliki definisi pedesaan yang berbeda-beda untuk tujuan statistik dan administratife, sementara menurut Negara Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, Desa adalah kesatuan Masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan hak trasdional yang diakui dan dihormati dalam system pemerintah.
Dalam mengatur Desa atau Pedesaan pemerintah telah mencantumkan dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014, didalamnya terdapat aspek-aspek untuk mensejahterakan masyarakat terutama melalui Dana desa yang tertulis dalam Pasal 72 ayat (1) huruf b dan ayat (2) Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, salah satu sumber pendapatan Desa berasal dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
ADVERTISEMENT
Tentunya hal ini menjadi sebuah langkah positif dari pemerintah khususnya pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) untuk mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera khususnya di daerah pedesaan yang identik dengan kemiskinan. Dana desa pertama kali digelontorkan pada tahun 2015 dengan jumlah anggaran sebesar Rp 20,76 triliun, adapun penyerapannya mencapai 82% sampai akhir tahun.
Jika kita melihat sepak terjang dari dana desa, diawal penyerapannya masih rendah, dikarenakan ketidak siapan aparat desa yang menerima dana sebesar itu. Tapi Presiden berkomitmen membangun desa, “karena kalau tidak pernah dimulai maka tidak aka ada kemajuan dalam pembangunan desa.” Tutur presiden Jokowi.
Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya angaran dana desa pada tahun selanjutnya yaitu 2016 menjadi Rp 46,9 triliun, kemudian Rp 60 triliun pada tahun 2017, tahun 2018 naik menjadi Rp 70 triliun, dan 2019 70 triliun. Melihat besarnya dana yang dikucurkan pemerintah kesetiap desa telah menghasilkan beberapa kemajuan tercatat Dari data otoritas pedesaan, dana desa yang digelontorkan selama periode 2015 - 2018 - per tanggal 12 Desember 2018 - memang telah berhasil membangun 191.600 kilometer jalan desa, dan 58.931 unit irigasi. NamunNamun, triliunan dana desa tak hanya menghasilkan sekedar jalan dan irigasi. Dana tersebut berhail membangun 1.140.378 meter jembatan, hingga 8.983 unit pasar desa. Kemudian, 37.840 kegiatan BUMDES, 5.371 unit tambatan perahu, 4.175 unit embung, 19.526 unit raga desa, 192.974 unit penahan kayu, hingga 959.569 unit air bersih.Selanjutnya, adalah 240.587 unit MCK, 9.692 unit poliklinik desa, 29.557.992 meter drainase, 50.854 unit pendidikan anak usia dini, 24.820 posyandu, dan 45.169 unit sumur.
ADVERTISEMENT
Sebuah kebijakan tentu ada plus dan minusnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis ada 110 kasus penyelewengan dana desa dan alokasi dana desa sepanjang 2016-10 Agustus 2017. Dari 110 kasus itu, pelakunya rata-rata dilakukan kepala desa alias Kades. Dari 139 aktor, 107 di antaranya merupakan kepala desa," kata peneliti ICW, Egi Primayogha, di kantornya, Kalibata, Jumat (11/8/2017). Selain itu, pelaku korupsi lainnya adalah 30 perangkat desa dan istri kepala desa sebanyak 2 orang. Egi menyebut dari 110 kasus tersebut, jumlah kerugian negaranya mencapai Rp 30 miliar.
Data tersebut ia akui berdasarkan berbagai sumber media hingga data aparat penegak hukum. Adapun sejumlah bentuk korupsi yang dilakukan pemerintah desa, yaitu penggelapan, penyalahgunaan anggaran, penyalahgunaan wewenang, pungutan liar, mark up anggaran, laporan fiktif, pemotongan anggaran, dan suap. Dari sejumlah bentuk korupsi itu, ada 5 titik rawan korupsi dalam proses pengelolaan dana desa yaitu dari proses perencanaan, proses pertanggungjawaban, monitoring dan evaluasi, pelaksanaan, dan pengadaan barang dan jasa dalam hal penyaluran dan pengelolaan dana desa.
ADVERTISEMENT
Adapun sejumlah modus korupsi yang dipantau ICW, antara lain membuat rancangan anggaran biaya di atas harga pasar, mempertanggungjawabkan pembiayaan bangunan fisik dengan dana desa padahal proyek tersebut bersumber dari sumber lain. Modus lainnya meminjam sementara dana desa untuk kepentingan pribadi namun tidak dikembalikan, lalu pemungutan atau pemotongan dana desa oleh oknum pejabat kecamatan atau kabupaten. Modus lainnya itu adalah penggelembungan atau mark up pembayaran honor perangkat desa dan mark up pembayaran alat tulis kantor (ATK).
Serta memungut ajak atau retribusi desa namun hasil pungutan tidak disetorkan ke kas desa atau kantor pajak. Contoh lainnya yaitu pembelian inventaris kantor dengan dana desa namun diperuntukkan secara pribadi, pemangkasan anggaran publik kemudian dialokasikan untuk kepentingan perangkat desa, serta melakukan kongkalikong proyek yang didanai dana desa.
ADVERTISEMENT
Melihat duasisi ini baik negatif atau positif tidak di pungkiri bahwa dana desa lebih fokus ke pembangunan infrastruktur, pemerintah harus meningkatkan pengawasannya kembali dan bekerja lebih keras lagi demi mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera, karena jika pedesaannya sudah sejahtera maka seluruh masyarakat Indonesia akan ikut sejahtera karena angka kemiskinan yang ada di pedesaan lebih besar ketimbang angka kemiskinan yang ada diperkotaan, dana desa ini pun menjadi ujung tombak bagi kemajuan desa karena kemanfaatannya langsung dirasakan oleh masyarakat desa.
Jika dana desa ini malah terus di korupsi oleh oknum-oknu pemerintah atau aparat desa tentu ini hal yang sangan menghawatirkan, dana desa malah tidak akan berdampak karena uangnya tidak sampai atau tidak dirasakan oleh masyarakat yang ada di desa, belum lagi isu desa hantu yang tentu merugikan negara. Maka sekiranya pemerintah membuat sebuah kebijakan mengenai transfaransi dalam penggunaan dana desa ini kepada setiap desa dan memberikan pengarahan dalam mengunakan dana desa yang digelontorkan oleh pemerintah, demi tercapainya masyarakat yang lebi sejahtera karena tidak dipungkiri dana desa sampai saat ini belum terlalu efektif mensejahterakan masyarakat desa.
ADVERTISEMENT