Konten dari Pengguna

Pilkada 2018, Stop Politik Uang

Faza Alfansuri
Jurnalis, Content Creator, dan Novelis
26 Juni 2018 17:27 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faza Alfansuri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pilkada 2018, Stop Politik Uang
zoom-in-whitePerbesar
Beritagar.id
Abdullah Faza Alfansuri - Rabu, 27 Juni 2018 merupakan hari yang sangat menentukan masa depan bangsa ini, karena pada Hari tersebut diselenggarakannya Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) yang akan diselenggarakan di 171 daerah. Dari 171 daerah tersebut, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten yang akan menyelenggarakan Pilkada di 2018.
ADVERTISEMENT
Dalam penyelenggaraannya pasti terkadang ada sekelompok orang/partai politik yang menggunakan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan tersebut, salah satunya adalah dengan melakukan politik uang.
Politik uang atau politik perut adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye.
Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan umum. Praktik politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako antara lain beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan.
ADVERTISEMENT
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dianggap punya posisi yang kuat, dalam pengawasan Pilkada 2018. Pasal 22B, UU Pilkada 2016, ia mendapat wewenang mendiskualifikasi calon kepala daerah yang terbukti melakukan politik uang.
Selain itu juga berwenang memeriksa, memutus perkara politik uang dan memberi sanksi administratif. Sedang sanksi pidana kewenangannya ada di Pengadilan. Meski begitu bukan berarti Pilkada 2018, akan bersih dari politik uang.
Kementerian Dalam Negeri maupun Bawaslu, menganggap politik uang sebagai ancaman serius dan musuh besar pilkada serentak periode ke-4 ini.
Sebagai pemegang kunci pengawasan pilkada, Bawaslu sepertinya lebih memilih penekanan pada upaya pencegahan, ketimbang penindakan terhadap pelanggaran pilkada, termasuk politik uang.
Menurut Komisioner Bawaslu, Nasrullah, mengedepankan pencegahan dipilih karena lembaga ini akan dianggap berhasil jika tidak ada seorang pun yang dijatuhi sanksi pidana karena terbukti melakukan politik uang.Upaya pencegahan antara lain dilakukan dengan sosialisasi kepada kandidat peserta pilkada dan masyarakat. Materinya mengenai penerapan sanksi pidana yang tidak hanya kepada si pemberi uang, tetapi juga ke si penerima uang.
ADVERTISEMENT
Selain itu juga mengingatkan adanya ketentuan diskualifikasi terhadap peserta pilkada yang terbukti melakukan politik uang.Efektifkah pencegahan untuk menihilkan politik uang dalam kampanye? Ini yang diragukan.
Politik uang sudah jamak diketahui publik, dimulai sejak mencari kandidat yang bakal diusung sebagai calon kepala daerah.
Seseorang yang ingin maju sebagai calon kepala daerah melalui jalur parpol, umumnya mencari kendaraan (parpol) yang bisa membawanya ke pencalonan. Nah biaya kendaraan ini, oleh si calon disebut ongkos cari perahu. Sedang di kalangan parpol, ada yang menyebut mahar politik.
Dengan demikian sebagai masyarakat yang mengerti akan politik sebaiknya kita saling mengingatkan, dan mengajak kepada masyarakat umum untuk Tidak menjadi pelaku politik uang, baik itu sebagai pemberi atau penerima.
ADVERTISEMENT