Mengenal Alat Musik Bundengan Asal Wonosobo

FEBRI TWO KILO ABEDNEGO -
Mahasiswa Desain Komunikasi Visual Institut Teknologi Telkom Purwokerto.
Konten dari Pengguna
27 Mei 2022 21:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari FEBRI TWO KILO ABEDNEGO - tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Munir, adik kandung Barnawi sedang memperkenalkan alat musik Bundengan.
zoom-in-whitePerbesar
Munir, adik kandung Barnawi sedang memperkenalkan alat musik Bundengan.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang memiliki berbagai kekayaan kultur maupun budaya, yang jika kita lihat lebih dalam, itu semua merupakan perwujudan dari kreativitas pembuatnya. Kreativitas sendiri secara umum dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, baik yang benar-benar merupakan hal baru maupun sesuatu inovasi baru yang diperoleh dengan cara menghubungkan beberapa hal yang sudah ada. Tidak harus sesuatu yang megah dan mewah, kreativitas dalam budaya Bangsa Indonesia dapat ditemukan dari kegiatan kehidupan sehari – hari, salah satunya adalah alat musik Bundengan yang saya temui saat melakukan kunjungan di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Apa itu alat musik Bundengan?
Alat musik Bundengan merupakan alat musik yang berasal dari Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Bundengan sendiri memiliki bentuk yang unik menyerupai sebuah perisai besar dengan berbahan dasar anyaman bambu, ijuk, dan senar. Rangkaian tersebut dapat menghasilkan bunyi yang dapat disesuaikan dengan suara gamelan.
Berdasarkan tulisan pada Kitab Wreta, alat musik Bundengan sudah diketahui sejak abad ke-12. Sebelum menjadi sebuah alat musik, Bundengan memiliki fungsi lain yaitu sebagai alat pelindung diri dari hujan dan matahari yang bernama Kowangan. Kowangan sendiri dibuat karena mengingat Wonosobo merupakan salah satu Kabupaten yang berada di daerah pegunungan yang mengakibatkan kondisi cuaca tidak menentu. Oleh sebab itu, masyarakat Wonosobo yang bermata pencaharian sebagai penggembala bebek membuat sebuah alat pelindung diri tersebut.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, Kowangan atau tudung yang dipakai oleh para penggembala bebek tersebut, berkembang menjadi Bundengan dengan di dalam tudung tersebut ditambahkan ijuk yang disusun tegak dan melintang. Namun, ijuk-ijuk tersebut kini diganti dengan senar raket bulutangkis baru maupun bekas dan diberi tambahan tiga bilah bambu. Senar di dalam Kowangan tersebut, mampu menciptakan bunyi seperti perangkat bendhe pada gamelan. Sedangkan tiga bilah bambu mampu menghasilkan bunyi menyerupai kendang.
Alat musik Bundengan dimainkan dengan 2 tangan dengan cara dipetik senarnya dan disentil lapisan bambunya. Saat ini, Bundengan menjadi alat musik yang cukup canggih karena dapat menghasilkan suara yang mirip dengan seperangkat alat gamelan. Alunan nada yang dihasilkan Bundengan dapat menyerupai suara kenong, kempul, bendhe, gong serta perangkat gamelan lain.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa versi penjelasan tentang asal-usul sebutan bundengan. Namun, versi yang paling umum menyebutkan bahwa sebutan Bundengan tersebut muncul sebagai mempertegas atas bentuk inovasi nada dari alat musik tersebut yang umumnya mengeluarkan suara dang deng dang deng. Sehingga terciptalah nama alat musik Bundengan.
Penggunaan Bundengan Pada Masa Kini
Jauh sebelum saat ini, tepatnya pada tahun 1968, Bundengan digunakan sebagai alat musik pengiring kesenian tari lengger. Alat musik tersebut digunakan sebagai musik pengiring lagu-lagu tarian seperti Kebo Giro, Kinayakan, Bribil, maupun Cuthang Walang. Pada saat itu, terdapat penggiat seni yang mempopulerkan alat musik Bundengan yaitu Barnawi.
Namun, setelah meninggalnya Barnawi pada tahun 2011, kesenian Bundengan diteruskan oleh adiknya, Munir. Namun setelah generasi Munir, tampak sulit dalam menemukan pemain Bundengan yang mahir. Dalam artian, hingga saat ini tidak banyak warga yang bisa membuat dan memainkan Bundengan, entah karena kurang tertarik atau karena memang proses pembuatan dan belajarnya yang cukup sulit dan membutuhkan kesabaran. Belum lagi, pada saat ini fungsi Kowangan sudah tidak lagi efektif dan mulai tergantikan dengan yang lebih modern. Kini, fungsi kowangan telah tergantikan oleh payung dan juga jas hujan. Hal tersebut turut membuat alat musik Bundengan jarang lagi digunakan.
ADVERTISEMENT
Untungnya, walaupun permintaan pasar terhadap tudung Kowangan turun, dapat diimbangi dengan naiknya permintaan terhadap Kowangan musik yang tak lain adalah Bundengan. Selain itu, alat musik Bundengan mulai banyak dimasukkan kedalam komposisi musik kesenian daerah. Banyak tokoh-tokoh mulai bermunculan juga untuk mulai kembali mengenalkan dan melestarikan Budengan. Salah satunya yaitu Ibu Mulyani yang kesehariannya sebagai pengajar di SMPN 2 Selomerto Wonosobo dan beliau juga merupakan penggiat Sanggar Ngesti Laras, yang sejak tahun 2015 giat mengajarkan pembuatan dan cara memainkan alat musik Bundengan pada murid–muridnya. Ibu Mulyani beserta teman-temannya berhasil mengenalkan alat musik Bundengan hingga ke Sydney dan Melbourne,Australia.
Dalam perkembangan alat musik Bundengan ini, para penggiat seni khususnya di Kabupaten Wonosobo mulai banyak bekerjasama dengan akademis. Bahkan bukan hanya dari kalangan perguruan tinggi dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Hal tersebut merupakan upaya untuk melestarikan alat musik Bundengan agar keberadaannya tidak terlupakan.***
ADVERTISEMENT
Febri Two Kilo Abednego, mahasiswa Desain Komunikasi Visual Institut Teknologi Telkom Purwokerto.