Hati-hati, Bucin Bisa Menjadi Co-dependency!

Nia Febriana
Dokter gigi yg bekerja sebagai PNS di Deputi Bidang Rehabilitasi, Badan Narkotika Nasional.
Konten dari Pengguna
15 Agustus 2021 12:32 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nia Febriana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar oleh Marek Studzinski dari Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Gambar oleh Marek Studzinski dari Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Istilah bucin atau budak cinta saat ini banyak digunakan oleh kaum milenial sebagai bahasa gaul. Bucin ini merupakan istilah untuk menggambarkan orang yang sedang dimabuk cinta, dan rela berkorban segala hal untuk orang yang dicintai dan disayangi. Orang yang bucin akan mengutamakan kepuasan dan kebutuhan pasangan serta rela mengorbankan waktu, material, tenaga, dan bahkan perasaannya sendiri agar pasangan merasa bahagia. Pada dasarnya bucin muncul dari perasaan takut ditinggalkan oleh pasangan, sehingga akan mempertahankan hubungannya dengan segala cara agar tidak kehilangan orang yang disayangi tersebut.
ADVERTISEMENT
Tapi tahukah Anda, bahwa bucin dapat berkembang menuju pada kondisi gangguan kepribadian yang disebut co-dependency. Hubungan yang tidak seimbang tersebut jika tidak segera dikendalikan akan menuju pada kondisi hubungan yang tidak sehat dan berakibat negatif bagi kedua belah pihak.
Co-dependency secara harfiah diartikan sebagai ketergantungan bersama. Menurut John Steadman Rice dalam bukunya yang berjudul A Disease of One’s Own: Psychotherapy, Addiction and the Emergence of Co-dependency, menjelaskan bahwa co-dependency merupakan ketergantungan emosional, psikologis, dan kondisi perilaku yang berkembang sebagai akibat terlalu lama terpapar suatu tindakan yang bersifat menindas sehingga tidak dapat mengungkapkan perasaan secara terbuka. Co-dependency menggambarkan pola hubungan yang menyebabkan seseorang tergantung pada orang lain, dengan mengabaikan norma, pengorbanan diri yang tinggi, fokus untuk memenuhi kebutuhan orang lain, menekan emosi diri, dengan tujuan untuk mengendalikan dan memperbaiki masalah orang lain.
ADVERTISEMENT

Co-dependency dalam penyalahgunaan narkotika

Istilah bucin dan co-dependency ini beda-beda tipis. Kalau bucin lebih ke arah hubungan asmara dan romantika, sedangkan co-dependency dapat digunakan pada lingkup yang lebih luas. Misalnya pada hubungan interpersonal dalam keluarga, pekerjaan, persahabatan, pasangan dan lain-lain. Dan biasanya co-dependency terjadi pada keluarga dengan permasalahan penyalahgunaan narkoba.
Jika membicarakan tentang co-dependency, saya teringat kepada seorang klien yang sedang menjalani rehabilitasi di salah satu balai rehabilitasi milik pemerintah. Klien tersebut merupakan pecandu putaw dengan tingkat kecanduan yang berat. Pada saat pemeriksaan, klien bercerita jika tidak menggunakan putaw, maka klien tersebut akan mengalami sakaw, yang sangat menyakitkan. Sakaw atau withdrawal adalah gejala putus zat yang terjadi jika seseorang pecandu putaw, yang secara tiba-tiba berhenti menggunakan. Gejala yang muncul dapat berupa gelisah, sulit tidur, mual, diare, badan terasa ngilu dan rasa sakit yang hebat.
ADVERTISEMENT
Diceritakan pula, ibu dari klien tersebut yang tidak tega melihat anaknya kesakitan akibat sakaw, berusaha mencarikan putaw untuk anaknya. Bahkan sang ibu sendiri yang menyuntikkan putaw tersebut kepada anaknya. Dan hal ini cukup sering dilakukan si ibu jika mendapati anaknya sakaw.
Ada pula seorang wanita berusia pertengahan tiga puluhan yang rela bekerja membanting tulang siang dan malam demi mencukupi kebutuhan suaminya untuk membeli narkoba. Sang istri takut jika suaminya tidak mempunyai uang untuk membeli narkoba, lalu ia beserta anak-anaknya menjadi sasaran kekerasan sang suami. Yang pada akhirnya, istri malah ikut menjadi pecandu narkoba demi membuktikan cintanya pada suami.
Hal di atas merupakan contoh tragedi yang terjadi dalam keluarga dengan anggota keluarga yang menjadi pecandu narkoba. Sakitnya salah seorang anggota keluarga yang menjadi pecandu narkoba, menyebabkan seluruh anggota juga menjadi “sakit”. Seluruh keluarga akan merasakan dampak dari penyalahgunaan zat tersebut. Keluarga akan merasa marah, malu, kecewa, sedih, dan putus asa. Bahkan tidak sedikit orang tua atau pasangan merasa bersalah dan bertanggung jawab atas terjadinya penyalahgunaan zat di dalam keluarga. Hal ini akan menyebabkan keluarga akan berusaha menutupi dan menyembunyikan, dengan harapan bahwa si pecandu dapat sembuh.
ADVERTISEMENT
Harapan keluarga tersebut akan menumbuhkan sifat “ketergantungan” atau co-dependency. Sebagai upaya agar si pecandu tidak ketahuan oleh tetangga dan orang lain, maka keluarga ikut berbohong, saling curiga, merasa cemas yang pada akhirnya mengizinkan penggunaan zat di lingkungan keluarga. Keluarga beranggapan bahwa perbuatan demikian merupakan dukungan serta tanda sayang dan cinta kepada si pecandu, meskipun secara bersamaan keluarga mengetahui bahwa perbuatan tersebut salah.

Ciri-ciri co-dependency

Lalu bagaimana ciri-ciri suatu hubungan mengarah pada kondisi co-dependency? Hubungan co-dependency dapat ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, seseorang kehilangan struktur normatif dan terjadi disfungsi dalam peran tanggungjawab sosialnya serta sulit untuk membuat suatu keputusan.
Kedua, seseorang merasa cemas dan bersalah jika tidak memenuhi kebutuhan orang lain yang dicintainya tersebut.
ADVERTISEMENT
Ketiga, seseorang akan tetap mempertahankan hubungan dengan pasangan meskipun terjadi tindak kekerasan yang dapat mengancam jiwa.
Keempat, seseorang bersedia melakukan segala sesuatu untuk menyenangkan dan memuaskan pasangan, meskipun dengan tindakan yang berisiko.

Mengatasi co-dependency

Jika Anda, mempunyai satu dari beberapa ciri-ciri co-dependency di atas, maka hati-hati bahwa Anda telah membangun kehancuran bagi hubungan tersebut. Lalu bagaimana dapat mengatasi co-dependency terutama pada permasalahan penyalahgunaan narkoba?
Pertama, yang harus diingat bahwa memutuskan hubungan bukan menjadi satu-satunya solusi dari kondisi ini. Dan bahkan pada situasi tertentu, memutuskan hubungan bukan menjadi keputusan tepat dan bijaksana dari situasi ini. Keluarga yang terjebak dalam hubungan co-dependency harus menyadari bahwa tindakannya tidak akan bisa menyelamatkan si pecandu, tetapi justru menjerumuskan ke jurang yang lebih dalam. Cinta dan kasih sayang yang tidak didasarkan ilmu ini tidak akan menghasilkan hal yang positif, malah akan membawa kehancuran yang lebih serius dalam keluarga.
ADVERTISEMENT
Kedua, demi masa depan si pecandu, keluarga atau pasangan harus dapat memberikan dukungan agar pecandu dapat menghentikan pemakaian narkobanya. Keluarga dan pasangan harus bersikap tegas untuk menolak hal-hal yang bertentangan dengan norma dan hukum, serta harus mampu berhenti menyalahkan diri sendiri.
Ketiga, jika dirasa keluarga dan pasangan sudah tidak mampu mengatasi kondisi yang ada, maka segera mencari bantuan kepada para professional untuk membantu mengatasi penyalahgunaan zat si pecandu. Dan tentunya keluarga yang mengalami co-dependency juga memerlukan pertolongan untuk mengubah hubungan ke arah yang lebih sehat dan positif.