Konten dari Pengguna

Sabu-Sabu, Zat Berbahaya yang Menjanjikan Kenikmatan Palsu

Nia Febriana
Dokter gigi yg bekerja sebagai PNS di Deputi Bidang Rehabilitasi, Badan Narkotika Nasional.
16 November 2021 12:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nia Febriana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar: kristal sabu-sabu. Sumber: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Gambar: kristal sabu-sabu. Sumber: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia, tidak menjadi halangan bagi para pecandu narkoba untuk menghentikan penyalahgunaannya. Tercatat banyak orang, termasuk dari kalangan artis sepanjang pandemi COVID-19 tertangkap tangan sedang dalam menggunakan narkoba terutama jenis sabu-sabu atau yang dikenal dengan methamphetamine. Sabu-sabu merupakan obat psikostimulansia yang sangat kuat dan mempengaruhi sistem syaraf pusat. Alih-alih efek stimulan yang diharapkan muncul dalam penggunaannya, malah efek adiksi atau ketergantungan yang didapatkan.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2019, peredaran narkoba jenis sabu-sabu di Indonesia mencapai 2,7 ton, dan meningkat pada tahun 2020 menjadi sebanyak 5,91 ton. Jumlah ini menjadikan Indonesia masuk ke urutan 7 sebagai negara dengan kasus sitaan sabu-sabu terbanyak (UNODC, 2021).

Sejarah sabu-sabu

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan sabu-sabu? Apakah sama dengan shabu-shabu?
Sabu-sabu merupakan suatu zat kimia yang termasuk ke dalam jenis psikotropika golongan 2, yang secara kimia disebut dengan methamphetamine dengan rumus senyawa C10H15N. Sedangkan shabu-shabu adalah nama jenis makanan khas negara Jepang.
Terkait dengan negara Jepang, ternyata methamphetamine pertama kali ditemukan oleh seorang ahli farmasi dari negara Jepang pada tahun 1871. Methamphetamine ini hasil pengembangan senyawa efedrin dari suatu tumbuhan yang berasal dari Cina. Kemudian pada tahun 1919, seorang kimiawan Jepang berhasil mensistesis methamphetamine dalam bentuk kristal. Sehingga methamphetamine sering disebut dengan kristal meth. Saat ini methamphetamine dapat berupa kristal putih, serbuk putih dan berupa pil.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1950-an, methamphetamine secara legal diproduksi dan dipasarkan di Amerika sebagai obat penurun berat badan dan antidot depresi. Selain itu methamphetamine digunakan untuk terapi gangguan hiperaktivitas ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder), gangguan tidur narkolepsi, dan obat kegemukan. Pada tahun 1970-an Federal Controlled Substance Act Amerika membatasi peredaran methamphetamine karena efek samping berupa ketergantungan yang ditimbulkannya.

Cara kerja sabu-sabu dalam mempengaruhi otak

Sabu-sabu jika masuk ke dalam tubuh, akan meningkatkan jumlah dopamine dalam otak. Hormon ini memberikan perasaan bahagia dan sensasi yang menyenangkan. Selain itu, dopamine mempengaruhi gerak tubuh dan motivasi. Sabu-sabu akan secara cepat akan mengakibatkan jumlah dopamine melonjak, sehingga orang yang menggunakan akan ingin terus mengulangi penggunaannya.
Dengan mengkonsumsi sabu-sabu, maka tubuh akan terstimulasi untuk mencegah ngantuk, meningkatkan aktivitas fisik, menurunkan nafsu makan, meningkatkan tekanan darah dan suhu tubuh. Efek jangka pendek inilah yang menjadi pemikat bagi orang untuk mengkonsumsinya. Terutama orang-orang yang bermasalah dengan berat badan, membutuhkan tenaga ekstra untuk bekerja dan tentunya untuk mendapatkan sensasi bahagia.
ADVERTISEMENT

Kenikmatan palsu

Kenikmatan yang ditawarkan oleh sabu-sabu tidaklah selamanya. Efek positif yang ditimbulkan berimplikasi munculnya ketergantungan terhadap zat tersebut. Orang pengguna sabu-sabu akan mengulangi penggunaannya untuk mendapatkan sensasi menyenangkan lagi. Semakin lama dikonsumsi, maka tubuh akan menjadi toleran terhadap zat tersebut, sehingga dibutuhkan dosis yang lebih dan lebih untuk mendapatkan sensasi yang diinginkan. Hal inilah yang dapat memicu terjadinya overdosis. Overdosis terjadi karena terlalu banyak zat yang masuk dalam tubuh sehingga terjadi reaksi keracunan zat dalam tubuh. Overdosis ini dapat berujung kematian.
Pengguna sabu-sabu mempunyai risiko terkena penyakit infeksi seperti HIV, hepatitis B dan C yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak menggunakan. Infeksi ini menyebar melalui adanya kontak cairan atau darah dari peralatan yang dipakai dalam penggunaan sabu-sabu secara bersama. Selain itu, penggunaan sabu-sabu akan meningkatkan perilaku berisiko lainnya seperti sex bebas, yang juga meningkatkan terjadinya penyakit kelamin.
ADVERTISEMENT
Pada penggunaan jangka panjang, sabu-sabu memberikan banyak dampak negatif. Dampak negatif tersebut antara lain kehilangan berat badan ekstrem, penyakit pada gigi dan mulut (meth mouth), kelelahan kronis, perubahan struktur dan fungsi otak, kebingungan, mudah lupa serta dapat berkembang menjadi paranoid.
Perubahan struktur dan fungsi otak menyebabkan berkurangnya koordinasi tubuh dan gangguan verbal, serta terganggunya emosi dan ingatan pengguna. Bahkan dalam literatur disebutkan bahwa pengguna sabu-sabu, terjadi peningkatan menderita penyakit Parkinson.

Perawatan bagi pecandu sabu-sabu

Untuk menghindari dampak buruk penyalahgunaan sabu-sabu tentunya dilakukan dengan menghentikan konsumsi zat tersebut. Namun, perlu diperhatikan bahwa penghentian penggunaan sabu-sabu secara mendadak dapat menimbulkan gejala putus zat atau withdrawl. Gejala putus zat ini dapat berupa kelelahan, kecemasan, depresi berat, psycosis dan perasaan nagih yang parah. Oleh karena itu, pemutusan penggunaan zat perlu diawasi oleh tenaga medis yang terlatih, agar pecandu dapat melalui masa withdrawl dengan aman.
ADVERTISEMENT
Dalam upaya mengatasi perilaku adiksi yang ditimbulkan dari sabu-sabu, maka dibutuhkan rehabilitasi penyalahgunaan narkoba yang meliputi terapi perilaku. Terapi perilaku yang diberikan dapat berupa:
Cognitive-behavioral therapy (CBT), agar pengguna dapat mengenali hal-hal yang menjadi pemicu (trigger), sehingga bisa menjauhi, mengendalikan dan mengatasi trigger.
Motivational interviewing (MI), dengan mendorong timbulnya motivasi dari dalam diri pengguna untuk menghentikan penggunaan sabu-sabu, berdasarkan pertimbangan dari aspek positif dan negatif yang dirasakan oleh masing-masing pengguna.