Sehat Finansial, Sehat Mental

FEBRIANA WIDIYAN SUKMA
BINUS University Mahasiswi
Konten dari Pengguna
14 Februari 2023 14:25 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari FEBRIANA WIDIYAN SUKMA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Simbol Kesadaran Kesehatan Mental. Foto: EAK MOTO/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Simbol Kesadaran Kesehatan Mental. Foto: EAK MOTO/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Menurut WHO, kesehatan jiwa merupakan kondisi di mana seseorang menerima haknya, dapat mengatasi tekanan hidup normal, dapat bekerja secara efektif dan efisien, serta dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat di sekitarnya. Sedangkan menurut Mayo Clinic, gangguan jiwa terjadi ketika kondisi mental sedang tidak baik dan kondisi tersebut dapat memengaruhi perilaku, suasana hati, dan pikiran seseorang. Seperti halnya penyakit fisik lainnya, penyakit jiwa juga berdampak signifikan pada kemampuan seseorang untuk bekerja dan menjalankan tugas sehari-hari, yang memengaruhi level dan kinerjanya. (Trautmann et al., 2016).
ADVERTISEMENT
Selain itu, pengobatan penyakit jiwa tentunya akan menimbulkan biaya ekonomi yang besar. Menurut Trautman dalam penelitiannya yang berjudul “The Economic Cost of Mental Health”, mengobati penyakit jiwa akan menimbulkan dua macam biaya, yaitu biaya yang terlihat dan biaya yang tidak terlihat. Biaya yang terlihat meliputi biaya kunjungan dokter, penggunaan obat-obatan, pengobatan psikiatri dan lain-lain. Sementara itu, biaya tak terlihat ini muncul dari ketidakmampuan seseorang untuk mendapatkan pekerjaan sehari-hari yang mempengaruhi uang, tenaga kerja, efisiensi dan produktivitas.
Keadaan ekonomi dan kesehatan mental seseorang memang berbeda-beda. Ada yang keadaan ekonominya terpenuhi, tetapi kesehatan mentalnya rendah. Ada yang keadaan ekonominya kurang tetapi kesehatan mentalnya bagus. Bahkan ada yang keadaan ekonomi dan mentalnya sama-sama bagus tetapi tidak puas dengan hidup yang dijalaninya sekarang.
ADVERTISEMENT
Pernah mendengar pernyataan 'kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan uang' atau 'uang bukan segalanya'? Jika iya apa yang terlintas di pikiranmu? Apakah kamu setuju atau justru kamu tidak setuju?
Ilustrasi mendukung orang tersayang yang mengidap gangguan mental. Foto: Odua Images/Shutterstock
Saya tidak setuju dengan pernyataan tersebut, karena saya sudah merasakan sendiri betapa tidak enak menjadi orang yang ekonominya tidak stabil. Saya tidak setuju dengan pernyataan kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan uang. Menurut saya, bahagia bisa dibeli dengan uang. Sebab dengan membeli barang-barang yang kita sukai, kita merasa bahagia. Selain itu jika sedang stres, dengan uang kita bisa pergi ke mana saja, makan apa saja yang pada akhirnya akan membuat diri kita bahagia.
Kemungkinan penyebabnya adalah:
a. Stres finansial dapat memicu perasaan panik dan cemas
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pengalaman saya, jika kita sedang hung-out atau nongkrong dengan teman dalam kondisi keuangan menipis, maka akan muncul rasa stres yang menyebabkan kita panik dan cemas. Karena hal yang ditakutkan seperti “ini uang cukup ga ya buat bayar makanannya?” atau “duh pengeluaran buat nongkrong doang banyak banget, ada sisa ga ya?”
b. Khawatir tentang situasi keuangan kamu dapat menyebabkan kamu sulit tidur
Setelah panik dan cemas, kita akan merasa tidak tenang sampai kesulitan untuk tidur. Overthinking adalah salah satu penyebabnya. Semisal kamu adalah seorang anak rantau yang sedang bekerja di suatu perusahaan dengan gaji yang cukup, tetapi suatu hari kamu ulang tahun dan karena tidak enak maka kamu mentraktir semua orang di kantor sampai-sampai menggunakan uang tabungan.
ADVERTISEMENT
Setelah pulang kerja kamu baru mengecek saldo kamu yang ternyata saldo tersebut juga untuk dikirimkan ke orang tuamu di kampung. Setelah melihat saldo itu, kamu terus-terusan overthinking mikirin uang yang harus dikirim ke kampung dengan kebutuhanmu sehari-hari sampai kamu susah tidur.
c. Masalah keuangan mencegah kamu membeli barang-barang yang kamu butuhkan untuk tetap sehat
Mulailah dengan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi setiap hari seperti makanan dan tempat tinggal. Untuk kebutuhan seperti perawatan kesehatan, pengobatan dan terapi. Seperti pepatah “Besar pasak daripada tiang” yang berarti lebih besar pengeluaran daripada pendapatan. Kamu dipaksa untuk berhemat dan menahan diri untuk membeli kebutuhan. Bahkan ketika stres melanda, kamu harus menahan diri untuk ke terapis.
ADVERTISEMENT
d. Masalah keuangan juga akan mempengaruhi kehidupan seseorang, merasa kesepian atau terisolasi dari orang lain. Kamu merasa tidak bisa melakukan apa yang kamu inginkan
Jika kamu punya lingkup pertemanan yang hidupnya mewah-mewah, mereka bisa membeli apa pun yang mereka mau, maka ada rasa kamu terisolasi di dalam lingkup pertemanan tersebut. Belum lagi ketika mereka bercerita tentang barang-barang yang mereka sudah beli yang seharga uang makanmu selama sebulan. Selain itu, jika lingkup pertemananmu sedang ingin refreshing, hal yang kamu bisa lakukan hanya menolak ajakan dan timbul perasaan tersingkirkan karena tidak ikut ajakan temanmu.
Jika kamu mempunyai keadaan ekonomi dan finansial yang sedang buruk, mungkin beberapa solusi yang dapat kamu lakukan agar stres, depresi, atau cemas yang kamu rasakan berkurang adalah:
ADVERTISEMENT
a. Dengan bercerita ke sahabatmu atau orang terdekat yang kamu punya. Atau jika ingin memiliki ketenangan batin, dan takut jika rahasiamu disebarluaskan, kamu bisa curahkan ke Tuhan YME sambil ibadah.
b. Buat planing untuk keuanganmu, ini bertujuan agar pengeluaran dan penghasilan kamu seimbang.
c. Mulai aktivitas produktif, seperti menjaga pola tidur, pola makan, rajin berolahraga, dll.
Hubungan antara kesehatan mental dan status keuangan tidak dapat dipisahkan. Semua aspek bisa saling mempengaruhi. Selama kamu bisa mendukung keadaan ekonomi kamu, maka kesehatan mental kamu juga akan baik. Di sisi lain, pola pikir yang positif akan mendukung produktivitas dan memperbaiki situasi keuangan kamu.