Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Pukulan ‘Hook’ dan ‘Uppercut’ untuk Maskapai RI
7 Juni 2018 17:05 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
Tulisan dari Feby Dwi Sutianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Foto: Salah satu maskapai nasional Indonesia (dok. reuters)
Hook dan Uppercut adalah dua jenis teknik pukulan berbeda dalam dunia tinju. Bila terkena keras, seorang petarung bisa tumbang. Ibarat tinju, maskapai Indonesia saat ini terkena dua tipe ‘pukulan’ berbeda yang bisa bikin tumbang. Pukulan pertama adalah naiknya harga minyak dunia dan pukulan kedua ialah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (USD).
ADVERTISEMENT
Pertama, bahan bakar pesawat (avtur) menyumbang sepertiga atau setara 35% total biaya operasional maskapai. Kemudian, mayoritas biaya maskapai seperti sewa pesawat, bahan bakar, dan perawatan pesawat menggukan kurs USD.
Maskapai RI yang paling terkena pukulan keras bila mayoritas rutenya domestik sehingga pendapatannya berbentuk rupiah, sementara biaya dikeluarkan dalam nominal USD.
Terbang sebentar ke dataran China. Maskapai Negeri Tirai Bambu seperti Air China, China Eastern, Spring Airlines, Hainan Airlines, dan beberapa maskapai lainnya mulai mengenakan tambahan biaya bahan bakar (fuel surcharge) untuk rute domestik sejak awal Juni 2018.
Tarif tambahan ini sebesar RMB 10 atau setara Rp 20.000 per penumpang. Pengenaan fuel surcharge pernah dilakukan 4 tahun silam saat harga minyak tembus di atas USD 100 per barel. Kebijakan tarif tambahan di China kemudian dihapus pada tahun 2015 saat harga minyak dunia mulai melemah.
ADVERTISEMENT
Balik lagi ke tanah air, maskapai RI mulai ‘menjerit’ terhadap kenaikan harga minyak dunia. Mereka meminta ada kebijakan penundaan kenaikan tarif bahan bakar. Mereka juga mengusulkan penurunan pajak onderdil pesawat karena melemahnya rupiah.
Lantas, apakah penjual avtur bersedia ‘menahan’ harga? Apakah Rupiah bakal menguat atau sebaliknya?
Menilik data dari US Energy Administration (UEA), harga minyak dunia jenis Brent Oil terus merangkak naik sejak Juni 2016 (USD 46.37 per barel) menjadi USD 72.11 per barel pada April 2018.
Kenaikan mencapai 55,51% dalam kurun 11 bulan. Harga diproyeksi akan naik karena Presiden Donald Trump menjatuhkan sanksi baru ke Iran, negara produsen minyak dan masuk ke dalam anggota OPEC (organisasi negara-negara produsen minyak dunia).
ADVERTISEMENT
Peran Iran sangat besar karena negara Timur Tengah ini andil dalam menurunkan harga minyak sejak periode 2015-2017. Alasannya, sanksi ekonomi yang sempat dibuka pada tahun 2015 membuat Iran membanjiri pasar global dengan minyak.
Kini sanksi dijatuhkan kembali dan mengancam seretnya pasokan minyak dunia, ujung-ujungnya adalah harga akan merangkak naik. Bisa saja kembali ke angka USD 100 per barel.
Foto: Harga minyak dunia jenis Brent periode 2014-2018 (sumber: the US EIA).
Berangkat dari fakta dan asumsi yang ada, tampaknya PT Pertamina akan menyesuaikan harga avturnya karena naiknya harga minyak dunia. Kenaikan tak bisa ditawar karena keuangan Pertamina bisa ‘jebol’ kalau menahan harga. Harga avtur naik, pukulan ‘Hook’ pertama mengenai maskapai domestik.
ADVERTISEMENT
Lantas, USD menguat dan sempat menyentuh angka Rp 14.204 pada tanggal 24 Mei, dan hari ini menurut kurs referensi JISDOR-nya Bank Indonesia berada pada posisi Rp 13.868. Naik-turun nilai tukar dolar-rupiah tentu menjadi mimpi yang tak diharapkan oleh maskapai domestik dan tentunya mayoritas rutenya domestik pula.
Apalagi lembaga rating seperti Standard and Poor’s (S&P) memproyeksi bila pelemahan rupiah bisa menyentuh level Rp 15.000 per dolar. Bila ramalan ini terjadi dan tentunya karena bank sentral enggan melakukan operasi pasar terbuka maka pukulan ’Uppercut’ kedua bisa membuat maskapai ‘sempoyongan’ alias terkena dua beban keuangan sekaligus. Keoknya Rupiah dan naiknya harganya minyak dunia.
Foto: Nilai tukar Rupiah-USD selama 1 tahun