Perdagangan Nusantara di Makassar (Kerajaan Gowa)

Feby Dewi Pratiwi
Mahasiswa FKIP Universitas Jember
Konten dari Pengguna
28 Oktober 2022 13:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Feby Dewi Pratiwi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
unsplash.com (Gowa Tallo Pictures)
zoom-in-whitePerbesar
unsplash.com (Gowa Tallo Pictures)
ADVERTISEMENT
Gowa sebagai salah satu kerajaan yang pernah ada di Indonesia (Nusantara) pernah memainkan peran penting di kawasan timur Nusantara. Kerajaan ini tidak hanya terkenal sebagai kerajaan yang berorientasi di sektor pertanian, melainkan juga memanfaatkan laut sebagai modal utama dalam membangun eksistensi politik dan perekonomian di kawasan timur Nusantara.
ADVERTISEMENT
Munculnya pelabuhan Somba Opu sebagai bandar transito memberikan satu efek yang luar biasa bagi perkembangan ekonomi Kerajaan Gowa. Hal ini dilihat dari letak strategis Kerajaan Gowa yang berada di antara jalur pelayaran dan perdagangan Malaka dengan Maluku. Yang kedua dapat dilihat dari hasil bumi Kerajaan Gowa seperti padi (beras), kapas, pala, ikan, teripang dan kulit penyu. Beberapa hasil bumi Kerajaan Gowa juga ditukarkan dengan rempah-rempah di Maluku. Dan yang ketiga yaitu politik pintu terbuka yang dijalankan Kerajaan Gowa. Di mana semua pedagang dari Melayu, Arab, India, China, Belanda, Spanyol, Portugis, Denmark dan Inggris diberikan kesempatan yang sama dalam berdagang.
Corak baru perdagangan Kerajaan Gowa muncul setelah dalam abad XVII Mataram mengadakan penghancuran atas kota-kota komersial Jawa Timur. Pusat perdagangan rempah-rempah secara simultan pindah ke Makassar. Jalur lintas perdagangan tidak lagi dari Maluku via Gresik dan menyusuri selat Malaka, tetapi dari Maluku melalui Makassar dan Borneo ke selat Malaka. Perubahan rute perdagangan itu bukan tidak mempunyai pengaruh atas simpati politik orang-orang Maluku.
ADVERTISEMENT
Apabila dalam era Portugis dan bahkan pada dekade pertama abad XVII mereka (orang-orang Maluku) banyak yang berlindung kepada penguasa-pengusa di Jawa, maka sekarang mereka tempatkan diri mereka dibawah proteksi Kerajaan Gowa. Pada masa ini, Kerajaan Gowa memasuki zaman keemasannya. Para kaum bangsawan mulai memegang kendali perdagangan rempah-rempah, bahkan raja sudah menjadi pembeli utama barang-barang yang masuk di daerahnya.
Transaksi dagang pada waktu itu umunya dilakukan secara barter. Beras dan barang lainnya yang dibeli di pelabuhan bagian barat oleh pedagang Bugis Makassar, kemudian dijual secara barter dengan rempah-rempah. Penukaran secara barter didasarkan pada perbandingan kesatuan yang telah ditetapkan oleh kedua belah pihak. Sistem penukaran seperti ini berlaku juga untuk barang dagangan yang berasal dari negara asing, misalnya pertukaran antara kain buatan India dalam kesatuan potong dengan rempah-rempah dalam kesatuan bahar.
ADVERTISEMENT
Bahar digunakan sebagai kesatuan berat dan sering berbeda ukurannya di setiap tempat. Sistem barter yang digunakan para pedagang antara pedagang asing dan lokal, berupa tukar menukar barang dagangan yang diperlukan. Seperti pakaian, senjata dan porselen dibawa oleh para pedagang dari Cina, Gujarat dan Portugis. Kemudian ditukar ke pedagang Bugis Makassar untuk selanjutnya barang tersebut dibawa ke pelosok Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Nusa Tenggara untuk ditukar dengan rempah-rempah, kayu cendana dan kayu sapan yang kemudian dijual lagi ke pedagang asing.
Menurut laporan saudagar Belanda tahun 1621, bahwa lebih 11 perahu Portugis dikirim ke bandar Somba setiap tahunnya. Tambahan pula kapal-kapal datang dari Maluku singgah di bandar Somba Opu untuk menimbun rempah-rempah. Pedagang Portugis membeli rempah-rempah dari pedagang Melayu, Jawa dan Bugis Makassar yang secara rutin berlayar ke Maluku untuk membeli rempah-rempah.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1624, kurang lebih 600 orang pedagang Melayu dan pedagang asing berangkat dari Somba Opu menuju Ambon dengan menggunakan perahu kecil. Dengan modal besar mereka membawa beras dan uang tunai untuk ditukarkan atau untuk membeli rempah-rempah. Bangsa Portugis merupakan pedagang asing yang memberi keuntungan bagi pedagang di Bandar Somba Opu, diperkirakan sekitar 10 sampai 20 kapal dagang Portugis yang berdagang di Bandar Somba Opu setiap tahun. Kurang lebih 500 orang Portugis yang menetap dan bertambah lagi sebanyak 3000 orang.
Banyaknya kapal dagang yang datang ke Bandar Somba Opu tiap tahun menunjukkan keramaian lalu lintas perdagangan. Dengan demikian pemasukan pajak perdagangn di Bandar Somba Opu merupakan sumber utama dalam menunjang kekuatan ekonomi kerajaan Gowa. Setelah itu basis perdagangan Portugis di Malaka direbut bangsa Belanda pada tahun 1841.
ADVERTISEMENT