Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Di Balik Kesederhanaan Glashütte, Kota Jam Kebanggaan Jerman
25 April 2018 19:59 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Tulisan dari Felicia Yuwono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernah dengar nama-nama seperti A. Lange & Sӧhne, Glashütte Original, Mühle Glashuette, Nomos Glashütte, Tutima atau Moritz Grossmann? Nama-nama ini adalah merk jam tangan yang mungkin terdengar asing bagi kebanyakan orang Indonesia. Merk-merk ini punya setidaknya dua kesamaan. Pertama, semuanya adalah merk jam tangan kelas dunia seharga ribuan sampai puluhan ribu Euro, dan bahkan ratusan ribu Euro untuk beberapa tipe tertentu. Kedua, mereka semua diproduksi di satu kota kecil bernama Glashütte di Jerman.
ADVERTISEMENT
Kota Glashütte terletak di negara bagian Sachsen, di sebelah timur Jerman. Sekilas pandang, kota ini tidak terlihat istimewa. Dengan penduduk sekitar 7 ribu orang, Glashütte terlihat seperti kebanyakan kota kecil atau mungkin desa lain di Jerman. Namun apabila kita meluangkan waktu untuk berjalan menyusuri pusat kota Glashütte, segera terlihat satu perbedaan. Ke mana pun mata memandang, terlihat toko jam, pabrik jam atau museum jam.
Industri jam sebagai tiang perekonomian
Industri jam tangan memang memegang peranan penting dan menjadi keunikan tersendiri untuk kota Glashütte dan kawasan sekitarnya. Sebagai contoh, industri tersebut menyediakan sekitar 2.000 pekerjaan kepada warga setempat. Industri jam tangan juga menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal maupun internasional yang tertarik untuk melihat dari dekat bagaimana jam-jam kelas dunia tersebut dirancang dan dirakit. Dengan adanya berbagai merk terkenal yang bermarkas di Glashütte, kota tersebut memiliki reputasi sebagai pusat produksi jam tangan kelas wahid di luar negara Swiss.
ADVERTISEMENT
Sejarah industri jam di Glashütte
Sejarah industri jam di Glashütte dimulai pada pertengahan abad 19 saat kota tersebut mulai dilanda kemiskinan akibat ditutupnya tambang perak yang selama 4 abad sebelumnya menjadi sumber mata pencaharian penduduk setempat. Seorang Jerman bernama Ferdinand Adolph Lange datang ke kota tersebut dan berhasil meyakinkan kalangan bangsawan setempat untuk memodali usaha pembuatan jam miliknya. Para pembuat jam lainnya kemudian berdatangan ke Glashütte untuk mengikuti jejak Lange dan kota tersebut mulai memiliki reputasi sebagai pusat produksi jam berkualitas.
Namun Perang Dingin membagi Jerman menjadi 2 negara, dan kota Glashütte menjadi bagian dari Jerman Timur. Di bawah sistem perekonomian komunis, kota Glashütte tetap memproduksi jam tangan, namun memfokuskan diri kepada model-model Quartz yang murah untuk diekspor ke Jerman Barat.
ADVERTISEMENT
Keruntuhan Tembok Berlin yang diikuti dengan reunifikasi Jerman membuka bab baru dalam sejarah Glashütte. Cicit Ferdinand Lange, yaitu Walter Lange, kembali ke kota tempat domisili buyutnya dan mulai memproduksi jam tangan untuk segmen konsumen eksklusif di bawah bendera A. Lange & Sӧhne, yang memiliki arti harafiah putra-putra (“Sӧhne“ dalam bahasa Jerman) dari Adolph Lange.
Identik dengan kualitas
Dewasa ini, seperti layaknya label “Swiss made“, label “ Glashütte“ pada jam tangan merupakan jaminan mutu yang hanya diberikan kepada suatu merk apabila minimal 50% nilai dari produksi jam dilakukan di kota Glashütte. Sebagaimana sejarah Lange pada pertengahan abad 19, merk premium lainnya seperti Moritz Grossman juga menggunakan strategi pendanaan melalui kemitraan antara swasta dengan pemerintah. Kemitraan ini memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak: pihak produsen memperoleh modal yang dibutuhkan untuk memulai produksi, sedangkan pemerintah menyokong industri yang menjadi tulang punggung perekonomian dan penyedia lapangan kerja untuk masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan Glashütte membangun tradisi dan identitas baru telah mendapat pengakuan internasional, berkat inovasi (mulai dari inovasi memunculkan industri baru untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, hingga inovasi dalam mengembangkan produk berkualitas sesuai perkembangan zaman), yang disertai dengan dedikasi, kewirausahaan serta kemitraan yang kuat antara swasta dan pemerintah.
Lalu, pelajaran apa yang bisa ditarik dari sejarah kesuksesan Glashütte? Pertama, sumber daya alam merupakan modal yang harus dikelola secara berhati-hati karena jumlahnya yang terbatas. Ketergantungan Glashütte terhadap tambang perak sebelum abad ke-19 telah membuat kondisi perekonomian tidak berkelanjutan. Kedua, industri kecil dan menengah, dengan dukungan pemerintah setempat, dapat menjadi tulang punggung perekonomian suatu kota atau kawasan tertentu. Dan bahkan, dapat menjadi suatu simbol yang mengharumkan nama kota tersebut. Jam Glashütte, batik Pekalongan, perak Yogyakarta dapat menjadi beberapa contoh nyata. Ketiga, reputasi dan eksklusivitas suatu produk hanya dapat dibangun melalui konsistensi kualitas dan kerja keras bertahun-tahun.
ADVERTISEMENT
Mudah-mudahan, keberhasilan Glashütte bisa menjadi inspirasi untuk mengembangkan sektor-sektor industri yang menjadi keunggulan di berbagai daerah di Indonesia.