Konten dari Pengguna

Judi Di Ranah Minang

Feliks Rolandus Sujono
Mahasisw Ilmu Komunikasi Universitas Andalas
2 Oktober 2024 12:01 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Feliks Rolandus Sujono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar : Domino, salah satu permainan tradisional yang sering dipertaruhkan. Sumber : Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Gambar : Domino, salah satu permainan tradisional yang sering dipertaruhkan. Sumber : Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sumatera Barat atau yang dikenal dengan Ranah Minang menyimpan berjuta keindahan mulai dari alam, adat, budaya, pola kehidupan masyarakat dan beragam keunikan lain yang menarik untuk dieksplor dan dipelajari. Mayoritas penduduk di Ranah Minang didiami oleh suku Minangkabau, atau masyarakat biasa menyebutnya dengan orang Minang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) suku Minang sebagai mayoritas dengan presentase 88% dari total penduduk di Sumatera Barat.
ADVERTISEMENT
Orang Minang begitu kental dengan adat istiadat, budaya dan agama yang menyatu dan menjadi pedoman kehidupan bermasyarakat, dengan falsafah yang terkenal “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Ktabullah”, yang menjadikan ajaran Islam menjadi satu satunya landasan atau pedoman tata pola prilaku dalam kehidupan. Dengan falsafah ini masyarakat minangkabau hidup dalam keterikatan yang kuat atara agama dan budaya.
Berdasarkan sejarah, budaya Minangkabau mulai erat keterkaitanya dengan agama Islam sejak masuk nya Islam pada awal abad ke-14 yang disebar luaskan oleh saudagar Arab dan pedagang dari Kerajaan Samudra Pasai di Aceh melalui pesisir barat Sumatera, sehingga pada periode abad ke-15 hingga abad ke-17, mayoritas masyarakat Minangkabau beralih dari Pengaruh Hindu-Budha ke ajaran Islam, juga dijelaskan dalam Tambo/Tarombo (karya sastra yang merekam kisah,legenda yang berkaitan dengan asal-usul suku Minangkabau) salah satu raja Pagaruyung memeluk agama islam dan bergelar Sultan Alif, dan menjadi pertanda Kerajaan Pagaruyung berganti dari kerajaan Hindu-Budha menjadi Kesultanan dibawah pengaruh Islam. Begitu juga dengan pola kehidupan, adat istiadat dan budaya Minangkabau secara perlahan bertansformasi ke ajaran Islam.
ADVERTISEMENT
Perubahan pola kehihidupan di masyarakat Minang berjalan dari waktu kewaktu dan menimbulkan berbagai pergolakan di masyarakat, terdapat golongan masyarakat yang menerima perubahan dan juga ada masyarakat yang menolak, salah satu reformasi budaya Miangkabau yang paling terkenal adalah melalui perang Padri selama 35 tahun (1803-1838) yang akhirnya terjadi kesepakatan di Bukit Marapalam pada tahun 1838 antara Alim Ulama, Tokoh Adat, dan Cadiak Pandai (cerdik pandai), yang menyepakati untuk mendasarkan budaya Minang pada syariat islam.
Namun perubahan yang terjadi tidak serta merta merubah segala pola perilaku yang sudah membudaya dan sudah terwariskan dalam kehidupan masyarakat Minang. Kebiasan yang pernah ada sebelumnya baik itu yang bisa diterima atau ditolak oleh ajaran Islam, beberapa hilang karena tidak sesuai dengan ajaran agama, ada juga kebiasaan yang berinkulturasi dengan kebiasan baru, dan ada juga yang masih mempertahankan kebiasaaan yang lama baik itu yang bisa diterima atau pun ditolak. Salah satu kebiasaan yang dilarang atau ditolak dalam ajaran islam adalah kebiasaan Peraduan hewan yang melibatkan pertaruhan didalamnya.
ADVERTISEMENT
Beberapa tradisi di Minangkabau yang terkenal seperti adu Ayam dan adu Kabau (Kerbau) merupakan tradisi peraduan yang terkenal dan melibatkan pertaruhan baik dari pihak pemain maupun penonton. Tradisi ini secara adat istiadat yang sudah melekat dengan ajaran agama islam sangatlah ditentang karena menurut kaum Adat dan Alim Ulama hal ini dilarang oleh agama sebab melakukan perlakuan yang tidak adil terhadap hewan yang menimbulkan penyiksaan dan kesengsaraan pada hewan, serta didalamnya akan terdapat unsur pertaruhan yang mengarah pada tindak pidana yakni perjudian yang dilarang oleh undang-undang.
Namun menurut Ketua KAN (Kerapatan Adat Nagari) Kanagarian Pauh IX Kuranji Suradi Datuk Rajo Bujang, kegiatan seperti adu ayam dan permainan-lain di Minangkabau sah-sah saja dimainkan dalam acara tertentu yang melibatkan banyak orang seperti acara pesta atau Baralek dan Alek Nagari. Dan kegiatan tersebut akan illegal jika dilakukan diluar acara adat.
ADVERTISEMENT
“seperti di Kuranji Pauh, dan wilayah sekitarnya banyak tempat tersembunyi yang diketahui oleh segelintir orang saja, dan melakukan permainan adu Ayam sebagai bentuk perjudian” ungkap Suradi.
Memang pada dasarnya kebiasaan Masyarakat Minangkabau yang telah turun temurun bahkan sebelum masuknya pengaruh Islam ke Ranah Minang sering di pertontonkan di acara-acara Nagari atau Alek Nagari. Bahkan berkembang legenda dimasyarakat tradisi adu Kerbau yang biasanya digelar di daerah Koto Baru kabupaten Tanah Datar merupakan cikal bakal terbentuknya nama “Minangkabau” yang berarti Mianang yang artinya menang dan kabau yang artinya kabau.
Namun tardisi adu Kabau ini tidak lagi diadakan, karena bertentangan dengan dengan nilai dan ajaran agama Islam. Selain adu Ayam dan adu Kabau yang mempertontonkan hewan yang beradu satu sama lain, terdapat juga beberapa atraksi budaya di Minang yang melibatkan pertaruhan, seperti Pacu Jawi di Tanah Datar dan Pacu Itiak, di Kota Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota yang masih dipertahankan hingga hari ini, dan menjadi ikon atraksi budaya unggulan provinsi Sumatera Barat.
ADVERTISEMENT
Dr. Zainal Arifin, M.Hum. Dosen Antropologi FISIP UNAND berpendapat, semua permainan dan atraksi buadaya di Minang memang pada awalnya merupakn kebiasan dan sudah mandarah daging di Masyarakat sehingga menjadi sebuah budaya yang tidak dapat terpisakah bahkan menjadi keunikan tersendiri bagi Sumatera Barat. Pada awalnya Masyarakat Minangkabau hidup dengan kebiasan seperti bertani dan beternak yang secara langsung hidup berdampingan dengan hewan-hewan yang ada, sehingga munculah kebiasaan dan membentuk sebuah tradisi khusus dari pola kehidupan yang ada. Pada awalnya dilakukan sebagai atraksi biasa dan dipertontonkan oleh Masyarakat banyak, namun seiring waktu berjalan, serta banyaknya pengaruh budaya dan serapan kebiasaan lain, Masyarakat akhirnya mengenal juga kebiasaan pertaruhan atau perjudian yang akhirnya menjadi kebiasaan di Masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dalam budaya Minangkabau sediri tidak hanya bentuk pertaruhan dengan hewan saja yang dilakukan, Masyarakat Minang juga mengenal permaianan seperti koa, qiu-qiu, batu domino, lempar koin dan lainya yang awalnya merupakan permainan yang legal dalam Alek Nagari, namun hal tersebut menjadi illegal jika dilakukan dengan unsur pertaruhan yang membawa pada kegiatan perjudian.