Reformasi Pendidikan Berdasarkan Kesetaraan Gender Harus Segera Dilaksanakan

Felisha Aurelia Suseno
Mahasiswi jurusan matematika Universitas Katolik Parahyangan
Konten dari Pengguna
15 Januari 2022 18:45 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Felisha Aurelia Suseno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
com-Ilustrasi wanita sedang bekerja di taman. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi wanita sedang bekerja di taman. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di Indonesia, kesetaraan gender belum menjadi perhatian utama dalam aspek-aspek kehidupan masyarakat. Menurut World Economic Forum (WEF) melalui laporan Global Gender Gap 2021, negara Indonesia berada pada peringkat ke-101 sebagai negara dengan kesetaraan gender yang baik (turun sebanyak 16 peringkat dari tahun 2020).
ADVERTISEMENT
Hal ini tentunya mengecewakan dan mengkhawatirkan. Sistem patriarki yang sudah mendarah daging ditambah dengan pandangan agama yang konservatif di Indonesia menjadi akar dari permasalahan-permasalahan kesenjangan gender di bidang ekonomi, politik, kesehatan, dan pendidikan.
Oleh karena itu, akar permasalahan perlu diselesaikan agar Indonesia dapat berkembang menjadi negara yang maju. Negara yang memperhatikan kesetaraan gender di mana semua orang mendapat kesempatan yang sama tanpa diskriminasi gender akan lebih cepat maju dan berkembang karena tidak ada warga negaranya yang tertinggal.
Karena sudah mengakar selama berpuluh-puluh tahun maka tentunya tidak akan mudah mencapai kesetaraan gender secara utuh. Di sinilah pendidikan memegang kunci dalam membentuk generasi bangsa Indonesia yang sensitif gender. Untuk mencapai hal ini, perlu adanya perubahan besar yang dilaksanakan. Reformasi pendidikan yang mengutamakan kesetaraan gender merupakan satu-satunya cara untuk membentuk Indonesia menjadi negara yang sensitif gender.
ADVERTISEMENT
Pendidikan berperan penting dalam membentuk pola pikir dan sikap seseorang. Menurut Furqon Hidayatullah, pembentukan karakter manusia dibagi menjadi lima tahap yaitu adab (5-6 tahun), tanggung jawab diri (7-8 tahun), caring (9-10 tahun), kemandirian (11-12 tahun), dan bermasyarakat (13 tahun ke atas).
Sepanjang tahap pembentukan karakter ini, manusia banyak menghabiskan waktunya menempuh pendidikan dalam lingkungan formal seperti sekolah. Kondisi yang di ciptakan dan pengalaman-pengalaman yang didapat di sekolah dapat mempengaruhi cara berpikir seseorang dan membentuk pribadinya.
Dengan melakukan reformasi pendidikan maka negara Indonesia berkesempatan membentuk generasi muda baru yang bebas dari segala stereotip dan pandangan bias gender. Generasi muda inilah yang kedepannya akan menggerakkan bangsa Indonesia. Jika negara Indonesia dapat membentuk generasi selanjutnya yang gender neutral maka isu kesetaraan gender ini dapat dituntaskan akar-akar permasalahannya satu demi satu.
ADVERTISEMENT
Saat ini pendidikan di Indonesia belum menerapkan situasi pembelajaran yang mengutamakan kesetaraan gender. Masih banyak stereotip gender yang disalurkan sekolah-sekolah kepada para muridnya. Contohnya saja dalam ilustrasi buku pelajaran siswa, perempuan sering di gambarkan sedang mengerjakan pekerjaan rumah atau melakukan kegiatan “feminin” seperti menari sedangkan laki-laki di gambarkan sedang berlari.
Secara tidak langsung, dengan melihat ilustrasi-ilustrasi ini maka akan terbentuk persepsi gender pada anak-anak bahwa laki-laki harus kuat dan melakukan aktivitas di luar sedangkan perempuan harus bertingkah lemah lembut dan melakukan pekerjaan rumah. Hal-hal kecil namun krusial seperti inilah yang harus diperhatikan oleh pendidikan Indonesia.
Persepsi manusia terhadap gender dibentuk sejak dini terutama melalui pendidikan. Oleh sebab itu, pendidikan di Indonesia perlu lebih proaktif dalam menanamkan paham kesetaraan gender. Lingkungan sekolah harus menciptakan kondisi belajar mengajar yang gender neutral.
ADVERTISEMENT
Dalam proses reformasi pendidikan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Yang pertama, edukasi kesetaraan gender harus dipertimbangkan dan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan. Penting bagi pelajar untuk mendapatkan edukasi tentang kesetaraan gender mulai dari pengertian, implementasi hingga contoh pelanggarannya. Hal ini dapat menuntut pola pikir yang kritis terhadap isu kesenjangan dan diskriminasi gender.
Yang kedua, sekolah jangan sampai lagi mengekspos pelajar terhadap stereotip gender. Contohnya adalah stereotip dalam ekstrakurikuler (basket untuk siswa laki-laki dan memasak untuk siswa perempuan), representasi cita-cita pekerjaan yang hebat dan memimpin di gambarkan oleh laki-laki (CEO, dokter, ilmuwan), didikan laki-laki tidak boleh menangis, dan paham-paham lainnya yang bias gender.
Ini membawa ke poin penting selanjutnya yaitu edukasi tenaga pengajar tentang kesetaraan gender. Sering kali persepsi-persepsi bias yang terbentuk dalam pikiran pelajar diturunkan dari pandangan guru-gurunya. Guru atau tenaga pengajar membantu membentuk para murid. Jika tenaga pengajar masih belum paham sepenuhnya tentang kesetaraan gender atau masih memiliki paham bias gender maka reformasi pendidikan akan sia-sia.
ADVERTISEMENT
Pendidikan yang didapat oleh generasi muda Indonesia menjadi pedoman yang membentuk pola pikir dan cara bersikap. Penulis meyakini bahwa dengan melakukan reformasi pendidikan maka dapat menghasilkan generasi muda yang baru. Reformasi pendidikan yang mengutamakan kesetaraan gender dapat menghindarkan generasi muda Indonesia dari stereotip dan bias gender yang menghambat kemajuan bangsa.
Dengan penggerak negara yang baru maka kesenjangan gender dalam berbagai bidang dapat di atasi dan menjadikan Indonesia negara yang maju tanpa satu pun rakyatnya mengalami diskriminasi gender dan tertinggal dalam pembangunan. Penulis juga percaya bahwa tingkat kekerasan terhadap wanita terutama kekerasan seksual yang tinggi di Indonesia dapat berkurang secara signifikan dengan mencabut akar-akar sistem patriarki.
Akhir kata, perjuangan negara Indonesia dalam hal kesetaraan gender masih panjang dan berat tetapi apabila semua pihak mulai dari pemerintah hingga masyarakat bersatu dengan tekad yang sama maka penulis yakin bahwa selangkah demi selangkah Indonesia dapat maju menjadi negara yang sensitif gender.
ADVERTISEMENT
Referensi
Hidayatullah, Furqon. (2010). Pendidikan Karakter : Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta : Yuma Pustaka.
World Economic Forum. (2021). Global Gender Gap Report 2021. Diambil dari Global Gender Gap Report 2021 | World Economic Forum (weforum.org)
Amalia, Chusna. (2021). Stereotip Gender dalam Buku Sekolah Indonesia. Pusat Riset Masyarakat dan Budaya. Stereotip Gender dalam Buku Sekolah Indonesia - Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya - LIPI (brin.go.id)