Konten dari Pengguna

Pentingnya Media Sosial

Felix Siauw
penulis, pengemban dakwah, bersama yang menginginkan tegaknya syariah-khilafah, hamba yang sangat berharap diampuni Allah di hari pembalasan
10 Mei 2017 20:37 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Felix Siauw tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pentingnya Media Sosial
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Tak diragukan lagi, saat ini media sosial adalah cara paling efektf untuk menyebarkan dakwah Islam, menggantikan koran, radio, bahkan televisi atau media lainnya. Hanya saja, sebagaimana wasilah lainnya, sosial media tak hanya dimanfatkan oleh orang-orang yang baik, tapi bisa juga oleh mereka yang punya niatan yang tidak baik
ADVERTISEMENT
Sebab hari-hari ini, orang-orang menjadikan sosial media sebagai rujukan pengetahuan, referensi, bahkan kebenaran, dan hal ini sangat disadari oleh berbagai pihak.
Bagi saya dan pengemban dakwah lainnya, sosial media adalah jawaban untuk memberikan dakwah Islam melangkahi terbatasnya diri dan ruang, menjangkau lebih efektif
Tapi ada pula orang-orang yang mengorganisir diri, menjadikan media sosial bagian pekerjaannya, untuk membentuk dan buat rekayasa opini di media sosial, sebut saja buzzer. Buzzer ini ada yang positif ada pula yang negatif, bisa bekerja untuk jualan produk komersial, sampai kampanye politik, atau kepentingan membentuk opini yang lainnya
Dalam politik, untuk menaikkan opini positif kliennya, para buzzer ini mengendorse, memuji, dan melakukan segala hal agar citra klien menjadi hebat, baik, keren, pokoknya bagus. Sebaliknya, dia akan menjatuhkan lawan kliennya, kampanye negatif, membongkar kesalahannya, bahkan mencari kesalahannya, memfitnah dan membuat orang jijik padanya
ADVERTISEMENT
Inilah perang opini di media sosial, yang pada hari-hari ini tentu berpengaruh dalam dunia nyata. Padahal kenyataan bisa jadi tak semestinya, para buzzer yang merekayasanya. Para buzzer ini bekerja dengan ribuan bahkan puluhan ribu akun, tentu saja bukan akun nyata tetapi fiktif, membentuk opini jelas perlu kuantitas, seolah banyak padahal tidak
Tentu saja tidak semua bekerja untuk hal yang buruk, ada pula mereka yang bekerja di media sosial untuk kebaikan, mengemban dakwah misalnya, atau hal-hal lain yang baik. Mengetahui hal seperti ini akan membuat kita lebih bijak di media sosial, untuk menilai suatu hal dengan lebih adil, dan tidak mudah terpengaruh hal yang buruk di media sosial
Misalnya dalam kasus penistaan agama kemarin, jelas-jelas ada buzzer yang disewa oleh klien, yang menginginkan terbentuknya opini positif terhadap penista agama. Maka para buzzer mengerahkan akun yang mereka miliki untuk melakukan 2 hal, menaikkan citra penista agama, dan menyerang yang bertentangan dengan penista agama
ADVERTISEMENT
Para buzzer ini diarahkan hingga mengambil angle (sudut pandang) yang dianggap bisa mengalihkan, menyesatkan, atau memalingkan orang dari kebenaran untuk kepentingannya. Misalnya mereka ramai-ramai membuat opini "mending kafir jujur atau Muslim korupsi?", atau "pilih pemimpin jangan lihat agama", atau "pilih kami berarti cinta keberagaman"
Sebaliknya, menuduh "hati-hati kalau tidak pilih kami, akan terjadi radikalisme, ekstrimisme, anarkis", "Islam itu anti-kebhinekaan, anti-NKRI, anti-Pancasila dan ekstrim". Selanjutnya komentar-komentar ini dimunculkan di tulisan-tulisan, dibuat seolah viral, juga di tiap-tiap akun yang menentang, seolah banyak yang mengopinikan, padahal tidak begitu
Politik pencitraan, begitulah yang kita lihat pada kiriman karangan bunga akhir-akhir ini, seolah banyak simpati, padahal tidak seperti yang terlihat, pencitraan via media sosial. Yang bertentangan dengan kliennya? Langsung dihabisi dan dibunuh karakternya, dengan komentar negatif, mencari kesalahan, tidak jarang mengarang fakta fiktif, fitnah dan bohong
ADVERTISEMENT
Maka jangan kaget di kolom komentar nanti dipenuhi hal-hal semisal itu, akun-akun fiktif yang memang tugasnya mencaci, menista dan merekayasa opini. Tentu tidak semua, ada juga mereka yang terbawa opini lalu ikut-ikutan mengkampanyekan satu hal, hanya ini sebagai pengetahuan saja, agar kita tetap bijak menyikapi
Lalu bagaimana kita menyikapi media sosial dan menggunakannya untuk kebaikan? Misal mendakwahkan Islam dan menyebarkan pesan-pesan kebaikan pada semua?
Pertama, kita harus memahami bahwa kebenaran itu bukan dengan banyaknya, tapi sumbernya. Akun dengan follower banyak, atau opini yang banyak disampaikan, belum tentu benar. Tapi kebenaran adalah dari Allah dan Rasul-Nya, selama sumber yang dipakai adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah, maka itulah kebenaran yang harus kita pegang dan sampaikan
ADVERTISEMENT
Kedua, bisa jadi pendapat yang diopinikan seolah-olah dari Al-Qur'an dan As-Sunnah, padahal bukan. Maka lihat akhlak yang menyampaikan, lihat kecintaannya pada Islam. Bisa juga kita mericek kebenaran itu lewat referensi-referensi yang lebih otoriatif, atau mencari pendapat ulama yang memang benar-benar takut kepada Allah Azza wa Jalla
Ketiga, jangan rekatif dengan provokasi dan komentar orang lain, karena para buzzer negatif tak ambil pusing dengan itu, abaikan saja tak perlu mndebat di media sosial. Ambil waktumu fokus pada dakwah Islam, tak perlu urusi mereka yang tak suka, apalagi kemungkinan besar itu akun fiktif, rugi energi bisa jadi malah dosa dan Allah tak ridha
Jawaban terbaik bagi mereka yang buruk perangainya adalah diam, bila mau membalas maka balaslah dengan akhlak yang baik, atau doakan saja semoga Allah berikan kebaikan padanya. Karena mendebatnya, apalagi membalas dengan kasar, itulah yang dia inginkan, sebab dia akan punya bukti untuk berkata "Betul kan, Muslim itu kasar dan tak berakhlak"
ADVERTISEMENT
Jika punya waktu lebih, report saja, atau block saja. Ingat, menuliskan hal kotor itu mengotori jiwa, membalas dengan kasar itu membuat hati menjadi keras, tak perlu semua itu. Hajat kita akan ampunan Allah jauh lebih penting dari semua kata manusia, siapa yang hanya inginkan balasan dari Allah, maka puji dan caci manusia tak ada harganya
Semoga manfaat