Konten dari Pengguna

Bukan Joget Viral: Makna Tarian Anak di Ujung Perahu Pacu Jalur

Fellisa Hasna Haifana
Mahasiswi Fakultas Farmasi Universitas Pancasila
22 September 2025 14:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Bukan Joget Viral: Makna Tarian Anak di Ujung Perahu Pacu Jalur
Artikel ini membahas tradisi Pacu Jalur di Riau, lomba dayung bersejarah yang kaya akan nilai budaya, gotong royong, dan keunikan tarian anak di ujung perahu.
Fellisa Hasna Haifana
Tulisan dari Fellisa Hasna Haifana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Pacu Jalur (Sumber: Freepik)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pacu Jalur (Sumber: Freepik)
Pernah lihat anak kecil berdiri di ujung perahu sambil menari? Itu bukan joget Tiktok, tapi bagian dari tradisi Pacu Jalur di Riau.
ADVERTISEMENT
Jalur Indah yang Memikat
Pacu Jalur merupakan lomba tradisi mendayung perahu di Kuantan Singingi, Riau. Tradisi ini tidak hanya olahraga saja melainkan sebuah warisan budaya yang dinilai spiritualis dan melekat pada identitas masyarakat setempat. Jalur, perahu panjang yang awalnya digunakan masyarakat sebagai alat transportasi utama di Sungai Kuantan, dari Hulu Kuantan hingga Cerenti. Jalur berfungsi untuk mengangkut hasil bumi seperti pisang dan tebu.
Muncullah jalur-jalur yang diukir indah di bagian lambung maupun selembayungnya layaknya ular, buaya, atau bahkan harimau. Namun, jalur terukir itu hanya boleh dinaiki oleh penguasa wilayah, bangsawan, dan para datuk. Sekitar 100 tahun kemudian, masyarakat melihat aspek lain yang membuatnya menarik, yaitu lomba kecepatan antar jalur.
ADVERTISEMENT
Dahulu, tradisi ini diadakan untuk memperingati hari besar Islam. Seiring perkembangan zaman, Pacu Jalur diadakan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Puluhan ribu orang antusias menyaksikan perlombaan ini yang hanya digelar satu tahun sekali. Selain dari dekorasi jalur yang menarik, terdapat nilai yang terlihat seperti gotong royong, keberanian, dan solidaritas antar sesama anak pacu.
Peranan dan Suara Penonton Tentang Pacu Jalur
Terdapat tugas dan bagian masing-masing pada Pacu Jalur. Anak pacu merupakan orang yang mendayung perahu (biasanya 40-60 orang dewasa), jumlahnya yang banyak ini membuat suasananya sangat meriah. Tak hanya itu, ada timbo ruang yang berada di tengah jalur berperan sebagai memberi komando, tukang onjai berada di bagian belakang yang bertugas untuk menjaga keseimbangan jalur serta petunjuk arah, dan yang terakhir tukang tari di bagian depan sambil memberikan berbagai gerakan.
ADVERTISEMENT
“Hal yang unik tentang Pacu Jalur itu budayanya, mulai dari panjang dan ramping jalur yang ditumpangi hingga anak kecil yang menari di depan pakai baju tradisional dan itu bikin aku salfok” ujar Acha, Jakarta (01/09/2025). Antusias orang Jakarta seperti Acha muncul karena tradisi ini membawa suasana yang jarang ditemukan di kota besar. Tak hanya itu, keunikan Pacu Jalur berada pada tukang tari yang belakangan ini sempat viral bernama Dika. Fenomena ini sering disebut aura farming, momen ketika gaya seseorang mencuri perhatian publik hingga disorot oleh berbagai media.
Selain itu, Adi berpendapat bahwa, “Terdapat 2 bentuk olahraga secara nggak langsung, pendayung dan gerakan bocil yang menari. Olahraga kan mayoritas satu bentuk aja ya, kalau ini tuh mencakup 2 sekaligus dalam satu waktu” (1/9/2025). Pendapat Adi menunjukkan bahwa Pacu Jalur bukan sekadar olahraga saja melainkan perpaduan olahraga dan seni.
ADVERTISEMENT
Implementasi Nilai Sosial
Dari semua keunikan dan ketertarikan terhadap Pacu Jalur, terdapat tantangan yang harus dihadapi. Menurut Acha, “Mungkin tantangannya di zaman yang semakin modern ini banyak orang yang kurang tertarik sama tradisi ini. Banyak yang lebih suka olahraga modern contohnya padel”. Hal itu karena olahraga modern dianggap lebih praktis dan dapat dimainkan kapan saja, berbeda dengan Pacu Jalur yang membutuhkan persiapan yang cukup lama.
Keberagaman Pacu Jalur
Pacu Jalur justru membuktikan dirinya lebih dari sekadar olahraga, tetapi sebagai simbol persatuan masyarakat Riau. Tak hanya bagi masyarakat Riau, tetapi menarik perhatian dari berbagai daerah, seperti Jakarta. Dulu, jalur hanya dapat dinaiki oleh kalangan elit saja, tetapi sekarang sudah siapa saja yang bisa ikut. Keberagaman latar belakang bersatu dalam setiap dayungan.
ADVERTISEMENT
Tradisi ini perlu dilestarikan agar generasi mendatang tetap bisa merasakan semangat dan kekompakan yang telah terjaga ratusan tahun di Sungai Kuantan, Singingi. Jika hilang, yang lenyap bukan hanya sebuah lomba, tetapi juga kebersamaan yang telah diwariskan turun-temurun.
Sumber:
https://senibudaya.unesa.ac.id/post/pacu-jalur-dari-tradisi-lokal-menuju-diplomasi-budaya-modern
https://kotajalur.kuansing.go.id/id/sejarah-pacu-jalur.html