Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kepiting Bulu, Spesies Invasif yang Lezat
26 November 2019 10:37 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari F Zamzari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Musim dingin di Beijing selalu membuat penulis enggan pergi ke mana-mana, karena harus memakai pakaian berlapis-lapis seperti buntelan, yang itupun masih terasa dingin. Namun ada satu aktivitas yang bisa membuat penulis bersemangat dan rela keluar menerobos musim dingin, yaitu menyantap kepiting bulu!
ADVERTISEMENT
Hewan krustasea satu ini selalu membuat penulis ketagihan, utamanya karena rasa dagingnya yang gurih manis, dan telur kepiting yang berwarna kuning keemasan. Rasa nikmat telurnya sesaat membuat saya merasa tersanjung ke langit. Sebelumnya mari kita bahas dulu si bulu ini sebenarnya makhluk apa.
Chinese Mitten Crab (大闸蟹 / dàzháxiè) atau dikenal juga dengan sebutan Shanghai Hairy Crab (上海毛蟹) merupakan jenis kepiting air tawar yang berasal dari Danau Yangcheng, di Provinsi Jiangsu, Tiongkok. Namanya yang unik dikarenakan kepiting ini memiliki gumpalan bulu halus pada kedua capitnya, seperti sedang memakai sarung tangan.
Menariknya lagi kepiting betina maupun jantan sama-sama memiliki telur yang berwarna kuning keemasan, perbedaannya telur si betina teksturnya lebih padat, sementara yang jantan lebih creamy. Dari harga pun kepiting betina lebih mahal ketimbang jantan, harga biasanya berbanding lurus dengan rasa, penulis sendiri cenderung suka dengan kepiting bulu betina.
Kalau kawan perhatikan, kepiting bulu yang dijual di Tiongkok memiliki tagging dengan barcode untuk menunjukkan keaslian, yakni benar berasal dari Danau Yangcheng. Betul kawan, tagging ini diberikan karena banyak terdapat pemalsuan yang merugikan konsumen. Kepiting bulu asal Danau Yangcheng dikenal memiliki kualitas tinggi dan rasanya terjamin, namun harganya memang lebih mahal daripada kepiting sejenis dari wilayah lain di Tiongkok. Hal ini menjadikan banyak beredar kepiting bulu yang mengaku berasal dari Danau Yangcheng, yang semestinya harga jualnya lebih murah.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pembahasan dengan pemilik restoran setempat di Beijing, (dibantu rekan yang jagoan mandarin, maklum penulis tidak paham bahasanya), diperoleh informasi bahwa si kepiting bulu ini didistribusikan hidup-hidup dari tempat asalnya. Pasalnya kepiting bulu yang telah mati tubuhnya akan mengandung racun, karena bakteri segera berkembang biak. Jadi kawan-kawan mohon perhatikan dulu, pastikan kepiting bulunya alive and kicking sebelum dikonsumsi.
Setelah kita memilih kepiting bulu yang kita inginkan, umumnya mereka akan di kukus di hadapan pelanggan, dari sini pun pelanggan bisa memastikan mereka masih segar dan hidup. Cara memasak yang paling enak menurut penulis adalah dengan cara dikukus, karena rasa aslinya tetap terjaga, bisa juga tambahkan irisan jahe untuk mengurangi rasa amis.
ADVERTISEMENT
Cangkang kepiting bulu ini tidak sekeras kepiting pada umumnya sehingga mudah dikupas. Pada bagian cangkang, biasanya hampir setengah dari isi cangkang sang kepiting adalah telur yang siap dinikmati. Selanjutnya cukup dengan memakai gunting, daging pada lengan-lengan kepiting dapat dikeluarkan dengan mudah. Pada awalnya memang perlu kesabaran, terutama bagi mereka yang tidak hobi makan kepiting. Namun saya jamin reward-nya jauh lebih terasa daripada effort yang dikeluarkan. Begitu kawan telah memperoleh daging ataupun telurnya dapat langsung dimakan atau dicocol dulu dengan kecap asin jahe.
Bersama dengan kawan-kawan “like minded” di kantor, kami biasanya janjian untuk makan kepiting bulu selepas jam kerja. Bahkan kami pun memiliki set peralatan makan yang terdiri dari gunting, sendok pencatut dan pengungkit guna memastikan kelancaran dan kenikmatan dalam bersantap.
Hal lain yang cukup menarik adalah hewan ini ternyata dianggap sebagai spesies invasif yang berbahaya bagi lingkungan di beberapa negara barat. Kepiting bulu ini dilarang peredarannya di negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia, dan lain sebagainya. Chinese Mitten Crab bertransmigrasi ke luar negeri dengan cara terbawa pada air tangki penyeimbang (ballast water tank) saat kapal berlabuh, sehingga kemudian masuk ke ekosistem asing saat air ballast dikeluarkan pada pelabuhan negara lain.
ADVERTISEMENT
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh kepiting bulu pada lingkungan di luar habitatnya antara lain, mengancam keberlangsungan hidup spesies lokal, merusak rantai makanan, hingga membawa parasit dan bakteri ke lingkungan baru. Mengingat dampaknya bagi ekosistem, International Maritime Organization pun memasukkan Chinese Mitten Crab sebagai salah satu invasive aquatic species yang menjadi perhatian dalam penanganan penyebarannya melalui ballast water tank. Terkadang penulis berpikir, kenapa tidak dikonsumsi saja kepiting-kepiting bulu itu sebagai langkah pembasmian.
Pada bulan November hingga Januari merupakan musim peredaran kepiting bulu di pasaran Tiongkok. Sejak awal Februari tahun 2019, penulis telah kembali ke Jakarta dan sejak itu pula belum lagi menyantap si kepiting bulu ini. Apakah ada di antara teman-teman pembaca Kumparan yang sudah pernah mencoba atau tahu restoran yang menyajikan kepiting bulu di Jakarta? Jika ada, mohon berkenan menulis di kolom komentar, ya.
ADVERTISEMENT