3 Hari Bersama Kekayaan Bangkalan

Fazjri Abdillah
Independent journalist based in Jakarta.
Konten dari Pengguna
16 Juli 2021 21:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fazjri Abdillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pulau Madura (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pulau Madura (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Hari Jumat, 3 Juni 2016, jauh sebelum pandemi mulai merebak di Indonesia pada 2 Maret 2020. Setelah melalui proses persiapan yang cukup panjang, akhirnya saya beserta keluarga memutuskan untuk berangkat menuju kampung halaman, Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Selain untuk mempererat tali silaturahmi dengan saudara di sana, maksud dan tujuan kami juga sekaligus melepas rindu akan kekayaan wisata di sana, sembari mengisi libur semester.
ADVERTISEMENT
Pukul 12.45 WIB, memakai bus antarkota, saya beserta keluarga (Ayah, Ibu, dan Adik) bertolak dari Jakarta menuju kampung halaman, Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Jarak tempuh yang dibutuhkan untuk menuju ke sana sekitar 12-14 jam. Setelahnya, saya beserta keluarga turun dari bus dan melanjutkan perjalanan menggunakan angkutan lokal menuju kampung nenek saya.
Ilustrasi kuliner khas Madura. (Foto: Istockphoto)
Singkat cerita, saya beserta keluarga dapat sampai ke tujuan dengan selamat. Di sana, saya beserta keluarga sudah disuguhkan berbagai macam kuliner Madura yang terkenal lezat serta kaya akan santan dan rasa manisnya. Mulai dari Tajin Sobih dan Es Kobbu sebagai santapan pembuka. Hingga Topak Ladeh dan Nasi Serpang untuk hidangan utamanya. Lidah yang telah lama merindukan racikan makanan khas kampung halaman pada hari itu juga terbayarkan. Beralaskan daun pisang, saya beserta keluarga dan nenek bersama-sama menikmati seluruh hidangan. Rasa gurih, manis, dan tentunya pedas membuat lidah seakan ‘menari’ di dalam mulut. Ditambah dengan daun pisang sebagai wadah hidangan, menambah cita rasa nikmat yang ada pada makanan.
ADVERTISEMENT
Malam harinya, saya beserta keluarga memutuskan untuk mencari udara segar sekaligus menikmati suasana malam Bangkalan. Jauh seperti di kota, suasana jalan sudah mulai sepi pada pukul 20.00 WIB. Jarang terdengar suara kendaraan berlalu-lalang, melainkan bunyi klakson sepeda yang nyaring terdengar oleh telinga. Keesokan harinya, di mana hari pertama menjadi waktu bagi saya dan keluarga untuk bersilaturahmi dan mengingat memori yang telah lusuh termakan waktu.
Ilustrasi Bukit Jaddih. (Foto: Pixabay)
Di hari kedua, saya beserta keluarga memutuskan untuk berwisata ke kawasan Bukit Jaddih yang terletak di Kecamatan Socah, Desa Jaddih, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Bukit Jaddih berjarak 10 KM dari pusat kota kabupaten Bangkalan. Dan 28 KM bila dari pusat kota Surabaya. Untuk cara menjangkaunya, tempat wisata ini bisa diakses melalui jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Madura dengan Surabaya. Bongkahan kapur putih berukuran raksasa nan eksotik, menyambut saya beserta keluarga saat sesampainya di lokasi. Untuk diketahui, Bukit Jaddih merupakan hasil dari penambangan kapur putih yang berlangsung selama bertahun-tahun, dan pada akhirnya membentuk bukit yang artistik dan elok dipandang. Takjub, sudah pasti, ketika berhadapan secara langsung dengan mahakarya alam semesta.
ADVERTISEMENT
Tidak lupa, saya mengarah ke utara bukit untuk menyegarkan tubuh di sebuah kolam renang yang terbentuk secara alami, bernama Goa Potte. Kolam ini berada tepat di tengah bukit kapur putih yang mengelilinginya. Berdasarkan jawaban dari salah seorang petugas keamanan di sana. Kolam ini terbentuk akibat galian tambang kapur putih yang mengeluarkan mata air secara alami.
Kurang lebih 4 jam, saya beserta keluarga menghabiskan waktu di bukit Jaddih. Bercerita hingga membagikan pengalaman masing-masing, dengan alam yang menjadi saksinya. Sekitar pukul 16.15 WIB saya beserta keluarga memutuskan untuk kembali ke rumah nenek untuk beristirahat, sekaligus mempersiapkan barang untuk kembali ke rumah di sore harinya.
Matahari telah terbit, malam melelahkan bagi saya dan keluarga berlalu begitu cepat. Di pagi harinya, saya berpamitan kepada nenek dan mengunjungi satu saudara yang hampir terlupa untuk dijenguk. Setelahnya, saya beserta keluarga menuju terminal bus yang ada di daerah kota untuk kembali ke rumah. Empat belas jam, dihabiskan di perjalanan, saya beserta keluarga kembali ke rumah. Membawa kenangan-kenangan indah dari kampung halaman untuk disimpan pada celengan rindu, apabila sewaktu-waktu dibutuhkan.
ADVERTISEMENT
**(Fazjri Abdillah/Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta)