Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ripuh dalam Selimut Kasta
8 Juli 2021 15:47 WIB
·
waktu baca 3 menitDiperbarui 13 Agustus 2021 13:50 WIB
Tulisan dari Fazjri Abdillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Industri perfilman Bollywood sebagaimana diketahui cenderung menampilkan keindahan, kemewahan, dan berbagai kenikmatan duniawi lainnya kepada masyarakat dunia. Industri perfilman asal India tersebut memang dikenal sebagai yang terbesar di negara asalnya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, realita pada film dengan kehidupan yang berjalan setiap harinya di negara berjuluk ‘Anak Benua’ tersebut sangatlah berbanding terbalik. Kesenjangan sosial masih menjadi salah satu masalah yang menggerogoti India. Belum lagi diskriminasi yang harus diterima ‘mentah-mentah’ oleh kebanyakan masyarakat akibat sistem kasta yang masih diyakini hingga dewasa ini.
Jauh sebelum dataran India dipijak oleh modernisasi zaman, tepatnya sejak hadirnya bangsa Arya pada 1500 SM (Sebelum Masehi). Perubahan-perubahan besar bermunculan dan memberikan dampak signifikan pada tatanan kehidupan masyarakat India hingga kini. Salah satunya adalah sistem kasta, yang secara garis besar terbagi menjadi empat. Dalam buku ke-10 Rig-Veda, keempat kasta tersebut diibaratkan sebagai wujud utuh Dewa Brahma.
Di mana kasta tertinggi ialah Brahmana, golongan yang keluar dari mulut sang Brahma, Ksatria dari tangan-Nya, Waisya dari perut atau paha-Nya, dan Sudra dari telapak kaki-Nya. Di luar empat kasta tersebut adalah ‘Dalit’ atau yang disebut golongan yang tak tersentuh.
ADVERTISEMENT
Pada tradisi ini, setiap manusia yang lahir menjalani kehidupan sesuai dengan kasta yang ‘mengikat’ raganya hingga ajal menjemput. Mereka hanya dapat mencicipi nikmat dan kebebasan di dunia sesuai batasan kasta masing-masing. Golongan ‘Dalit’ (kasta terendah) hanya mendapatkan sedikit dari nikmat yang telah disuguhkan oleh dunia, mulai dari pendidikan, pernikahan, tempat tinggal, hingga pekerjaan.
Pemandangan yang sangat ironis, saat kasta kalangan atas bernaung di dalam rumah mewah. Berpakaian penuh gaya sesuai tren zaman. Dan menikmati santapan hangat sesuai keinginan. Sedangkan itu, di tengah kemewahan para ‘Dalit’ menyulap trotoar menjadi tanah tanpa sertifikat, beserta terpal bekas dan tali sebagai struktur utama tempat tinggal mereka.
Baju lusuh dan kotor merupakan pakaian yang setiap harinya digunakan untuk melindungi tubuh mereka dari cuaca. Dan sering kali, berpuasa menjadi alternatif untuk menahan rasa lapar mereka. Tak terkecuali, mulai dari balita hingga lanjut usia golongan 'Dalit' turut merasakan sejumlah penderitaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Setiap harinya, para 'Dalit' dominan bertahan hidup dengan berpasrah pada rasa kasihan turis dan masyarakat setempat. Sebagian lainnya memutuskan untuk bekerja pada pekerjaan paling rendah yang telah ditetapkan untuk mereka, seperti petani miskin, buruh tak bertanah, pemulung sampah, dan pekerja kerajinan di jalan. Bahkan, di India Utara, sebuah kelompok bernama “Valmiki” yang termasuk dalam golongan ‘Dalit’ berprofesi sebagai pemulung kotoran manusia manual (tanpa alat pelindung). Pekerjaan tidak manusiawi yang secara sadar diperuntukkan kepada ‘mereka’ tanpa memikirkan dampak kesehatan yang akan terjadi di kemudian hari.
Belum lagi stigma dan perlakuan negatif masyarakat kalangan kasta atas terhadap para “Dalit’ yang tak jarang memakan korban jiwa. Sebelumnya, jalan panjang penuh penderitaan pernah mendorong mereka melakukan gerakan perlawanan (protes) hingga menimbulkan korban jiwa. Namun, perlawanan tersebut tampaknya tidak memunculkan perubahan besar bagi golongan “Dalit” (Protes pada 2016 & 2018 contohnya). Mereka tetap harus bertahan hidup di tengah eksploitasi, kekerasan. pelecehan, dan ketidakadilan hingga napas terakhir mereka.
ADVERTISEMENT
Eksistensi golongan ’Dalit’ adalah satu bukti nyata masih kentalnya praktik stratifikasi sosial di dunia, terutama di bumi India. Hendak menuju rumah Tuhan dilarang hingga diperlakukan secara tidak manusiawi. Golongan ‘Dalit’ adalah hamba Tuhan yang terpinggirkan.
(Fazjri Abdillah/Politeknik Negeri Jakarta)