Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Daya Dukung dan Daya Tampung LH untuk Mendukung Perencanaan Restorasi Gambut
6 Maret 2021 6:05 WIB
Tulisan dari Feradis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pengertian Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (DDDTLH) adalah sebagai berikut, Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain dan keseimbangan antar keduanya, sedangkan Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
ADVERTISEMENT
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 juga mengatur perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam dalam perannya mendukung pembangunan nasional sehingga dapat meminimalisasi penurunan produktivitas lingkungan yang dapat menyebabkan beban sosial.
Restorasi gambut bertujuan untuk mengembalikan fungsi ekologi lahan gambut dan menyejahterakan masyarakat. Upaya restorasi gambut dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu pembasahan, penanaman ulang dan merevitalisasi sumber mata pencaharian masyarakat setempat.
Restorasi gambut adalah proses panjang untuk mengembalikan fungsi ekologi lahan gambut dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terkena dampak dari lahan gambut yang terdegradasi. Restorasi ekosistem gambut dilakukan dengan menjaga kandungan air di dalamnya. Oleh sebab itu, Badan Restorasi Gambut (BRG) mengupayakan restorasi melalui pendekatan 3R: rewetting atau pembasahan gambut, revegetasi atau penanaman ulang, serta revitalisasi sumber mata pencaharian.
ADVERTISEMENT
Pemulihan ekosistem gambut pada areal yang telah terdegradasi salah satunya dilakukan untuk mengembalikan dan atau meningkatkan daya dukung dan daya tampung ekosistem gambut sehingga dapat mengatasi isu strategis lingkungan hidup dan meningkatkan kualitas jasa ekosistem.
Metode dan pendekatan pengukuran DDDTLH
Lukmanul Hakim dari Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera Kementerian LHK dalam paparannya menyebutkan bahwa pengukuran DDDTLH menggunakan konsep jasa ekosistem dengan pendekatan ketersediaan (stock). Makna ecosystem service adalah benefit dari ekosistem yang digunakan manusia. Layanan ekosistem mencakup penyediaan sumber daya dan jasa yang sesuai dengan konteks kapasitas “dukungan” dan “tampung” dari alam.
Jasa ekosistem adalah manfaat yang diperoleh manusia dari berbagai sumberdaya dan proses alam yang secara bersama-sama diberikan oleh suatu ekosistem. Sistem klasifikasi jasa ekosistem tersebut menggunakan standar dari Millenium Ecosystem Assessment (2005).
ADVERTISEMENT
Jasa ekosistem terbagi ke dalam empat jasa, yaitu: jasa penyediaan (provisioning), jasa pengaturan (regulating), jasa pendukung (supporting), dan jasa budaya (cultural).
Asumsi: semakin tinggi jasa ekosistem suatu wilayah, maka semakin tinggi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidupnya.
DDDTLH berbasis jasa ekosistem, yaitu daya dukung (penyediaan, pendukung, budaya) dan daya tampung (pengaturan).
Pertama, penyediaan, meliputi penyediaan pangan, air bersih, serat (fiber), bahan bakar (fuel), kayu dan fosil dan sumberdaya genetik.
Kedua, pendukung, meliputi pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan kesuburan, siklus hara (nutrient cycle), produksi primer, biodiversitas (perlindungan plasma nutfah).
Ketiga, budaya, meliputi tempat tinggal dan ruang hidup (sense of place), rekreasi dan ecotourism, estetika (alam).
Keempat, pengaturan, meliputi pengaturan iklim, pengaturan tata aliran air dan banjir, pencegahan dan perlindungan dari bencana alam, pemurnian air, pengolahan dan penguraian limbah, pemeliharaan kualitas udara, pengaturan penyerbukan alami (pollination), pengendalian hama dan penyakit.
ADVERTISEMENT
Keterkaitan DDDTLH dengan jasa lingkungan
Terdapat banyak konsep dan metode pengukuran daya dukung dan daya tampung lingkungan yang digunakan di dunia. Namun demikian, semua konsep dan metode tersebut memiliki kesamaan yaitu bahwa status daya dukung selalu memperbandingkan antara aspek ketersediaan (supply) dan kebutuhan (demand).
Status daya dukung dikatakan terlampaui jika aspek kebutuhan (demand) melebihi aspek ketersediaan (supply). Demikian juga sebaliknya. Hal ini juga dinyatakan oleh Hart (2006) yang menyatakan bahwa dalam konteks ekologi, carrying capacity (daya dukung lingkungan) suatu ekosistem adalah ukuran/ jumlah populasi atau komunitas yang dapat didukung oleh ketersediaan sumberdaya dan jasa pada ekosistem tersebut. Kehidupan dalam batas daya dukung adalah apabila: Jumlah SDA atau Jasa yang tersedia ≥ (jumlah populasi x jumlah konsumsi SDA/jiwa).
ADVERTISEMENT
Jika dilihat dari definisinya, daya dukung maupun daya tampung dapat diartikan sebagai kemampuan dari suatu lingkungan dalam menyediakan jasa atau layanan untuk menopang kehidupan manusia. Dengan kata lain, definisi tersebut melihat daya dukung dan daya tampung dari aspek ketersediaan (supply) atau dari sisi ekosistem atau lingkungan hidup.
Metode pengukuran DDDTLH telah banyak dikembangkan di dunia antara lain metode ecological footprint (EF), ecological footprint- biocapacity Account (EF-BC Account), metode barometer keberlanjutan (Barometer of Sustainability), kualitas hidup (Quality of Life), kesehatan ekosistem (Ecosystem Health) dan ketersediaan sumberdaya alam (Natural Resources Availability) dan lain sebagainya.
Penghitungan daya dukung daya tampung dalam hal ini dilakukan melalui pendekatan jasa lingkungan hidup. Jasa lingkungan hidup maupun fungsi lingkungan hidup akan terbentuk sesuai dengan karakteristik wilayah yang dipengaruhi oleh karakteristik bentang alam, vegetasi alami serta penggunaan lahannya.
ADVERTISEMENT
Karakteristik bentang alam dan vegetasi alami merupakan cerminan dari karakteristik masing-masing ekoregion yang terbentuk dari geomorfologi dan morfogenesa serta ciri lainnya.
Dengan pendekatan jasa lingkungan hidup, DDDT dari aspek ketersediaan adalah sama dengan besaran jasa lingkungan atau besaran kontribusi yang mampu diberikan ekosistem untuk dimanfaatkan bagi kehidupan manusia.
Fungsi penyedia (provisioning), jasa sosial budaya (cultural services) dan sebagian fungsi pengatur (regulating) dari suatu ekosistem dapat mewakili dari DDDTLH, sementara sebagian besar fungsi pengatur (regulating) dari suatu ekosistem dapat mewakili daya tampung lingkungan hidup. Jasa pendukung bisa bermakna dua yaitu daya dukung dan daya tampung karena proses alami secara internal dapat mendukung perbaikan kualitas, stabilitas dan produktivitas jasa lingkungan hidup lainnya.
ADVERTISEMENT
Prosedur pembuatan peta DDDTLH berbasis jasa ekosistem
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menguasai konsep DDDTLH berbasis jasa ekosistem. Kemudian menyiapkan peta dasar wilayah yang akan diukur dan selanjutnya mengumpulkan data spasial yang dibutuhkan, terutama data yang terbaru.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pemetaan land cover, pemetaan bentang lahan dan pemetaan vegetasi asli. Setelah data-data tersebut terkumpul, maka dilakukan panel ahli untuk melakukan penilaian jasa ekosistem. Selanjutnya melakukan pengolahan dan penetapan bobot jasa ekosistem. Kemudian melakukan analisis GIS, verifikasi dan dilanjutkan pembuatan peta hasil, tabel dan grafik.
Setelah itu dilakukan interpretasi hasil untuk selanjutnya menjadi dokumen akhir. Setelah selesai, dilakukan penetapan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Setelah ditetapkan dapat diimplementasikan dalam RTRW, RPJM dan KRP lainnya.
Pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup, keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup dan keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
ADVERTISEMENT