Konten dari Pengguna

Rehabilitasi Lahan Pasca Tambang Timah untuk Pertanian

Feradis
Perencana pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Riau
9 Maret 2021 15:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Feradis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bekas tambang timah di pesisir pantai Pangkalpinang, Bangka Belitung. Foto: Angga Sukmawijaya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bekas tambang timah di pesisir pantai Pangkalpinang, Bangka Belitung. Foto: Angga Sukmawijaya/kumparan
ADVERTISEMENT
Pertambangan timah merupakan penggerak pertumbuhan ekonomi di beberapa daerah, namun sektor ini juga memicu terjadinya kerusakan lingkungan. Lahan bekas tambang (LBT) timah mengalami degradasi yang berat dari aspek sifat fisik, kimia maupun biologi tanah, sehingga tidak mampu mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal. Lahan bekas tambang timah berubah menjadi hamparan tailing pasir, timbunan overburden dan kolong (kolam bekas galian).
ADVERTISEMENT
Pemerintah senantiasa mengeksplorasi lahan yang berpotensi untuk meningkatkan produksi pangan, termasuk lahan terdegradasi bekas tambang. Kondisi eksisting LBT timah tidak sesuai untuk komoditas pertanian, namun melalui rehabilitasi LBT secara agronomis dapat dikembangkan untuk lahan pertanian.

Pertimbangan pemanfaatan LBT timah untuk pertanian

Menurut Dr. Husnain, M.Sc, Kepala Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian Kementerian Pertanian, berdasarkan karakteristik lahan, sebagian LBT masih memungkinkan untuk direhabilitasi menjadi lahan pertanian. Selain aspek fisik kelayakan ditentukan juga oleh aspek sosial ekonomi, kepemilikan lahan dan status peruntukan lahan. Di samping itu, tersedia teknologi untuk menerapkan best management practices (BMP) bila masalah sosial ekonomi, kepemilikan dan status peruntukan lahan dapat diatasi.
Selanjutnya dijelaskan, pada tahap awal dilakukan identifikasi terhadap karakteristik lahan. Lahan yang tidak layak dilakukan konservasi, sementara lahan yang layak dilakukan rehabilitasi untuk selanjutnya menjadi lahan yang produktif untuk pertanian.
ADVERTISEMENT
Pada LBT terjadi perubahan karakteristik lahan. Perubahan yang terjadi antara lain bentang lahan (landscape) mengalami kerusakan berat, tekstur tanah pasir dan struktur lepas pada tailing pasir, liat dan pejal pada overburden, kandungan karbon organik sangat rendah, kemasaman tanah tinggi terutama pada timbunan/overburden, status hara dan kejenuhan basa sangat rendah, kapasitas tukar kation (KTK) tanah sangat rendah, water holding capacity (WHC) atau kapasitas menahan air sangat rendah untuk tailing, permeabilitas tanah sangat tinggi dan biodiversity tanah sangat rendah.
Begitu juga terhadap sifat kimia tanah mengalami perubahan yang signifikan, terutama total nitrogen (N) berubah dari 0.15% pada tanah asal menjadi 0.02% pada tanah bekas tambang. Kandungan total P2O5 turun drastis dari 60 mg kg-1 menjadi 10 mg kg-1. Begitu juga total K2O mengalami penurunan dari 70 mg kg-1 menjadi 30 mg kg-1. Kesuburan tanah dan aktivitas biologi pada umumnya sangat rendah pada LBT.
ADVERTISEMENT

Reklamasi LBT

Ilustrasi lahan bekas tambang. Foto: nebulasolution.net
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pascatambang, pemegang hak kuasa penambangan berkewajiban melakukan reklamasi setelah operasi penambangan selesai di suatu tempat tertentu untuk menjaga lingkungan tetap hijau dan memberi nilai tambah kepada masyarakat di sekitarnya.
Upaya reklamasi oleh pemegang hak konsesi umumnya menggunakan tanaman pohon/hutan, sehingga manfaatnya tidak secara langsung dirasakan masyarakat. Sebagian besar LBT menjadi lahan telantar karena tanaman tidak tumbuh dengan baik karena kesuburannya yang sangat rendah, kerusakan struktur tanah, hilangnya bahan organik tanah, erosi dan fluktuasi suhu tinggi.

Pendekatan rehabilitasi LBT

Pendekatan LBT yaitu meningkatkan kondisi tanah dalam fungsinya sebagai media perakaran tanaman untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang sehat, fokus utama upaya rehabilitasi adalah mengatasi kendala yang paling krusial menurut kondisi setempat sebagai titik ungkit meningkatkan produktivitas lahan, sedapat mungkin menggunakan sumber daya lokal untuk mencapai pertanian berkelanjutan, menerapkan sistem integrasi dari berbagai sub sektor secara sinergis dan diversifikasi komoditas untuk mengurangi risiko dan distribusi income, pemilihan komoditas yang adaptif dengan kondisi setempat, pertumbuhan cepat dan memiliki nilai ekonomi tinggi serta sistem pengelolaan zero waste.
ADVERTISEMENT
Teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan LBT, antara lain teknologi irigasi, teknologi ameliorasi, teknologi pemupukan, pengolahan tanah, pemilihan komoditas, pengaturan pola tanam, pengendalian OPT dan teknologi konservasi.
Rehabilitasi lahan bekas tambang menjadi lahan pertanian. Foto: balittanah.litbang.pertanian.go.id

Teknologi pengelolaan LBT timah

Pertama, persiapan lahan, meliputi tahap awal pengelolaan LBT timah yaitu penataan lahan dan land levelling, penanaman tanaman penutup tanah jenis legume sebagai tanaman pionir untuk mencegah erosi dan penyubur tanah, kemudian tanaman penutup tanah sebagai sumber bahan organik. Jenis tanaman penutup tanah antara lain mukuna, calopogonium dan centrocema.
Kedua, pengelolaan bahan organik. LBT timah bertekstur pasir, bahan organik rendah, KTK dan WHC sangat rendah. Untuk itu dilakukan kapitalisasi bahan organik tanah melalui penambahan pupuk kandang, kompos dan atau biochar yang merupakan perlakuan yang sangat penting. Legume cover crop dapat menyuplai bahan organik secara berkelanjutan. Selain itu dapat juga dilakukan pengomposan residu tanaman dan mengaplikasikannya ke dalam tanah.
ADVERTISEMENT
Ketiga, ameliorasi lahan, yaitu aplikasi pembenah tanah untuk memperbaiki kondisi lahan agar lebih kondusif untuk pertumbuhan tanaman yang optimal. Ameliorasi LBT timah menggunakan bahan organik penting untuk meningkatkan kemampuan menahan hara tanah (KTK) dan kelembaban tanah. Ameliorasi dengan bahan organik, mengurangi kehilangan hara melalui pencucian. Bahan organik seperti kompos dan pupuk kandang serta biochar juga merupakan sumber hara.
Keempat, teknologi fertigasi untuk budidaya cabe. Fertigasi adalah metode aplikasi pupuk melalui air irigasi. Sistem irigasi yang digunakan adalah irigasi tetes. Pupuk dengan kandungan hara lengkap dilarutkan dalam tangki distribusi irigasi dalam konsentrasi rendah. Sistem fertigasi dapat meningkatkan efisiensi pemupukan dan menjamin ketersediaan hara yang lengkap sesuai kebutuhan tanaman. Fertigasi menghemat tenaga kerja untuk menyiram dan memupuk. Mengurangi serapan hara karena diaplikasikan dalam konsentrasi rendah. Mengurangi pencucian hara dan volatilisasi. Sistem fertigasi meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman cabe
ADVERTISEMENT
Kelima, sistem budidaya lorong, yaitu satu bentuk konservasi tanah dan pengelolaan bahan organik. Produktivitas tanaman lorong seperti jagung, kacang tanah, kedelai dan kacang hijau setara dengan tanaman yang ditanam di tanah yang subur.
Keenam, sistem budidaya tumpang sari, yaitu menanam dua atau lebih tanaman saat bersamaan pada satu petak lahan. Diversifikasi tanaman dilakukan untuk mengurangi risiko gagal panen dan variasi pendapatan harian, mingguan dan bulanan. Pertumbuhan tanaman jagung, kacang tanah, kacang hijau, kedelai, cabai, terong dan sebagainya tumbuh dengan baik dengan input kompos sebanyak 20 ton/ha dan penggunaan NPK sesuai komoditas. Produksi tanaman tidak jauh berbeda dari tanaman pada non LBT.
Ketujuh, budidaya tanaman perkebunan. Tanaman perkebunan yang cepat tumbuh seperti kemiri sunan yang ditumpangsarikan dengan sereh wangi dan tanaman lada.
ADVERTISEMENT
Kedelapan, sistem integrasi tanaman ternak (SITT). SITT sangat tepat untuk rehabilitasi LBT timah. Pemanfaatan kotoran ternak pada proses rehabilitasi lahan bekas tambang sangat penting. Kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang yang dapat mengubah struktur dan tekstur tanah menjadi lebih baik dan lebih subur, sedangkan sisa-sisa tanaman dapat dijadikan sebagai pakan ternak.
***