Sampah Plastik di Masa Pandemi COVID-19

Feradis
Perencana pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan Provinsi Riau
Konten dari Pengguna
21 Desember 2020 5:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Feradis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Timbulan sampah plastik di TPA.
zoom-in-whitePerbesar
Timbulan sampah plastik di TPA.
ADVERTISEMENT
Persoalan sampah plastik sudah menjadi sesuatu yang memprihatinkan. Sampah plastik terbuat dari bahan yang tidak ramah lingkungan dan sulit untuk didaur ulang sehingga berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan.
ADVERTISEMENT
Sampah plastik yang mendominasi adalah sampah plastik sekali pakai. Sampah plastik sekali pakai adalah segala sesuatu yang terbuat dari bahan yang mengandung bahan dasar plastik, lateks sintetis atau polyethylene, thermoplastic synthetic polymeric, dan diperuntukkan penggunaannya sekali pakai. Plastik sekali pakai berupa: kantong, botol/gelas kemasan, polysterina (styrofoam), sedotan dan wadah makanan kemasan. Plastik sekali pakai sering digunakan pada acara peringatan hari besar dan event lainnya, kegiatan jamuan tamu, rapat-rapat atau pertemuan sosial dan kegiatan sehari-hari.

Sampah plastik, kesehatan dan lingkungan

Sampah plastik sangat berbahaya terhadap kesehatan. Dampak yang diakibatkannya antara lain menyebabkan kanker, mengganggu sistem syaraf, depresi, pembengkakan hati, gangguan reproduksi dan radang paru-paru.
Begitu juga terhadap lingkungan, sampah plastik menjadi faktor penyebab rusaknya rantai makan, membunuh hewan, mencemari air dan tanah, polusi udara dan banjir. Tidak jarang kita temui banyak hewan, baik burung, ikan, maupun hewan darat lainnya yang mati diakibatkan sampah plastik yang termakan oleh mereka.
ADVERTISEMENT

Sampah plastik selama pandemi Covid-19

Kondisi pandemi Covid-19 ini memberikan dampak terhadap persoalan sampah dan limbah B3, khususnya limbah medis. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat terjadi peningkatan timbulan limbah medis berkisar 30-50% selama pandemi Covid-19, di samping itu juga terjadi peningkatan komposisi sampah plastik.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Institut Teknologi Surabaya (ITS), menunjukkan peningkatan komposisi sampah plastik di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Benowo-Surabaya. Pada tahun 2017 berkisar 13,37%, dan pada masa pandemi Covid-19 ini meningkat sangat signifikan menjadi 22,01%.
Sama halnya dengan hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang menemukan 96% belanja online menggunakan bahan kemasan dari plastik. Di samping itu ditemukan juga jumlah sampah yang masuk ke Teluk Jakarta cenderung mengalami penurunan, namun terdapat peningkatan dalam jumlah sampah medis (masker hingga hazmat suit). Sementara itu jumlah sampah di TPA area meningkat, walaupun di TPA Bantargebang menurun tetapi polanya mirip (sampah medis meningkat), diduga karena aktivitas bisnis di Jakarta yang juga menurun selama pandemi.
ADVERTISEMENT
Laporan Pusparisa (2020), pandemi Covid-19 menyebabkan jumlah limbah medis di tanah air meningkat. Dari sekitar 296 ton per hari pada saat sebelum pandemi menjadi sekitar 382 ton per hari atau naik sekitar 30%. Limbah-limbah tersebut berasal dari 2.852 rumah sakit, 9.909 puskesmas, dan 8.841 klinik.
Kenaikan produksi limbah medis berbanding lurus dengan peningkatan penggunaan peralatan medis. Sebab tiap satu pasien Covid-19 dapat menghasilkan 20 limbah Alat Pelindung Diri (APD). Berdasarkan studi kasus di Tiongkok, tiap satu pasien memproduksi 14,3 kilogram limbah medis setiap harinya.

Pembatasan penggunaan plastik sekali pakai

Untuk mengendalikan penggunaan produk berbahan plastik dan menekan volume atau timbulan sampah plastik perlu dilakukan berbagai upaya, salah satunya melalui pembatasan penggunaan produk berbahan plastik. Penggunaan plastik sekali pakai harus diganti dengan bahan lain yang dapat digunakan berulang-ulang atau bahan yang ramah lingkungan, seperti, kertas, daun dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Masyarakat dapat berperan aktif dalam pembatasan penggunaan plastik sekali pakai. Peran tersebut yaitu tidak menggunakan plastik sekali pakai sehari-hari maupun pada kegiatan sosial lainnya.

Pengelolaan sampah

Sampah telah menjadi masalah nasional sehingga pengelolaan harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu agar dapat memberikan manfaat secara ekonomi, manfaat kesehatan bagi masyarakat dan lingkungan yang aman. Pengelolaan sampah dilakukan berdasarkan berbagai prinsip, termasuk keberlanjutan, manfaat, kebersamaan, kesadaran, dan nilai ekonomi.
Pemerintah memiliki tiga pendekatan untuk mengatasi persoalan pengelolaan sampah, yaitu: pertama, pengurangan sampah dilakukan dengan pencegahan dan pengurangan sampah (eco-living). Konsep dasarnya, persoalan persampahan dapat diselesaikan melalui perubahan perilaku atau gaya hidup. Nilai-nilai dasarnya, perubahan perilaku dan pengurangan, pencegahan atau pembatasan sampah.
ADVERTISEMENT
Konsep pemikiran ini berkembang sangat baik, khususnya di kalangan anak-anak muda dan millenial dan cenderung mengikuti teori dasarnya ”limit to growth” dan “disruption”. Target pada pendekatan pengurangan sampah, yaitu: plastik sekali pakai/kantong kresek, sendok, garpu, sedotan plastik dan styrofoam dikurangi secara bertahap hingga 2029.
Kedua, circular economy. Konsep dasarnya, persoalan persampahan dapat diselesaikan dengan menjadikan sampah sebagai sumber daya, serta mendorong pertumbuhan ekonomi lebih baik. Nilai-nilai dasarnya, perubahan perilaku dengan memilah sampah dan recycling technology.
Industri kertas di Indonesia diketahui kekurangan bahan baku sebanyak 6 hingga 6,5 juta ton per tahun. Akibatnya terjadi impor sampah kertas yang mencapai 15 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat demand, dan dengan sampah terpilah dapat menjadi supply bagi industri kertas.
ADVERTISEMENT
Ketiga, pelayanan dan teknologi. Konsep ini sebenarnya adalah konsep kumpul angkut buang yang lebih advanced, dimana persoalan persampahan dapat diselesaikan melalui pelayanan oleh pemerintah daerah dan pendekatan teknologi, tanpa perlu mendorong perubahan perilaku. Nilai-nilai dasarnya penggunaan teknologi (landfill, WtE, RDF) dan pelayanan 100%. Konsep ini membutuhkan biaya yang relatif cukup mahal.