Konten dari Pengguna

BPHTB dan Retribusi PBG Akan Dihapus Pemerintah, Bagaimana Ketentuannya?

FERDI Al-FATIH
Saya bekerja sebagai seorang ASN dipemerintah Kabupaten Tanggamus Lampung, pendidikan terakhir saya Magister Management, hobi saya saat ini menulis dan berolahraga, dan berorganisasi, saya aktif di organisasi Perbasasi, karang taruna, organisasi adat
25 November 2024 15:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari FERDI Al-FATIH tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi program perumahan (sumber: Fereepik)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi program perumahan (sumber: Fereepik)
ADVERTISEMENT
Oleh : Ferdiansah,S.E.,M.M
BPKD TANGGAMUS- Pada hari ini Senin (25/11/2024), pemerintah menetapkan Surat Edaran (SE) terkait penghapusan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk perumahan rakyat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). SE tersebut berupa Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani oleh ketiga menteri, yakni Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Pekerjaan Umum (PU), serta Menteri Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (PKP).
ADVERTISEMENT
Dikutip dari detikProperti dan detikfinance pada Jumat (22/11/2024) di Jakarta Pusat, Pemerintah menyampaikan melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menuturkan “Bahwa Pemerintah akan keluarkan surat edaran khusus untuk MBR, supaya tidak ada kerancuan. Kita akan mengundang seluruh Pemda, BTN, dan rekan-rekan perwakilan real estat bahwa program perumahan MBR ini telah diperintahkan oleh Pak Presiden dan harus dilaksanakan oleh Pak Maruarar. Kita minta pemda untuk bangun gerakan kesetiakawanan sosial untuk membantu yang tidak mampu," tutur Pak Tito dalam acara diskusi bertema Program 3 Juta Rumah Gotong Royong Membangun Rumah untuk Rakyat, yang mana proses dalam penerbitan PBG sebelumnya waktu nya 28 hari kini dipersingkat menjadi hanya 10 hari saja.
Sebelumnya juga, Mendagri Tito Karnavian menginstruksikan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menghapus biaya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk perumahan rakyat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) karna BPHTB dan retribusi PBG merupakan bagian yang menjadi kewenangan Pemda.
ADVERTISEMENT
Terkait rencana penghapusan BPHTB untuk MBR tersebut, Tito mengatakan hal itu akan disosialisasikan bersama seluruh Pemerintah Daerah dan para pengembang di daerah. Mendagri Tito berharap, seluruh pemda bisa menerapkan kebijakan ini guna membangun kesetiakawanan sosial untuk membantu masyarakat yang tidak mampu. Ini sejalan dengan target sasaran rumah gratis era Pak Prabowo, yakni MBR.
Pemerintah juga memastikan bahwa penerapan pajak nol rupiah itu hanya berlaku untuk pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Utamanya, bagi para pengembang di daerah yang daftarnya ada di Kementerian PKP. "Untuk menolkan PBG, persetujuan bangunan gedung dan BPHTB khusus untuk perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang memang daftarnya ada di Kementerian Perumahan," pungkas Pak Tito.
Pak Mendagri juga menghimbau "Ini dinolkan, nanti begitu ke pengembang, main konspirasi dengan Kepala Dinas Pemda-nya dinolkan aja pura-pura, tahu-tahu dijual kepada kelas menengah. Ya sanksinya nanti kita beri teguran atau yang lain-lain lapor polisi," imbuh Pak Tito.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait atau Ara menilai pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari Pemerintah Daerah serta PBG dapat mengurangi harga jual rumah."Jika pembagian tanah bisa gratis dan murah, lalu efisiensi bisa dilakukan, kemudahan perizinan juga terjadi, saya pikir program Tiga Juta Rumah ini bisa membawa banyak perubahan yang akan menyangkut perumahan baik di sisi bisnis maupun sosialnya,” pungkas Menteri Ara.
Untuk Retribusi PBG sendiri telah diatur didalam UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pasal 24 dan Pasal 185 huruf b. Selain itu, PBG juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 mengenai perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung.
ADVERTISEMENT
Sedangkan BPTHB didalam Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), dalam pasal 44 ayat 6, salah satu poin dalam UU tersebut menyebutkan bahwa MBR termasuk dalam kategori yang dikecualikan dari objek BPTHB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan lainnya yang menyebutkan MBR bisa dikecualikan dari pungutan BPHTB adalah Pasal 63 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Sedangkan BPHTB yang notabanenya menjadi wewenang Kabupaten/Kota atas perolehan hak atas tanah dan/atau BPHTB Bangunan telah mengalami perubahan dari sebelumnya UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Retribusi daerah, perubahan tersebut terletak pada Mengubah NPOPTKP dari paling rendah 60 juta menjadi 80 juta untuk menyesuaikan dengan perkembangan harga rumah per unit. NPOPTKP hanya diberikan untuk perolehan hak pertama Wajib Pajak di wilayah Daerah tempat terutangnya BPHTB untuk memenuhi rasa keadilan dan melindungi masyarakat dalam hal kepemilikan tanah dan/atau bangunan dengan tidak memberikan insentif fiskal pada setiap perolehan hak oleh wajib pajak yang memiliki kemampuan keuangan.
ADVERTISEMENT
Terkait saat terhutang BPHTB dari transaksi jual beli kini perolehan hak atas tanah atau bangunan dari transaksi jual beli terutang BPHTB pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya PPJB (Perjanian Pengikatan Jual Beli) yang sebelum adanya UU HKPD dibuat berdasakan AJB (Akta Jual Beli). Pemerintah berharap, seluruh pemda bisa menindaklanjuti SKB ini dan selanjutnya diatur dalam Peraturan Kepala Daerah serta perlunya sosialisasi dengan pengembang dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) (Tito Karnavian)