Triangular Cooperation dan Penerapannya di Indonesia

Ferdian Ahya Al Putra
Dosen Hubungan Internasional, Universitas Sebelas Maret
Konten dari Pengguna
2 Agustus 2023 7:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ferdian Ahya Al Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
International Relations. Foto: Unsplash/Andrew Butler
zoom-in-whitePerbesar
International Relations. Foto: Unsplash/Andrew Butler
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada kajian hubungan internasional, mungkin kita sudah sering mendengar berbagai macam kerja sama internasional, seperti kerja sama bilateral dan multilateral. Namun, selain kedua jenis kerja sama tersebut, terdapat apa yang disebut dengan triangular cooperation atau kerja sama segitiga. Lalu, apa yang dimaksud dengan triangular cooperation?
ADVERTISEMENT
Konsep Triangular Cooperation
Menurut Organisasi Persatuan Bangsa – Bangsa (PBB) dalam laman resminya, triangular cooperation merupakan jenis kerja sama yang melibatkan kemitraan yang didorong oleh negara selatan (dikenal sebagai negara berkembang) antara dua atau lebih negara berkembang yang didukung oleh negara - negara maju atau organisasi - organisasi) multilateral untuk melaksanakan program dan proyek kerja sama pembangunan. Hal ini dikarenakan dalam banyak kasus, mitra Selatan dalam kerja sama pembangunan memerlukan dukungan keuangan dan teknis serta keahlian dari mitra multilateral dan/atau negara maju guna membantu negara berkembang lainnya.
Sementara dalam dokumen resminya, Global Partnership Intiative (GPI) menyebutkan bahwa kerja sama ini mencakup semua aktor dalam pembangunan, tidak hanya pemerintah tetapi juga organisasi internasional, Civil Society Organization (CSO), akademisi, sektor swasta dan sebagainya. Hal ini senada dengan pendapat dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), bahwa kerja sama ini dapat terjadi ketika negara, organisasi internasional, masyarakat sipil, sektor swasta, filantropi swasta, dan lainnya bekerja sama dalam kelompok yang terdiri dari tiga pihak atau lebih, untuk bersama-sama menciptakan solusi yang fleksibel, hemat biaya, dan inovatif untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs).
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, triangular cooperation tidak hanya terbatas pada kerja sama yang dilakukan oleh pemerintah negara, tetapi juga dapat dilakukan oleh aktor – aktor non-negara lainnya. Tujuan dari kerja sama ini dapat dipahami sebagai upaya untuk mendorong pembangunan di negara – negara berkembang dengan bantuan mitra yang dinilai memiliki keahlian dan kapasitas pada bidang tertentu. Kerja sama ini melibatkan 3 pihak yang meliputi beneficiary partner, pivotal partner, dan facilitating partner.
Pada laporan yang dirilis oleh GPI, masing – masing pihak memiliki peran yang berbeda. Beneficiary partner bertindak sebagai Sasaran hasil pembangunan yang ingin dicapai. Pivotal partner merupakan pihak yang memiliki pengalaman dan dapat berbagi sumber daya, pengetahuan, dan keahliannya, seringkali memainkan peran pelaksana yang berarti bahwa mereka merupakan pihak yang dapat membantu negara berkembang atau beneficiary partner. Sementara facilitating partner berperan untuk menghubungkan beneficiary dan pivotal partner untuk membentuk kemitraan dan memberikan dukungan finansial dan/atau teknis. Model kerja sama seperti ini banyak ditemui dalam hubungan internasional, termasuk keterlibatan salah satunya dilakukan oleh Indonesia.
ADVERTISEMENT
Keterlibatan Indonesia dalam Triangular Cooperation
Sebagai salah satu negara berkembang, pemerintah Indonesia terus menggenjot pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan yang dilakukan, tidak hanya terbatas pada bidang infrastruktur, tetapi juga bidang sumber daya manusia (SDM).
Pada bidang infrastruktur, Indonesia telah melakukan kerja sama segitiga dengan berbagai pihak. Sebagai contoh, Indonesia melakukan kerja sama dengan Hivos International bersama Asian Development Bank (ADB) dan Kedutaan Besar Norwegia di Indonesia dalam mewujudkan Sumba Iconic Island. Dilansir dari laman resminya, Sumba Iconic Island berfokus pada upaya penyediaan sumber energi baru terbarukan yang mampu mendorong perekonomian bagi semua dan berkeadilan gender.
Pada program ini, Indonesia merupakan beneficiary partner yang menjadi target pembangunan, sedangkan Hivos Internasional adalah pivotal partner yang bertindak sebagai pelaksana program. Sementara, ADB dan Kedutaan Besar Norwegia dalam hal ini bertindak sebagai facilitating partner yang berperan sebagai pendonor internasional. Disebutkan dalam laporannya, ADB memberikan bantuan teknis sebesar 1 juta USD sebagai upaya untuk meningkatkan akses energi terbarukan di Indonesia timur.
ADVERTISEMENT
Kemudian kerja sama pada bidang pembangunan SDM, pemerintah Indonesia telah menjalin kerja sama dengan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dalam meningkatkan akses terhadap pekerjaan yang layak bagi masyarakat. Sebagai contoh, terdapat program ILO MAMPU yang bertujuan supaya perempuan memilik akses yang lebih baik terhadap lapangan pekerjaan dan pekerjaan yang layak dalam kondisi yang adil. ILO dalam hal ini dapat bertindak baik sebagai pivotal partner maupun facilitating partner karena menggandeng Australian Aid sebagai pendonor internasional. Pada laporan resmi program tersebut, disebutkan bahwa anggaran yang dikeluarkan mencapai 1,4 juta USD.
Kedua bentuk kerja sama di atas merupakan sedikit contoh terkait keterlibatan Indonesia pada berbagai triangular cooperation. Kerja sama ini merupakan model kerja sama yang penting mengingat bahwa kerja sama internasional dapat optimal ketika melibatkan pihak yang memang ahli atau kompeten di bidangnya. Kemudian, suntikan dana diperlukan agar program dapat dilaksanakan tanpa ada kendala dari sisi finansial. Bentuk kerja sama seperti ini lah yang saat ini tengah didorong oleh PBB, terutama pada upaya untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT