Si Panjang Tangan, Kleptomania

Ferdinand Orlando Hartanto
Psychology student at Brawijaya University
Konten dari Pengguna
2 Desember 2022 21:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ferdinand Orlando Hartanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masih ingatkah kamu kejadian viral belakangan ini, seorang wanita yang mencuri cokelat dan shampoo di Alfamart lalu saat tertangkap basah oleh pegawai, wanita tersebut justru marah dan menyuruh pegawai meminta maaf. Taukah kamu bahwa perilaku wanita tersebut termasuk gangguan psikologis yang disebut kleptomania.
sumber: unsplash
Menurut The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders versi 5 (DSM-5), kleptomania adalah gangguan perilaku mental yang diidentikkan dengan tindakan mencuri atas ketidakmampuan menahan hasrat impulsif dan terjadi berulang kali serta memberikan kepuasan intens setelah melakukan aksi mencuri kepada pengidap. Sebagian besar pengidap kleptomania mencuri barang yang tidak memiliki nilai ekonomi tinggi dan justru mereka cenderung mampu untuk membelinya (Urso dkk., 2018).
ADVERTISEMENT
Apakah semua tindakan mencuri termasuk kleptomania?
Tidak semua tindakan mencuri bisa dikaitkan dengan kleptomania, karena terdapat perbedaan di antaranya. Pertama, kleptomania tidak dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan pada barang yang hendak dicuri, namun lebih pada adanya dorongan kuat dari dirinya dan keinginan mendapat sensasi kepuasan setelah melakukan tindakan tersebut. Kedua, seorang kleptomania tidak mengetahui alasan mengapa dirinya mencuri barang tersebut. Ketiga, seorang kleptomania sering membayangkan tindakan mencuri, namun ia juga sering merasa bersalah, dan menghakimi dirinya. Keempat, sebagian besar pengidap kleptomania adalah orang yang memiliki pekerjaan tetap dan kehidupan yang stabil secara finansial.
Lantas, bagaimana kriteria seseorang yang mengidap kleptomania?
Dalam DSM-5, American Psychiatric Association (2013), kriteria diagnostik untuk seseorang dapat dikatakan mengidap gangguan kleptomania, antara lain:
ADVERTISEMENT
Bagaimana kleptomania bisa muncul pada seseorang?
Sampai saat ini, para ahli belum dapat menyimpulkan dengan jelas terkait penyebab munculnya kleptomania pada seseorang. Dari beberapa penelitian sejauh ini, pengidap gangguan kleptomania memperlihatkan rendahnya self-esteem atau perasaan menghargai diri sendiri, adanya trauma masa kecil, dan konflik keluarga yang membekas sehingga memunculkan perasaan untuk mendapatkan kembali masa kecil yang hilang melalui tindakan mencuri (Saluja dkk., 2018). Faktor lain yang dapat menyebabkan gangguan mental ini adalah faktor genetik, masalah kepribadian yang berkaitan pada sosial dan fisiologis, contohnya yaitu tidak diasuh/dibesarkan oleh orangtua dengan baik, adanya perceraian, ketidakharmonisan keluarga yang dipengaruhi oleh komunikasi antara anak dengan orangtua yang rendah (Zhang dkk., 2018).
ADVERTISEMENT
Dalam studi yang dilakukan Grant dkk. (2006), melalui pencitraan alat DTI atau Diffusion Tensor Imaging pada pasien kleptomania ditemukan bahwa adanya penurunan pada struktur mikro otak yaitu materi putih di frontal inferior yang berpengaruh pada buruknya pengambilan keputusan yang berujung pada tindakan impulsif. Artinya, secara struktural otak juga pengidap kleptomania memiliki ketidakseimbangan pada materinya baik secara neurotransmitter ataupun bagian pada otak depan.
Apakah kleptomania dapat disembuhkan?
Sejauh ini, kleptomania masih belum dapat dikatakan sebagai salah satu gangguan mental yang bisa disembuhkan sepenuhnya, namun lebih kepada mengurangi dan menekan hasrat pengidap untuk mencuri. Beberapa pengobatan yang dapat dilakukan, antara lain:
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui, sedikitnya jumlah penelitian yang membahas kleptomania sejalan dengan kurangnya perhatian masyarakat terhadap kleptomania dibandingkan gangguan mental lainnya. Selain itu, terdapat kesulitan bagi peneliti dalam mencari subjek penelitian. Sedikitnya kasus kleptomania pada sebaran populasi bukan berarti penyakit mental ini langka ditemui, tetapi lebih karena adanya perasaan malu, bersalah, dan terhakimi dari para pengidap untuk mengakui perbuatannya. Oleh karena itu, kleptomania perlu mendapat perhatian lebih agar pengidap segera mampu diberikan penanganan tepat sehingga permasalahannya tidak semakin parah.
Referensi:
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Edition (DSM-V). Washington: American Psychiatric Publishing.
Grant, J. E., Correia, S., & Brennan-Krohn, T. (2006). White matter integrity in kleptomania: a pilot study. Psychiatry Research: Neuroimaging, 147(2-3), 233-237.
ADVERTISEMENT
Oktania R., & Mansoer W. (2020). Pengalaman individu dengan riwayat kleptomania. Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian Journal of Indigenous Psychology, 7(2), 140-162.
Saluja, B., Chan, L. G., & Dhaval, D. (2014). Kleptomania: a case series. Singapore Medical Journal, 55(12), e207-209. doi: 10.11622/smedj.2014188
Urso, S., Bersani, G., Roma, P., & Rinaldi, R. (2018). Changes in impulse control disorder features in a present kleptomania patient and importance of rational treatment strategy on social dangerousness: A case report. Journal of Psychopathology, 24(1), 31–36.
Zhang, Zh., Huang, Fr. & Liu, Dh. Kleptomania: Recent Advances in Symptoms, Etiology and Treatment. CURR MED SCI 38, 937–940 (2018). https://doi.org/10.1007/s11596-018-1966-2
Kumar, K. (2021, February 2). What Causes Kleptomania? MedicineNet. https://www.medicinenet.com/what_causes_kleptomania/article.htm
ADVERTISEMENT