Konten dari Pengguna

Punya Potensi Emas di Bidang Nuklir, Kenapa Indonesia Belum Memiliki PLTN?

Ferdi Surya Prayoga
Saya adalah mahasiswa S1 Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin, Universitas Airlangga.
16 Mei 2023 13:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ferdi Surya Prayoga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Foto: Shutterstock
Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi sumber energi nuklir yang besar. Namun, hingga saat ini Indonesia belum memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang beroperasi secara komersial. Padahal, PLTN bisa menjadi alternatif sumber energi yang bersih dan dapat mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
ADVERTISEMENT
"Saat ini, Indonesia telah memiliki infrastruktur nuklir yang matang, termasuk reaktor riset, fasilitas pengolahan bahan bakar nuklir, dan pusat pengembangan sumber daya manusia nuklir. Dalam jangka panjang, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir sebagai sumber energi yang bersih dan berkelanjutan." - Tony Irwin, Kepala Departemen Energi Atom Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) pada 2021.
Berdasarkan data Badan Tenaga Nuklir Nasional, bahan baku nuklir berupa uranium yang dimiliki Indonesia mencapai 81.090 ton dan thorium 140.411 ton. Bahan baku tersebut tersebar di beberapa wilayah di indonesia seperti di sumatra, kalimantan dan sulawesi
Meskipun memiliki cadangan bahan bakar nuklir besar, Indonesia hingga saat ini belum cukup mampu untuk merealisasikan PLTN ini. Hal tersebut bukan tanpa sebab, Berikut ini merupakan alasan mengapa indonesia belum memiliki PLTN walaupun memiliki sumber daya nuklir yang melimpah.
ADVERTISEMENT

Rawan bencana alam

Letak geografis menjadi salah satu pertimbangan dalam membangun reaktor nuklir di Indonesia. Mengingat Indonesia berada di wilayah ring of fire yang rawan gempa bumi dan letusan gunung berapi, maka risiko kecelakaan nuklir dapat meningkat jika tidak dilakukan pengamanan dan keselamatan yang ketat.
Ilustrasi Ring of fire. Foto: Revimage.org
Seperti yang kita ketahui, wilayah Indonesia memiliki banyak gunung berapi aktif dan terletak di zona subduksi, di mana lempeng tektonik bertemu dan bergerak, sehingga menyebabkan aktivitas seismik yang tinggi. Indonesia juga terletak di atas jalur lempeng tektonik terbesar di dunia, yaitu Lempeng Australia dan Lempeng Eurasia.
Saat kedua lempeng ini saling bergerak, tekanan dan gaya geser yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya gempa bumi. Selain itu, Indonesia juga memiliki banyak gunung berapi aktif yang dapat meletus kapan saja dan menyebabkan bencana alam yang besar.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu pembangunan PLTN menjadi langkah yang perlu pertimbangan lebih lanjut. Penentuan lokasi yang aman dan tahan gempa serta arsitektur yang kokoh menjadi salah satu cara untuk meminimalisir insiden yang tak di harapkan.

Penolakan warga dan dampak terhadap lingkungan

Ilustrasi Gerakan Tolak nuklir. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Pandangan masyarakat indonesia terhadap nuklir tidak begitu baik. Masyarakat sering mengangap nuklir hanyalah sebagai bom dan senjata perang, Padahal nuklir juga dapat menjadi sumber energi yang murah dan dapat menghasilkan energi listrik yang sangat besar
Stigma yang melekat pada masyarakat tersebut memicu aksi penolakan pembangunan PLTN karena dianggap membahayakan dan dampak negatif radioaktif bagi kesehatan
Selain itu, pembangunan PLTN dapat memiliki dampak negatif pada lingkungan sekitar, seperti dampak radiasi, penggunaan lahan yang luas, dan peningkatan volume limbah radioaktif. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi dampak lingkungan dan sosial sebelum melakukan pengembangan nuklir
ADVERTISEMENT

Keterbatasan SDM yang ahli dibidang nuklir

Ilustrasi Reaktor Nuklir. Foto: jatim.sindonews
Indonesia memiliki 3 reaktor nuklir dibawah pengawasan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). masing-masing terletak di Bandung, Yogyakarta dan Serpong. Namun, reaktor nuklir tersebut belum dimanfaatkan secara optimal
Indonesia juga telah melakukan kerja sama dengan negara-negara maju dalam pengembangan nuklir, namun masih terdapat keterbatasan dalam jumlah dan kualitas tenaga ahli nuklir di Indonesia.
Selain itu, kurangnya program pendidikan formal yang fokus pada pengembangan tenaga ahli nuklir juga menjadi hambatan dalam mengembangkan tenaga ahli nuklir di Indonesia, Saat ini pendidikan tinggi yang mendalami ilmu nuklir baru ada 1 di indonesia, yaitu di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Biaya pembangunan tinggi

Ilustrasi Kolam Reaktor Nuklir Foto: mostmecanica.com
Pembangunan PLTN menelan biaya pembangunan yang tak sedikit, karena PLTN memerlukan infrastruktur yang sangat canggih dan kompleks, serta harus memenuhi standar keselamatan yang sangat tinggi karena potensi risiko yang besar dari kecelakaan nuklir.
ADVERTISEMENT
pandemi juga menyebabkan ketidakpastian ekonomi global, sehingga membuat para investor enggan untuk mengambil risiko dalam berinvestasi di sektor energi nuklir, termasuk PLTN.
Selain itu, pembangunan PLTN juga memerlukan bahan-bahan yang sangat mahal dan langka seperti reaktor nuklir, turbin uap, serta sistem pengolahan dan penyimpanan limbah nuklir yang aman. Bahan-bahan ini hanya diproduksi oleh beberapa negara tertentu di dunia dan mengharuskan Indonesia untuk melakukan impor, yang tentu saja akan meningkatkan biaya pembangunan PLTN.
Dari pemaparan tadi, bisa kita pahami Keputusan menunda pembangunan PLTN bukan tanpa sebab, diperlukan pertimbangan yang lebih kompleks untuk merencanakan pembangungannya. Namun tidak menutup kemungkinan indonesia akan dapat membangun PLTN beberapa tahun mendatang
ADVERTISEMENT