Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Free State of Jones dan Jokowi
31 Maret 2018 10:30 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Pulasara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rasisme adalah masalah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. Narasi rasisme selalu muncul ketika identitas warna kulit ditempatkan menjadi ukuran bagi kehidupan sosial.
ADVERTISEMENT
Perjuangan melawan rasisme lewat seruan moral dianggap metode yang telah menemui waktu senjakala. Sejarah rasisme adalah sejarah memperjuangkan hak lewat mekanisme politik. Dia yang menemui jalan berliku dan memutar untuk sampai tahapan menemukan momentum pembebasannya.
Pandangan anti moral dalam melihat masalah rasisme coba disajikan dalam film "Free State of Jones". 'Amanat' yang didapat dalam film garapan Gary Ross itu adalah bahwa rasisme tak akan selesai hanya dengan menciptakan narasi sendu dan klise lewat framing penindasan.
Film ini dibuka dengan adegan peperangan berlatar perang sipil di wilayah Mississippi.
Saya kira isu yang diangkat dalam film ini cukup kontekstual melihat kondisi Indonesia saat ini. Dimana masalah identitas masih menjadi bahan untuk dijadikan sasaran tembak dalam pertarungan politik. Demokrasi memang sebuah sistem yang tak bisa menyaring debu secara jernih.
ADVERTISEMENT
Tapi sistem keropos itu telah menjadi keniscayaan. Secara politik, Jokowi adalah pihak yang paling dirugikan dengan kemunculan kembali gerakan populisme Kanan. Kedua, secara etik, faksi ini tidak akan ketemu secara ideologis dengan Jokowi.