Iri atau Sakit Hati dengan Muhammadiyah?

Ferryal Abadi
Lecturer/Socioprenuer/Writer
Konten dari Pengguna
27 April 2023 21:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ferryal Abadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Warga Muhammadiyah melaksanakan Shalat Idul Fitri 1444 Hijriah di lapangan kawasan lereng Gunung Sumbing, Desa Garung, Butuh, Kalikajar, Wonosobo, Jawa Tengah, Jumat (21/4/2023).  Foto: Anis Efizudin/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Warga Muhammadiyah melaksanakan Shalat Idul Fitri 1444 Hijriah di lapangan kawasan lereng Gunung Sumbing, Desa Garung, Butuh, Kalikajar, Wonosobo, Jawa Tengah, Jumat (21/4/2023). Foto: Anis Efizudin/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa minggu ini Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi keagamaan dan kemasyarakatan terbesar di Indonesia bahkan mungkin dunia menjadi sorotan akibat beberapa sikap dan tindakan beberapa orang yang sepertinya “tidak menyukai” Muhammadiyah. Di mulai penolakan Pemerintah Daerah menggunaan lapangan untuk sholat id di Pekalongan dan Sukabumi walau pada akhirnya dibantah bukan penolakan dan akhirnya di ijinkan. Kemudian banyak yang nyinyir tentang Muhammadiyah meminta fasilitas dari pemerintah untuk sholat id dan terakhir peneliti BRIN yang mengancam warga Muhammadiyah dan Muhammadiyah di cap sebagai organisasi yang tidak taat dengan Pemerintah.
ADVERTISEMENT
Peristiwa demi peristiwa tersebut sama dengan 110 tahun lalu seperti ketika KH Ahmad Dahlan akan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dianggap tidak taat dengan Masjid Gedhe Kauman karena selalu berbeda pendapat khususnya pada masalah arah kiblat. Masyarakat Kauman pada saat itu nyinyir terhadap KH Ahmad Dahlam bahkan di panggil dengan sebutan Kyai Kafir. Kemudian langgar Kyai Ahmad Dahlan dirobohkan. Peristiwa demi peristiwa membuat KH Ahmad Dahlan tidak menyurutkan semangat dalam berdakwah dan beramar ma’ruf nahi munkar. Dimulai dengan semangat surat Al Maun membantu fakir miskin dan pada akhirnya mendirikan sekolah dan sarana kesehatan karena pada saat itu pendidikan dan kesehatan merupakan sesuatu yang sulit dijangkau oleh masyarakat Indonesia bahkan sampai saat ini pendidikan dan kesehatan merupakan kebutuhan yang sangat dibutuhkan.
ADVERTISEMENT
Seratus sepuluh tahun menjelma menjadi sebuah organisasi yang besar di Indonesia. Ribuan sekolah dari tingkat pendidikan dini hingga perguruan tinggi. Dari sekolah di pelosok-pelosok terpencil hingga perguruan tinggi bertaraf Internasional bahkan sudah merambah keluar negeri. Ratusan klinik hingga rumah sakit berdiri dan membantu ketika pandemic Covid-19. Kader-kadernya menjadi tokoh bangsa dari awal jaman kemerdekaan ikut mendirikan Indonesia hingga saat ini di jaman revolusi industry 4.0. Berkontribusi dan membantu untuk Bangsa dan Negara ini tanpa meminta imbalan dari pemerintah. Semua kader bekerja dengan Iklas. Sempat Muhammadiyah pernah diajukan untuk mendapatkan Nobel Perdamaian dan seharusnya para peneliti BRIN itu agar dapat meraih Nobel dari hasil penelitian mereka bukan nyinyir di media sosial.
ADVERTISEMENT
Wajar jika ada yang iri dengan Muhammadiyah atau sakit hati dengan Muhammadiyah karena kebesaran dan kontribusi Muhammadiyah kepada Bangsa dan Negara. Muhammadiyah juga bukan organisasi yang sempurna tentu juga banyak kekurangan. Muhammadiyah juga tidak boleh sombong dengan kesuksesan yang luar biasa ini. Tidak boleh berbangga hati karena memang tidak diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Muhammadiyah juga tidak selalu benar dan juga siap dikritik. Namun bukan dikritik karena akibat sakit hati atau iri tapi kritiklah Muhammadiyah dengan akal dan ilmu. Jika ada yang gagal paham dengan Muhammadiyah silakan datang untuk berdiskusi.
Ketika Muhammadiyah meminta fasilitas sholat id di lapangan pemerintah daerah bukan untuk Muhammadiyah tapi untuk seluruh umat muslim di daerah tersebut yang ingin sholat id di hari yang berbeda karena metode dan kriteria penentuannya yang berbeda. Kalo hanya sholat id untuk warga Muhammadiyah sendiri pasti cukup menampung di sekolah dan kampus Muhammadiyah sendiri. Membangun bangsa ini tidak hanya dengan kata-kata dan narasi tapi dengan aksi dalam bentuk nyata yang akan bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Muhammadiyah membangun sekolah, rumah sakit dan amal usaha lainnya bukan untuk warga Muhammadiyah tapi untuk seluruh rakyat Indonesia tanpa membeda bedakan agama, suku dan ras. Terbukti ketika Muhammadiyah membangun sekolah dan kampus di Papua, yang berkuliah disana mayoritas beragama Kristen. Sesuai dengan tema Muktamar ke 48 Muhammadiyah Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta. FastabiqulKhoirot.
ADVERTISEMENT
Ferryal Abadi | Sekretaris PD Muhammadiyah Kabupaten Bekasi