Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Rumah Makan Inggil, Resto Unik Berpadu Museum Benda Antik
30 Juni 2019 15:48 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Fery Arifian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bosan dengan suasana tempat makan yang biasa-biasa saja? Atau ingin mendapatkan pengalaman sekaligus suasana makan yang bisa membawa kamu ke masa tempo dulu? Kedua hal itu bisa kamu dapatkan saat berkunjung ke Rumah Makan Inggil yang berada di Jalan Gajayana, N0. 4, Kota Malang, ini.
ADVERTISEMENT
Resto yang sekaligus menjadi satu dengan museum ini bisa dibilang berbeda dari kebanyakan resto pada umumnya. Di sini pengunjung seakan memasuki sebuah lorong waktu ke zaman dahulu. Rumah Makan Inggil didirikan oleh seorang pecinta sejarah dan budaya yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Jawa Timur, Dwi Cahyono.
Karena sejak dulu menyukai hal-hal yang berbau sejarah dan budaya, tak heran pendiri rumah makan ini ingin memberikan pengalaman berbeda untuk pengunjung saat memasukinya. Pengunjung akan disuguhi dengan berbagai foto Kota Malang dari masa ke masa hingga barang-barang antik yang dikumpulkan dari berbagai tempat di Kota Malang.
Saya mengunjungi Rumah Makan Inggil pada jam setelah makan siang, sehingga suasananya tidak bergitu ramai dan penuh. Tetapi tampak beberapa rombongan keluarga mendominasi meja-meja yang ada di sini. Pengunjung bisa memilih sendiri meja mana yang ada diduduki selama belum dipesan pelanggan lain, saya pun memilih duduk di meja lesehan.
Suasana di area meja makan semakin bertambah nyaman dan tenang karena atmosfer tempat ini dibuat senyaman mungkin. Berbagai barang antik, ornamen, dan aksen tempat makan pun dibuat seakan kembali ke zaman dahulu dengan memadukan bambu dan kayu. Begitu juga dengan alunan musik tradisional yang diputarkan di rumah makan ini, semakin menambah kesan tradisional.
ADVERTISEMENT
Tidak lama setelah saya duduk, seorang pramusaji yang lengkap dengan baju tradisional kebaya dengan balutan kain batik menyuguhkan buku menu. Kemudian, saya menanyakan apa rekomendasi menu yang paling favorit di sini. Saya pun memilih untuk memesan Ayam Goreng setengah ekor, Gurame Bakar, dan Cumi Asam Manis. Untuk minumannya, saya memesan Jus Wortel dan Semangka, karena siang itu cuaca Kota Malang memang sedikit terik.
Sembari menunggu pesanan saya datang, saya pun mencoba berkeliling area rumah makan. Nampak sebuah panggung pertunjukkan yang lengkap dengan gamelan dan alat musik tradisional lain berjajar di atas panggung. Namun, saat saya ke sini memang sedang tidak ada pertunjukkan. Saya juga melihat beberapa benda antik seperti radio antik, mesin jahit, mesin ketik, setrika antik, prangko, serta uang kuno dari zaman penjajahan Belanda hingga awal kemerdekaan.
ADVERTISEMENT
Tak lama setelah itu, menu pesanan saya pun datang. Di sini, nasi disajikan pada sebuah bakul atau wadah nasi tradisional. Dan beberapa lauk pauknya disajikan di atas nampan. Untuk satu porsi lauk pauk gurame bakar yang saya pesan sangat cukup bila dimakan ramai-ramai karena ikannya benar-benar besar, dan dagingnya sangat mudah dipotong. Begitu juga dengan ayam goreng dan cumi asam manis yang saya pesan, cukup untuk makan 2 orang hingga 4 orang.
Saya sangat suka dengan aroma gurame bakar yang smokey dan rasanya gurih ini. Begitu pas di lidah, dagingnya pun sangat lembut saat masuk ke dalam mulut. Ayam gorengnya juga tidak kalah menarik untuk dicoba, karena ayam gorengnya juga salah satu menu favorit di sini. Kemudian beralih mencicipi cumi asam manisnya. Bumbu cumi asam manis rasanya pas, tidak terlalu asam dan masih cocok jika dipadukan dengan lauk dan sayuran lain yang menyertainya.
ADVERTISEMENT
Untuk satu porsi nasi dibanderol dengan harga Rp 7.000. Untuk setengah ekor ayam goreng harganya Rp 26.000, satu porsi cumi asam manis Rp 32.000, dan satu ons gurame bakar harganya Rp 16.000,-. Gurame bakar yang saya pesan berat totalnya adalah 6 ons, pantas jika porsinya saya besar dan mengenyangkan. Harga yang ditawarkan Rumah Makan Inggil memang sedikit pricey, namun melihat suasana tempat dan rasa masakannya, menurut saya harga yang mereka tawarkan cukup worth it.
Setelah kenyang dan puas mencicipi makanan, saya menuju ke bilik kasir yang ada di depan area meja makan. Walaupun memiliki konsep tradisional, di sini pelanggan juga bisa membayar cash ataupun debit. Yang tidak ketinggalan adalah Rumah Makan Inggil juga menyediakan fasilitas wi-fi gratis, yang bisa dinikmati pengunjung.
ADVERTISEMENT
Bilik kasirnya pun juga dibuat dan didesain dengan suasana tempo dulu, lengkap dengan berbagai ornamen yang menghiasi bilik tersebut. Yang tak luput dari pengamatan saya adalah adanya sebuah telepon kuno, alat musik, dan foto-foto Kota Malang dari zaman ke zaman.
Di area dekat pintu masuk, ada juga meja-meja makan yang berjajar di ruang-ruang yang mirip seperti rumah ini. Selain mesin dan foto-foto kuno, yang menarik perhatian saya adalah koleksi kaset pita yang dipajang dan disusun rapi di dinding ruangan bagian depan.
Saran saya, saat berkunjung ke Malang, kamu harus mengajak keluarga, teman, dan orang-orang terdekatmu ke sini. Karena selain makanannya yang enak, Rumah Makan Inggil bisa membawa kamu dan keluarga ke masa-masa lampau. Lokasi Rumah Makan Inggil juga sangat mudah ditemukan, karena lokasinya juga tak jauh dari Stasiun Kota Malang.
ADVERTISEMENT
Setelah puas mencicipi makanan di sini, kamu pun juga bisa mengunjungi Museum Malang Tempo Dulu yang berada tepat di sebelah Rumah Makan Inggil. Di sana, pengunjung dapat melihat sejarah dan asal usul Kota Malang dari zaman prasejarah, lengkap dengan diorama dan replika-replika museum lainnya.