Konten dari Pengguna

Hak Asasi Manusia Ditegakkan, Kewajiban Asasi Manusia Dilupakan

Fevi Meyta Kusumaning R
Mahasiswa FK UNEJ
11 April 2022 14:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fevi Meyta Kusumaning R tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Seorang wanita dengan blazer hitam dan membawa patung yang mengangkat timbangan. Sumber : pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Seorang wanita dengan blazer hitam dan membawa patung yang mengangkat timbangan. Sumber : pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“Ya salah siapa pakai baju terbuka, seperti itu mengundang nafsu laki-laki”, ungkapan tersebut sering kita dengar ketika terjadi kasus pelecehan seksual pada wanita. Namun kini kasus pelecehan tak hanya terjadi pada wanita, melainkan juga pada pria. Ini terjadi memang karena nafsu pelaku yang tidak bisa ditahan atau mungkin saja pelaku mengalami gangguan jiwa terhadap kehidupan seksualnya.
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu, media dihebohkan dengan kasus pelecehan beberapa santri yang dilakukan oleh seorang ustaz. Diketahui dari 13 santri yang diperkosa, ada 9 bayi yang dilahirkan. Bahkan salah satu santri sudah melahirkan dua anak. Pengaduan kasus ini diterima pihak kepolisian Bandung pada Mei 2021, ketika orang tua salah satu korban melaporkan karena sang anak hamil saat pulang ke rumah.
Mari kita telaah sedikit mengenai kasus ini. Dimulai dari para santri yang diperkosa hingga hamil dan ada yang melahirkan dua anak. Seharusnya, santri tersebut sudah lebih dari setahun diperkosa oleh pelaku. Lalu yang menjadi pertanyaan, mengapa ia tidak melaporkan perbuatan tersebut? Apakah pelaku mengancam para korban atau mungkin pelaku melakukan tindak penyuapan? Kemudian kita lihat dari sisi pelaku. Apa motif pelaku melakukan pemerkosaan pada para santri? Apakah pelaku mengalami gangguan kejiwaan atau hanya sekedar memuaskan nafsunya saja? Lantas, bagaimana hukuman yang seharusnya didapatkan pelaku ?
ADVERTISEMENT
Menurut berita yang beredar, pelaku melakukan dalam keadaan sadar dan tidak mengalami gangguan kejiwaan. Bahkan dikatakan oleh pelaku sendiri bahwa ia tidak sengaja akan perbuatannya yang didasari oleh kasih sayang terhadap anak didiknya. Pelaku mengaku ingin bertanggung jawab atas perbuatannya. Namun apakah semudah itu untuk melakukan tanggung jawab atas kasus pelecehan seksual? Sudah sepatutnya pelaku mendapat hukuman mati dan hukuman tambahan berupa pengumuman identitas dan kebiri kimia, hukuman denda 500 juta rupiah, serta membayar restitusi kepada korban, seusai dengan ungkapan Jaksa Penuntut Umum.
Namun yang terjadi, Hakim Ketua memberikan vonis pidana seumur hidup kepada pelaku. Tentu saja hukuman ini terbilang sangat ringan daripada tuntutan jaksa dan tidak akan menimbulkan efek jera pada pelaku. Hakim Ketua mengatakan jika terdakwa menerima hukuman seumur hidup, tidak dapat dikenakan hukuman pidana lainnya. Tidak mungkin juga melakukan kebiri kimia terhadap jenazah terdakwa setelah menjalani eksekusi mati atau pidana seumur hidup.
ADVERTISEMENT
Apa yang terjadi dengan hukum di Indonesia? Apakah hukum di Indonesia saat ini hanya mementingkan Hak Asasi Manusia tanpa melihat Kewajiban Asasi Manusia? Atau mungkinkah permainan uang dan politik sudah merusak keadilan di negeri ini? Lalu bagaimana dengan kondisi para korban jika melihat pelaku tidak mendapatkan balasan yang membuatnya jera?
Hak Asasi Manusia (HAM) terlihat seolah sangat dilindungi oleh negara. Bahkan ada lembaga yang dibentuk untuk meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pada kenyataannya, apakah semua manusia hanya memikirkan HAM untuk dijaga dan dilindungi? Bukankah seharusnya Kewajiban Asasi Manusia (KAM) juga harus dipenuhi? Apakah dengan melindungi HAM seseorang tidak melanggar HAM orang lain? Penegakan hukum menjadi tumpul karena semua didasarkan oleh HAM namun lupa untuk melihat KAM yang tidak dilaksanakan.
ADVERTISEMENT
HAM ada untuk memberikan kebebasan kepada kita sebagai manusia. Namun HAM seseorang juga dibatasi oleh HAM orang lain. Tidak bisa kita berbuat semena-mena terhadap orang lain atas dasar kita memiliki hak kebebasan. Selain itu, tak kalah penting juga dan sering terlupakan, KAM harus dilakukan terlebih dahulu sebelum menuntut HAM pada orang lain atau pada negara.
Jadi, apakah hukum di Indonesia sudah dibutakan oleh HAM tetapi melupakan bahwa manusia harus memenuhi KAM?