Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
4 Ramadhan 1446 HSelasa, 04 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Strategi Negeri Delta: Ketangguhan di Tengah Ancaman Perubahan Iklim
4 Maret 2025 9:12 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Feyti Cheli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Memasuki abad ke-21, perubahan iklim menjadi isu global yang mendesak, melihat ancaman eksistensialnya yang nyata bagi bumi. Perubahan iklim atau climate changes adalah perubahan kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia. Pemanasan global, sebagai penyebab utama perubahan iklim, dipicu oleh gaya hidup manusia, pola konsumsi tidak berkelanjutan, dan pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali. Semakin hari, bumi semakin panas akibat pemanasan global yang terus-terusan terjadi. Fenomena ini telah menyebabkan mencairnya es di Antartika dan kenaikan permukaan air laut, ini tidak hanya mengancam ekosistem global, tetapi juga bagi negara-negara dengan topografi rendah seperti Bangladesh. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), kenaikan permukaan air laut hingga 0,59 meter pada akhir abad ini dapat menggenangi 10,9% wilayah Bangladesh, hal ini memaksa 5,5 juta penduduk pesisir mengungsi.
ADVERTISEMENT
Republik Rakyat Bangladesh terletak di Asia Selatan, berbatasan dengan Pegunungan Himalaya di utara dan Teluk Benggala di Selatan. Dilalui oleh dua sungai besar, Brahmaputra dan Gangga, menjadikan Bangladesh sebagai negeri delta yang rentan terhadap banjir musiman, terlebih dengan ketinggian rata-rata hanya 9 meter di atas permukaan laut, membuat sekitar 25% wilayahnya berada di bawah 7 meter. Hal ini menjadikan Bangladesh sangat rentan terhadap kenaikan permukaan air laut. Sebagai negara yang 80% wilayah berupa dataran banjir, kombinasi tantangan seperti siklon tropis, kepadatan penduduk, dan ketergantungan pada sumber daya alam membuat Bangladesh menjadi salah satu negara paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Ini menimbulkan keresahan yang signifikan bagi penduduk Bangladesh, terlebih dengan populasinya yang sebagian besar bergantung pada sektor pertanian.
ADVERTISEMENT
Kekhawatiran semakin meningkat ketika Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memprediksi bahwa 15-17% wilayah Bangladesh akan tenggelam pada tahun 2050. Kenaikan permukaan air laut yang berasal dari mencairnya es di Pegunungan Himalaya, menyebabkan intrusi air asin ke lahan pertanian dan sumber air tawar mengancam ketahanan pangan. Sekitar 20 juta orang di Bangladesh terancam kehilangan mata pencaharian akibat dampak perubahan Iklim. Bencana seperti Siklon Amphan pada 2020 silam menyebabkan kerugian besar pada 32.037 hektar tanaman, 18.707 hektar lahan budidaya ikan, dan rusaknya infrastruktur vital seperti jalan dan tanggul. Tidak hanya itu, kerusakan ekosistem penting seperti hutan bakau Sundarbans juga menambah keresahan warga negara ini. Banjir besar pada tahun 2022 yang melanda wilayah Sylhet dan Sunamganj juga mempengaruhi lebih dari 7 juta orang dan merusak ribuan hektar lahan pertanian. Sektor pertanian yang menyumbang sekitar 14% dari Gross Domestic Product (PDB) negara ini sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, menghambat pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Migrasi internal akibat perubahan iklim juga menjadi masalah serius. Setiap tahun, sekitar 500 ribu penduduk pesisir dan pedesaan bermigrasi ke Dhaka, ibukota Bangladesh, yang sudah mengalami over populasi. Karena tingkat penduduk di Dhaka yang masuk dalam over populasi menjadikan banyak dari penduduk Bangladesh memutuskan untuk bermigrasi ke negara tetangga, ini tidak hanya menciptakan tekanan sosial di dalam negeri, tetapi juga berpotensi memicu ketegangan dengan negara tetangga, seperti India.
Menghadapi tantangan ini, Bangladesh mengembangkan berbagai strategi adaptasi untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Salah satu inisiatif utama adalah pembangunan infrastruktur tangguh bencana, seperti tanggul, tempat evakuasi, dan sistem peringatan dini. Pemerintah juga mendorong penggunaan varietas padi tahan garam dan tanaman lain yang dapat bertahan dalam kondisi ekstrem. Selain itu, Bangladesh meluncurkan Rencana Adaptasi Nasional (NAP) untuk periode 2023-2050, yang mencakup langkah-langkah konkret untuk meningkatkan ketahanan di sektor pertanian, kesehatan, infrastruktur, dan pengelolaan sumber daya air. Salah satu fokus utamanya adalah untuk memastikan bahwa masyarakat lokal, terutama yang tinggal di daerah pesisir, memiliki akses terhadap informasi dan sumber daya yang dibutuhkan untuk beradaptasi.
ADVERTISEMENT
Situasi ini dapat dianalisis melalui lensa Green Theory, yang menekankan pentingnya harmonisasi antara manusia dan alam serta keadilan iklim. Green Theory yang berakar pada pemikiran lingkungan dan keberlanjutan, menegaskan bahwa kerusakan lingkungan yang dialami Bangladesh adalah hasil dari eksploitasi sumber daya alam dan ketidakpedulian terhadap batas ekologis. Rencana Adaptasi Nasional (NAP) 2023-2050 yang diprogramkan Bangladesh sejalan dengan prinsip green theory yang mendorong pembangunan berkelanjutan dan partisipasi masyarakat lokal. Namun, green theory mengingatkan bahwa adaptasi lokal tidak cukup tanpa perubahan global, termasuk transisi ke energi terbarukan dan pengurangan emisi secara drastis.
Di tingkat internasional, Bangladesh telah menjadi suara penting dalam forum global, menyerukan keadilan iklim dan dukungan finansial bagi negara-negara rentan. Bangladesh aktif dalam negosiasi perubahan iklim di bawah Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), juga menekankan pentingnya komitmen global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sesuai dengan komitmen pada Paris Agreement. Namun, strategi ini menghadapi tantangan besar, terlebih ketika sumber daya finansial dan teknologi menjadi kendala utama. Meskipun Bangladesh negara ini telah menerima bantuan dari berbagai donor internasional, dana yang tersedia masih jauh dari “cukup” untuk memenuhi kebutuhan adaptasi yang semakin mendesak. Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah serta partisipasi masyarakat lokal juga menjadi tantangan yang besar bagi Bangladesh dalam realisasi strategi adaptasi yang telah dibuat.
ADVERTISEMENT
Komunitas internasional juga memberikan dampak yang signifikan dalam mendukung upaya adaptasi Bangladesh. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) yang adalah program dari PBB, khususnya poin 11 (Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan) dan poin 13 (Penanganan Perubahan Iklim) menjadi kerangka kerja yang berperan penting dalam memberikan dukungan bagi Bangladesh. SDGs 11 membantu Bangladesh dalam membangun kota dan pemukiman yang lebih tangguh dan berkelanjutan, contohnya dengan program penghijauan perkotaan dan pengelolaan limbah untuk mengurangi polusi dan meningkatkan kualitas hidup penduduk. Dengan kondisi Bangladesh yang dipengaruhi oleh perubahan iklim, SDGs 13 berperan penting untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya. Dalam hal ini, Green Theory mengkritik SDGs yang terlalu fokus pada pertumbuhan ekonomi tanpa memprioritaskan batas ekologis, maka dari itu Green Theory menegaskan bahwa keberhasilan Bangladesh tidak hanya tentang upaya nasional, tetapi bagaimana transformasi global menuju sistem ekonomi dan politik yang adil dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Masa depan Bangladesh di era perubahan iklim penuh dengan ketidakpastian. Upaya adaptasi yang telah dilakukan, seperti pembangunan infrastruktur tangguh bencana dan implementasi Rencana Adaptasi Nasional (NAP) 2023-2050, memberikan secercah harapan bagi negara delta ini, namun, tanpa aksi global dan komitmen yang kuat dari pemerintah dan masyarakat lokal, dampak perubahan iklim berpotensi semakin parah dan bahkan melampaui kapasitas adaptasi Bangladesh. Sebagai salah satu negara paling rentan, Bangladesh menjadi contoh nyata bagaimana perubahan iklim dapat mengancam keberlangsungan hidup suatu bangsa, mulai dari kenaikan permukaan laut, banjir, hingga ancaman terhadap ketahanan pangan dan mata pencaharian.
Meski demikian, Bangladesh telah menunjukkan ketangguhan dan inovasi melalui strategi adaptasi di tingkat nasional maupun advokasi keadaan iklim di forum internasional. Jika upaya yang dilakukan berhasil, Bangladesh tidak hanya dapat bertahan, tetapi juga dapat menjadi contoh inspiratif bagi negara-negara rentan lainnya dalam menghadapi ancaman perubahan iklim. Keberhasilan ini sangat bergantung pada dukungan global, kolaborasi yang lebih erat antara masyarakat, pemerintah, dan komunitas internasional, hal ini akan membuka peluang Bangladesh untuk berkembang di tengah tantangan perubahan iklim dan tenggelamnya negeri delta yang ada.
ADVERTISEMENT