Konten dari Pengguna

Gen-Z dalam Pusaran Brain Rot: Ketika Konten Singkat Menggerus Nalar Kritis

Feza Raffa A
Halo, saya merupakan mahasiswa tingkat akhir prodi D-IV Komputasi Statistik Politeknik Statistika STIS. Berbagai macam topik yang saya minati terkait data science, AI, fonemena gen-z, dan lainnya.
1 Januari 2025 6:20 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Feza Raffa A tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Freepik
ADVERTISEMENT
"Brain rot" - istilah yang dinobatkan Kamus Oxford sebagai Word of The Year 2024, bukan sekadar tren media sosial. Di Indonesia, fenomena ini menjadi alarm keras di tengah penetrasi internet yang mencapai angka mencengangkan yakni keseluruhan atau seratus persen anak usia 5 tahun ke atas sudah aktif menggunakan internet dalam 3 bulan terakhir. (BPS, 2023).
ADVERTISEMENT
Degradasi Kognitif di Era Algoritma
Studi yang dilakukan oleh Achterberg et al (2022) memberikan bukti ilmiah bahwa penggunaan media digital yang tinggi mengubah struktur otak remaja. Bagian otak LPFC (Lateral Prefrontal Cortex) dan TPJ (Temporo-Parietal Junction) yang memiliki tugas yang melibatkan regulasi kognitif dan sosial, seperti memahami niat orang lain, membuat keputusan yang melibatkan konflik moral, atau memproses situasi sosial yang kompleks mengalami penurunan pada remaja yang mengonsumsi media sosial dalam volume yang tinggi. Fenomena ini seperti erosi perlahan yang menggerus kemampuan berpikir mendalam generasi muda.
Lebih mengkhawatirkan, Dr. Gloria Mark dalam podcast yang berjudul How To Regain Control Of Your Attention menyebutkan bahwa perhatian manusia dalam 20 tahun terakhir mengalami penurunan yang drastis dari 2.5 menit menjadi 75 detik hingga menjadi 43 detik (Mark, n.d.). Perubahan drastis ini menunjukkan bagaimana ekonomi perhatian digital telah mengubah cara otak memproses informasi.
ADVERTISEMENT
Paradoks Digital Natives
Kelimpahan informasi tidak serta merta membawa dampak baik saja, tetapi nyatanya membuat pelajar di era sekarang sulit untuk memahami berbagai teks yang kompleks (Wexler et al., 2020). Gen Z sekarang dikenal dengan istilah “digital natives” yang berarti generasi yang tumbuh dengan teknologi digital. Istilah tersebut menciptakan sebuah paradoks, mahir dalam bermedia sosial tetapi gagap dalam melakukan literasi digital. Mereka adalah generasi "TL;DR" (Too Long; Didn't Read) yang lebih memilih menyerap informasi yang bersumber dari video 15 detik daripada membaca artikel mendalam
Dampak Jangka Panjang
Brain rot bukan sekadar fenomena sesaat, melainkan ancaman serius bagi masa depan Indonesia. Tanpa intervensi strategis, kita berisiko menciptakan generasi yang "kaya informasi tapi miskin pemahaman." Fenomena ini dapat berdampak pada produktivitas nasional, inovasi, dan daya saing global Indonesia di masa depan. Ancaman brain rot pada Gen-Z Indonesia bukan hanya masalah individu atau generasional, tetapi tantangan nasional yang membutuhkan respons sistemik dan terkoordinasi.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya bukan lagi "apakah" tapi "bagaimana", bagaimana kita bisa memanfaatkan teknologi tanpa mengorbankan kapasitas kognitif generasi mendatang. Jawabannya terletak pada komitmen kolektif untuk menciptakan lingkungan digital yang tidak hanya cepat dan efisien, tapi juga mendalam dan bermakna. Sudah saatnya membangun jembatan antara kecepatan teknologi dan kedalaman pemikiran, antara efisiensi digital dan kematangan intelektual.
Solusi Multidimensi
Perlu adanya solusi untuk menghadapi ancaman dari “brain rot” di era digital tanpa mengabaikan manfaat teknologi. Berikut adalah solusi yang dapat diterapkan:
Terapkan batas waktu penggunaan media sosial, khususnya untuk anak-anak dan remaja.
Masukan literasi digital menjadi kurikulum di pendidikan. Materinini memberikan mengembangkan kemampuan berpikir kritis, memilah informasi, dan menghindari distraksi berlebihan dari media sosial.
ADVERTISEMENT
Dorong konsumsi konten yang berkualitas, seperti artikel ilmiah, podcast edukatif, atau dokumentasi yang mendalam.
Ajak generasi muda untuk aktif dalam kegiatan sosial seperti diskusi kelompok, olahraga, atau aktivitas komunitas.
Penutup
Fenomena “brain rot” mengingatkan kita bahwa kemajuan teknologi harus diimbangi dengan kebijaksanaan dalam penggunaannya. Generasi muda memiliki potensi besar, tetapi potensi itu hanya bisa berkembang jika mereka mampu memanfaatkan teknologi dengan bijak tanpa kehilangan kemampuan berpikir mendalam. Masa depan membutuhkan generasi yang tidak hanya terampil secara digital, tetapi juga kaya pemahaman dan bijak dalam menghadapi tantangan.
Daftar Pustaka
Achterberg, M., Becht, A., Van Der Cruijsen, R., Van De Groep, I. H., Spaans, J. P., Klapwijk, E., & Crone, E. A. (2022). Longitudinal associations between social media use, mental well-being and structural brain development across adolescence. Developmental Cognitive Neuroscience, 54, 101088. https://doi.org/10.1016/j.dcn.2022.101088
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik Indonesia. (2 Oktober 2024). Persentase Penduduk Usia 5 Tahun Ke Atas yang Pernah Mengakses Internet dalam 3 Bulan Terakhir untuk Kelompok Umur => 5 Tahun Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin. Diakses pada 29 Desember 2024, dari https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/NDMwIzI%3D/persentase-penduduk-usia-5-tahun-ke-atas-yang-pernah-mengakses-internet-dalam-3-bulan-terakhir-untuk-kelompok-umur----5-tahun-menurut-provinsi-dan-jenis-kelamin--persen-.html
Mark, G. (n.d.). How To Regain Control Of Your Attention [Broadcast]. Diakses pada 27 Desember 2024, dari https://www.youtube.com/watch?v=0PwILi2fCSo&t=1s
Wexler, J., Swanson, E., Kurz, L. A., Shelton, A., & Vaughn, S. (2020). Enhancing Reading Comprehension in Middle School Classrooms Using a Critical Reading Routine. Intervention in School and Clinic, 55(4), 203–213. https://doi.org/10.1177/1053451219855738