Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Wisata Tiga Zaman: Sejarah Pemandian Pikatan di Temanggung
16 Juli 2024 11:31 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Finariyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tahun 1934, untuk pertama kali Susuhunan Pakubuwana menginjakkan kaki di pemandian Pikatan . Kedatangan pimpinan tertinggi Kasunan Surakarta ini bersamaan dengan kunjungannya di Temanggung. Nama situs pemandian yang berada di Desa Mudal, tak jauh dari pusat Kota Temanggung ini, bahkan cukup kerap muncul dalam berbagai surat kabar Hindia Belanda.
ADVERTISEMENT
Pada masanya, situs pemandian Pikatan menjadi salah satu tempat wisata elite bagi para bangsawan. Setidaknya pemandian dengan situs bersejarah ini telah bertahan selama tiga era.
Pikatan Era Mataram Kuno
Beberapa nama raja-raja besar Mataram Kuno banyak ditemukan menjadi toponimi dari beberapa tempat di Temanggung. Salah satunya adalah Pikatan yang diambil dari nama raja kerajaan Mataram Kuno sekitar abad 9-10 M.
Wulan Resiyani dalam penelitiannya yang bertajuk “Toponimi Masa Kini Berasal dari Sumber Prasasti Abad IX-X Masehi yang Ditemukan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah” menuliskan bahwa berdasarkan Prasasti Wanua Tengah III, nama Pikatan juga merujuk pada suatu watak yang memiliki bangunan suci berupa bihara. Prasasti ini juga memuat informasi mengenai penetapan kembali status sima bihara di Desa Wanua Tengah yang merupakan wilayah dari watak Pikatan yang sebelumnya telah dicabut pada masa Rakai Warak Dyah Manara.
ADVERTISEMENT
Reruntuhan batu di dasar kolam serta dua yoni dan batu-batu candi yang berserakan di sekitar pemandian oleh warga setempat juga diyakini sebagai petilasan dari Rakai Pikatan.
Pikatan Era Penjajahan
Pada era Hindia Belanda, situs pemandian Pikatan diketahui menjadi kepemilikian dari Societeit Soembing. Situs pemandian Pikatan juga menyediakan tempat penginapan modern bernama Hotel Pension Temanggoeng. Di sini pengunjung dapat berenang di kolam dengan ukuran 60x40 m dan melakukan kegiatan lain seperti bermain bulutangkis, pingpong, dan berkemah.
Berdasar buku Handboek voor Toerisme in Nederlansch-Indie, harga tiket masuk Pikatan yang ditawarkan juga cukup beragam, yaitu mulai dari f7 hingga f13.
Berlokasi tidak jauh dari rumah asisten residen, situs pemandian Pikatan dikelilingi pohon beringin dengan pemandangan Gunung Andong, Merapi, Merbabu, dan Telomoyo berhasil menjadikan tempat ini begitu terkenal di kalangan para elite dan menjadi salah satu tempat pemandian terbaik di Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Situs pemandian Pikatan bahkan sempat dikunjungi oleh istri Gubernur Jenderal Hindia Belanda tahun 1931-1936 beserta rombongannya. Nyonya De Jonge datang ke pemandian Pikatan setelah melakukan kunjungan ke Sekolah Disabilitas Intelektual di Temanggung pada tahun 1933.
Tetapi sekitar tahun 1937 diberitakan dalam surat kabar De Locomotief terbitan 15 Januari 1937 wisata ini diambil alih oleh pemerintah setempat karena Societeit Soembing, sebagai pihak yang bertanggungjawab atas pengelolaan Pikatan dianalisis mengalami kebangkrutan.
Pikatan Era Indonesia Merdeka
Pada masa kemerdekaan, wisata situs pemandian Pikatan masih dibuka dan dikelola langsung oleh Pemerintah Kabupaten Temanggung. Ryanto Hermawan dalam penelitiannya yang bertajuk "Gone with History: Transformasi Sejarah dengan Memanfaatkan Air sebagai Media ke dalam Perancangan Taman Wisata Air di Pikatan Temanggung" menuliskan bahwa pembukaan wisata situs pemandian Pikatan untuk masyarakat umum mulai ditetapkan pada masa pemerintahan Bupati Mascjhun Sofwan, Bupati Temanggung ke-15, yang menjabat pada tahun 1964-1978. Renovasi pada tempat wisata ini juga sempat dilakukan pada masa Bupati Sri Soebagjo yang merupakan bupati ke-17 Kabupaten Temanggung.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, kolam renang Pikatan juga berfungsi sebagai tempat perlombaan renang skala nasional dengan menambah satu kolam prestasi. Beberapa kolam lain juga dibangun pada masa tersebut yang disesuaikan dengan ukuran mulai dari yang dangkal hingga yang dalam. Hingga kini sumber air Pikatan setidaknya memiliki tiga manfaat yakni sebagai tempat wisata pada kolam-kolam yang telah dibuat, kolam untuk dimanfaatkan warga sekitar, dan kolam untuk keperluan PDAM.
Sementara itu penelitian pada situs bersejarah yang berada di Pikatan masih cukup sulit untuk dilakukan. Reruntuhan batu candi yang ada di dasar kolam cukup sulit untuk diambil. Sementara dua yoni dan reruntuhan candi lainnya telah berlumut. Branding terhadap wisata ini juga lebih mengutamakan konsep wisata pemandian modern alih-alih menghadirkan wisata pemandian bersejarah.
ADVERTISEMENT