Konten dari Pengguna

Pseudo Retrograde: Seni Lintas Dimensi, Kini Tampil di Cafe!

Fia Khofifah Paramadina
Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Amikom Purwokerto
8 Januari 2023 21:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fia Khofifah Paramadina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gemulai tangan para penari lengger yang sedang mengekspresikan kesenian tradisional lengger. Pict by : Fia Khofifah
zoom-in-whitePerbesar
Gemulai tangan para penari lengger yang sedang mengekspresikan kesenian tradisional lengger. Pict by : Fia Khofifah
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
PURWOKERTO - Kesenian tradisonal merupakan sebuah kekayaan intelektual yang diciptakan turun temurun oleh suatu kelompok masyarakat. Setiap daerah tentu saja memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Nah, di Kabupaten Banyumas ini ada sebuah kesenian bernama Lengger dan Ebeg. Kesenian lengger ini berupa tari tradisional asli Banyumas yang menampilkan 2 sampai 4 orang penari pria yang menyerupai wanita.
ADVERTISEMENT
Umumnya kesenian lengger dan ebeg ini ditampilkan di ruang terbuka. Namun, kali ini ada pemandangan baru dan berbeda. Kesenian lengger dan ebeg ditampilkan di pelataran Alas House X Foxe Studio, pada Rabu (28/12). "Ini merupakan langkah awal keinginan saya untuk kesenian tradisional di Kabupaten Banyumas khususnya Purwokerto, bahwa seni tradisional juga bisa naik kelas. Tidak hanya tampil di lapangan terbuka maupun panggung-panggung rakyat, tetapi saya memikirkan konsep bawa kesenian ini bisa disajikan secara eksklusif di cafe yang terbatas pengunjungnya namun tidak hilang valuenya." kata R. Satria Setyanugraha sebagai konseptor sekaligus director dari acara ini.
Kesenian ebeg dan lengger yang ditampilkan di Alas House dikombinasi dengan tampilan latar belakang motion graphic yang ciamik serta ditambah narasi padat dengan music latar yang mendukung konsep pagelaran, yang tentunya menghipnotis semua kalangan penonton yang menikmatinya.
ADVERTISEMENT
Penyajiannya menggabungkan seni tradisional dan modern. Tetap ada unsur kontemporernya tetapi tidak terlalu modern dan masih ada pijakan tradisinya, prosentasenya sekitar 80% tradisional, 20% kontemporer. "Kita ingin menampilkan sesuatu yang berbeda dari coffeshop lain. Selain itu, kita ingin menemukan kesenian tradisional khususnya kesenian khas Banyumas dengan anak milenial, yang tentu saja mereka adalah target kami. Customer kami sebagian anak muda yang kurang meminati soal kesenian tradisional, jadi kami menampilkannya sekalian untuk edukasi." kata Yusa, perwakilan dari Alas House.
Sebagai generasi muda, sudah sepantasnya kita lebih antusias dengan kesenian tradisional. Tidak lupa juga jaga dan lestarikan budaya kita, karena kalau bukan kita, siapa lagi. "Acara ini sudah bagus, terus tingkatkan dan lestarikan, karena kan anak muda zaman sekarang udah pada lupa dengan kesenian tradisionalnya. Jadi buat anak muda, lestarikan kesenian tradisional Indonesia, karena kita orang jawa jangan sampai hilang jawanya." pungkas Aditya, salah satu pengunjung di Alas House.
ADVERTISEMENT
Lincah dan gagah, itulah yang terlihat saat mereka menampilkan tarian kesenian "ebeg". Pict by : Fia Khofifah
Foto saat wawancara dengan director, konseptor, sekaligus penulis naskah dari acara ini.